x

Iklan

Nur Khanifatul Mila

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 16 Mei 2019

Jumat, 17 Mei 2019 08:58 WIB

Penutupan Fintech Ilegal Oleh OJK, Kurangi Kerugian Investasi Ilegal

Nur Khanifatul Mila Mahasiswa S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi UNISSULA Sri Dewi Wahyundaru ( email: sridewi@unissula.ac.id)

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Nur Khanifatul Mila

Mahasiswa S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi UNISSULA

Sri Dewi Wahyundaru

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

( email: sridewi@unissula.ac.id)

 

 Fintech Peer to Peer Lending (P2P Lending) atau Fintech Lending adalah praktek atau metode memberikan pinjaman uang kepada individu atau bisnis dan juga sebaliknya, mengajukan pinjaman kepada pemberi pinjaman, yang menghubungkan antara pemberi pinjaman dengan peminjam atau investor secara online. Peer to Peer Lending (P2P Lending) memungkinkan setiap orang untuk memberikan pinjaman atau mengajukan pinjaman yang satu dengan yang lain untuk berbagai kepentingan tanpa menggunakan jasa dari lembaga keuangan yang sah sebagai perantara. Pada dasarnya, sistem P2P Lending ini sangat mirip dengan konsep marketplace online, yang menyediakan wadah sebagai tempat pertemuan antara pembeli dengan penjual.

Pembuat Fintech harus mendaftarkan Fintech yang dibuatnya ke OJK ( Otoritas jasa Keuangan ) agar mendapatkan izin untuk mengoperasikan Fintech yang dibuatnya. Namun, pada saat ini terdapat penyelewengan perizinan Fintech tersebut, sehingga sekarang marak Fintech ilegal yang merugikan para penggunanya. Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan pada tahun 2018 sebanyak 404 entitas. Sedangkan hingga April 2019 sebanyak 543 entitas telah dihentikan operasinya. Dengan total tambahan itu, OJK total telah menghentikan sebanyak 947 entitas. OJK menilai kegiatan Fintech tersebut merugikan pelanggan.

Selain itu, pada 24 April 2019, Satgas Waspada Investasi menghentikan 73 kegiatan usaha yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin. Perusahaan itu terdiri dari 64 usaha trading forex, 5 kegiatan investasi uang, 2 kegiatan multi level marketing, 1 investasi perkebunan dan 1 investasi cryptocurrency. Dengan tambahan ini, sejak awal tahun hingga April OJK telah menghentikan sebanyak 120 kegiatan usaha ilegal. Tongam mengatakan, Satgas Waspada akan melakukan tindakan preventif berupa sosialisasi dan edukasi supaya masyarakat bisa terhindar dari kerugian investasi ilegal.

Peraturan penyelenggaraan Financial Technologi ( Fintech ) dimuat dalam berbagai peraturan Bank Indonesia, peraturan daerah, dan peraturan OJK. Dan peraturan yang terbaru adalah Peraturan OJK No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. Aturan ini merupakan ketentuan yang memayungi pengawasan dan pengaturan industri financial technology ( fintech ).

"Peraturan ini dikeluarkan OJK mengingat cepatnya kemajuan teknologi di industri keuangan digital yang tidak dapat diabaikan dan perlu dikelola agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangan persnya.

Inovasi keuangan digital perlu diarahkan agar menghasilkan inovasi keuangan digital yang bertanggung jawab, aman, mengedepankan perlindungan konsumen dan memiliki risiko yang terkelola dengan baik. Peraturan ini juga dikeluarkan sebagai upaya mendukung pelayanan jasa keuangan yang inovatif, cepat, murah, mudah, dan luas serta untuk meningkatkan inklusi keuangan, investasi, pembiayaan serta layanan jasa keuangan lainnya.

Permasalahan Fintech ilegal ini sangatlah meresahkan masyarakat khususnya para investor. Karena hal itu, para investor yang berkeinginan mendapat keuntungan dari investasi tersebut harus gigit jari karena gagal dalam investasi tersebut. Oleh karena itu, para investor harus mengenal Fintech yang legal dan Fintech yang ilegal. Berikut adalah cara mengenali apakah Fintech yang anda gunakan ilegal atau legal :

  1. Mencari Identitas Perusahaan

Biasanya fintech abal-abal jarang mencantumkan alamat lengkapnya di aplikasi. Sebab, sejak awal pihak-pihak mereka memang telah berniat tidak baik kepada masyarakat. Berbeda dengan fintech resmi yang tercatat oleh Otoritas Jasa Keuangan atau OJK yang lengkap mencantumkan alamat dan kontak di aplikasi atau di situs resmi perusahaan.

  1. Kemudahan Pemberian Pinjaman

Ciri lain fintech abal-abal yang harus diwaspadai adalah mudah memberikan pinjaman. Idealnya, sebuah perusahaan fintech peer to peer lending akan sangat teliti dan ketat dalam memberikan kredit kepada nasabah. Minimal mereka mewawancarai secara lengkap calon nasabah. Namun, jika Anda mendapati fintech peer to peer lending yang tergolong gampang memberikan pinjaman, maka Anda harus curiga karena mungkin mereka akan menagih kepada Anda suatu saat dengan cara-cara yang merugikan Anda.

  1. Mengakses Data Pribadi

OJK telah mengeluarkan Peraturan OJK No. 13/POJK.02/2018. Dalam aturan tersebut secara tegas mengatur perlindangan serta penggunaan data pribadi pengguna transaksi. Data pribadi tersebut dilarang digunakan oleh pihak ketiga kecuali telah memperoleh persetujuan dari pihak pemilik data pribadi tersebut. Nah, biasanya pihak fintech peer to peer lending abal-abal banyak yang menyalahgunakan data pribadi seseorang untuk digunakan sebagai kontak objek tagihan. Misalnya, saat pengajuan pinjaman Anda mencantumkan nomor darurat seorang teman atau sahabat. Suatu saat jika Anda menunggak pembayaran maka teman atau sahabat Anda akan dikejar-kejar tagihan oleh fintech penyedia aplikasi kredit abal-abal tersebut. Ada juga fintech peer to peer lending yang bisa mengakses kontak-kontak yang ada di daftar kontak ponsel milik nasabah. Dengan demikian orang terdekat nasabah dihubungi untuk ditagih padahal mereka sama sekali tidak tahu menahu persoalan yang sebenarnya.

  1. Apakah ada peneroran dan penagihan di luar jam kerja

OJK juga telah mengatur terkait jadwal penagihan kepada kreditur yang melarang menagih di luar jam kerja. Namun, nyatanya banyak fintech peer to peer lending abal-abal yang menagih kepada nasabah di luar jam kerja disertai dengan ancaman dan teror.

 

Selain nasabah dari Fintech itu sendiri, peran pemerintah dalam memberantas Fintech ilegal sangatlah penting, karena hanya pemerintahlah yang dapat mengendalikan jalannya perekonomian suatu negara dan pemerintahlah yang bertanggung jawab atas keamanan rakyatnya. Pemerintah harus bekerja lebih ekstra dan cepat lagi agar pinjaman online ilegal tidak menjamur. Sebab, fintech ilegal ini selalu bermunculan meski sudah diblokir. Semisal pemerintah membuat sebuah aplikasi pengendalian semacam security untuk mengendalikan pertumbuhan Fintech ilegal di Indonesia. Dengan begitu pertumbuhan Fintech ilegal akan terhambat dan hal tersebut akan memberikan pelajaran kepada para pembuat Fintech agar senantiasa mematuhi peraturan yang ada.

 

Sumber :

https://koinworks.com/blog/ketahui-tentang-peer-peer-lending/

https://bisnis.tempo.co/read/1200055/hingga-april-2019-ojk-tutup-543-fintech-ilegal/full&view=ok

https://www.cnbcindonesia.com/fintech/20180901144740-37-31329/indonesia-kini-punya-payung-hukum-aturan-fintech

https://economy.okezone.com/read/2018/11/25/320/1982564/waspadai-fintech-ilegal-ini-4-cara-mengetahuinya

https://www.hipwee.com/preview?type=narasi&pid=866793&preview=true

http://www.tribunnews.com/bisnis/2019/02/19/ketua-ojk-bilang-utang-ke-fintech-ilegal-sama-dengan-utang-ke-rentenir

Ikuti tulisan menarik Nur Khanifatul Mila lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB