Polemik Pemilu 2019

Senin, 13 Mei 2019 17:07 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Artikelini membahas tentang polemik apa saja yang terjadi pada pemilu serentak 2019

        Indonesia merupakan negara yang terwujud. Di mana seluruh warga negara memenangkan sebagian besar dalam memilih pemimpin bangsa ini, yaitu presiden. Pemilu yang penting lagi dilaksanakan menjadi ajang pesta demokrasi terbesar. Ada banyak polemik yang terjadi di sini. Semua mulai membuktikan keunggulan masing-masing dan berusaha menutup rapat kekurangannya. Sangat manusiawi memang. Tapi bagaimana hal seperti ini yang akan membuat kepercayaan rakyat terhadap pemimpin akan luntur seiring dengan berjalannya waktu. Seolah semua benar belum banyak kebohongan bertebaran. Pemilu yang berhasil menjadi polemik sendiri yang berhasil untuk dipahami. Banyak benang merah yang selalu menjadi batu sandungan untuk mewujudkan pemilu yang diangan-angankan seluruh warga negara Indonesia.

        Salah satu pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan diselenggarakan pemilihan umum (selanjutnya disebut pemilu). Ketentuan Mengenai Pemilihan Umum tentang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 22E Ayat (1) - (6) dan Pancasila Sila Keempat. Pemilu untuk memilih wakil rakyat di roda pemerintahan. Maka dari itu, pemilihan serentak ini harus sesuai dengan hukum ini dan kita juga perlu tahu polemik apa saja yang terjadi di pemilu 2019.

        Di dalam pemilu 2019 ini ada dua jenis politik, yaitu politik identitas dan politik milenial. Politik Identitas adalah politik yang mengundang para pemilih untuk tidak mengenal pemimpin berdasarkan  Track Record dan visi misinya, diberikan berdasarkan mana dia berasal, apa agamanya, dan dari suku apa. Dari sini tentu saja akan timbul perbedaan yang signifikan antara kelompok yang dikumpulkan dan minoritas. Politik milenial dilihat dari peran kaum muda. Sebab peran kaum muda sangat penting dalam menentukan masa depan bangsa dan negara. Data menyebutkan ada 196,5 juta pemilih dalam pemilu 2019. Dari jumlah itu, 7,4 persen setuju atau sekitar 14 juta pemilih mewakili generasi muda yang memiliki hak pilih untuk pertama kalinya. Maka dari itu, pemilih pemula haruslah cerdas dan berhasil menggunakan hak pilihnya. Jangan sampai terjebak dalam permainan politik praktis dan bebaskan suara mereka sia-sia karena tidak mengerti yang dibutuhkan dapat dimanfaatkan oleh para pendukung politik untuk mendulang suara.

       Diperoleh setumpuk masalah yang muncul setelah pemilihan yang dilaksanakan serentak pada 17 April 2019. Pertama, terjadi kisruh pada saat KPU dibuka administrasi pemilihan peserta pemilu pada awal Oktober 2018. Mengumumkan politik tentang partisipasi dalam politik melalui Sipol. Pemilihan umum lainnya yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemilu legislatif dan pemilihan presiden serentak pada 2019 menimbulkan pro-kontra. Putusan MK ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 22E Ayat 1 dan 2 yang berbunyi pemilihan umum diselenggarakan lima tahun sekali (serentak) untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD dan juga Presiden dan Wakil Presiden. Ada partai yang menerima dan ada juga yang tak setuju. Partai yang menerima putusan MK ini seperti Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan juga Partai Golkar. Berbeda dengan Partai Gerindra yang terang-terangan menolak keputusan ini. Partai Gerindra merencakan peninjauan kembali atas putusan pilpres serentak yang diberlakukan pada 2019.

        Yang pro terhadap putusan MK ini berpendapat bahwa dengan adanya keputusan ini berarti akan lebih efisien pelaksanaan pemilu baik dari segi waktu dan biaya. Kemudian hal ini dapat mendidik para pemilih untuk menjadi lebih cerdas karena belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa adanya kerugian hak konstitusional warga negara sebagai pemilih. Seperti contohnya yaitu Political Efficasy yang merupakan pemilih dapat memilih anggota legislatif dan presiden yang diusung dari partai yang sama. Yang kontra terhadap putusan MK ini berpendapat bahwa jika pemilu presiden dan legislative dilaksanakan secara serentak maka akan banyak menimbulkan perpecahan, seperti fitnah antar calon, berita hoax dan SARA serta yang lainnya.

        Sudah banyak terjadi polemik akibat dari pemilu serentak ini, yaitu penganiayaan warga masyarakat karena beda pilihan, WNA masuk daftar pemilih tetap, debat presiden yang menghasilkan pro dan kontra ditengah masyarakat, kampanye yang terselubung ditengah masyarakat, kisruh pendaftaran administrasi partai politik, terjadinya politik identitas, dan KPU memprediksi bahwa angka golput akan meningkat. Melalui polemik-polemik yang telah terjadi dan semakin merajalela kita diajak untuk berpikir cerdas.

        Tidak sampai disitu, pada saat pemilu dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019 terdapat banyak sekali polemik yang terjadi ditengah-tengah bangsa ini. Pertama, banyaknya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia karena kelelahan bekerja nonstop dalam perhitungan suara. Yang kedua yaitu dapat dilihat bahwa terjadi kegiatan salah-menyalahkan. Polemik pemilu yang semakin banyak membuat para wakil rakyat dengan seenak jidat memberikan pendapatnya. Tanpa memikirkan apakah hal ini dapat menyebabkan masyarakat bingung akan negara. Dan mungkin akibat yang paling parah yaitu masyarakat tidak lagi percaya pada pemerintah. Ya, penggiringan opini yang menyebabkannya. Ketiga, deklarasi kemenangan dari kedua belah pihak calon yang menuai kontroversi, dan masih banyak lagi yang bersileweran di media social. Sebenarnya sudah benarkah proses pemilu ini? Apakah ada yang salah? Benang merah itu semakin kusut saja.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Viral

Lihat semua