x

Iklan

Josafat Pondang

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Balada PSI dan Permainan Politiknya

By: Josafat Pondang (Penulis dan Analis Muda Politik, sekarang sedang berkuliah di Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret UNS Solo)

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Baru-baru ini, salah satu partai muda yang baru ikut Pemilu 2019, yaitu PSI kembali membuat kontroversi melalui Kebohongan Award yang ditujukan kepada Sandiaga Uno, Prabowo diantaranya. Sebelumnya, PSI juga sudah kerap kali mengutarakan pernyataan kontroversial seperti Penolakan Perda Syariah/Injili, Penolakan Poligami dan beberapa kadernya yang lantang mengkritik kubu lawannya, seperti Tsamara yang pada awal kemunculannya menantang Fahri Hamzah untuk berdebat dan sebagainya. Untuk masalah Penolakan Perda Syariah dan Poligami sebenarnya saya yakini tidak sesuai dengan apa yang menjadi dasar pemikiran beberapa anggotanya.

Seperti kita ketahui, Sekjen PSI, Raja Juli Antoni yang notabene mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah mungkin saja tidak setuju dengan isu poligami yang ditolak. walaupun ia selalu membackup ketumnya dalam media, tetapi saya yakin ia punya beban moral terkait masa lalunya sebagai ketua organisasi kepemudaan berunsur keagamaan dan malah sekarang ia ikut menolak hal-hal yang agak bersinggungan dengan agama. 

Sebenarnya, Tujuan PSI melakukan segala manuver tersebut mudah saja ditebak alasannya. PSI kalau meminjam istilah bang Andre Rosiade, kader Gerindra, adalah Parnoko atau partai dengan elektabilitas nol koma saja. Jadi, untuk membuat partai ini seksi dan mendapat atensi dari masyarakat, maka dibuatlah pernyataan dan sikap yang menyinggung hal hal fundamental dan sensitif. sampai-sampai sekelas KH Aqil Siradj , Fahri Hamzah saja mengomentarinya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Nah, ketika banyak orang sudah menaruh atensi terhadap partai ini, pasti muncul rasa ingin tahu lebih dalam. kemudian dengan segala macam cara, terutama di media sosial, partai ini menampilkan narasi dan citra yang baik seperti membela dan menjual keberhasilan Joko Widodo, membela orang yang teraniaya seperti Pak Antasari Azhar dan Pak Ahok, memperjuangkan hak perempuan dalam dunia politik, mengklaim diri sebagai partai nya anak muda dan bersih dari segala kepentingan maupun koruptor. 

Jika, pada masa lampau Partai Demokrat bermain politik Playing victim atau menempatkan diri seolah sebagai pihak yang teraniaya, PSI mencoba menggunakan pendekatan yang lebih unik yaitu seakan-akan menjadi musuh publik lalu dicounter dengan hal yang positif.

Untuk sebuah partai yang dominan diisi politikus kemarin sore, langkah PSI patut diapresiasi. Lihat saja di Instagram, Follower mereka hanya kalah dari PKS jika dibandingkan dengan Parpol lainnya. memang hubungan antara follower dengan elektabilitas tidak linier, dan menurut berbagai lembaga survey seperti LSI pun, hingga kini memang PSI masih menjadi Parnoko. tetapi, langkah mereka sudah cukup lumayan dengan minimal mendapat atensi besar dari publik. Yang perlu dilakukan sekarang ialah stop untuk memberikan pernyataan kontroversial, lebih gencar lagi berkampanye yang positif dengan menjual program dan lebih sering terjun ke masyarakat. 

Apalagi, sekarang serangkan kepada PSI juga sudah mulai ramai datang bahkan dari internal TKN Jokowi-Ma'ruf. seperti misalnya dari Gus Romy, Ketum PPP, yang menghimbau agar PSI tidak menjadi duri dalam daging pada Kubu Jokowi. Atau dari Pak Aqil Siradj yang menghimbau PSI agar tidak mengomentari hal yang mereka tidak ketahui. Memang, kalau kita jujur sebenarnya sikap PSI tidak sepenuhnya jelek juga. Ambil contoh, sikap mengenai Penolakan Perda Syariah. Sebenarnya, mungkin maksudnya baik namun tidak dikemas dalam narasi yang benar sehingga lebih banyak ditanggapi negatif oleh publik. Prof Mahfud MD, membela PSI dengan mengatakan bahwa memang Perda Syariah itu tidak diperkenankan misalnya aturan(Perda) di Sebuah Kota di Sulsel yang mewajibkan pejabat eselon 2 harus ibadah haji. Nah, sebetulnya dalam konteks hukum ketatanegaraan hal tersebut tidak diperkenankan. Maksud PSI pun sebenarnya sama. Bukan menentang pengamalan/pelaksanaan ayat-ayat pada Al-Quran tetapi menghindari adanya kehilangan hak dari WNI non-mus yang mungkin terjadi apabila ayat tersebut dijadikan produk hukum. Misalnya, jika pejabat suatu daerah menganggap ayat Al-Maidah dengan tafsir bahwa pemimpin tidak boleh dari agama non-Islam, itu sudah jelas akan "memberangus" hak sebagian warga negara untuk menjadi pemimpin.

Ya, intinya segala tindakan dan langkah yang coba dilakukan PSI jangan terlalu dianggap serius, kalau dianggap serius malah akan membuat PSI menjadi partai besar seperti kata KH Said Aqil.

Salam.

Ikuti tulisan menarik Josafat Pondang lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB