x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 20 Juli 2019 21:38 WIB

Mampukah Gerindra Merebut Kursi Ketua MPR?

Persaingan memperebutkan kursi ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat [MPR] bertambah sengit. Setelah Golkar tak mau menyerahkan begitu saja kursi ketua MPR kepada PKB—partai sesama koalisi, kini Partai Gerindra malah ikut bersaing.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Persaingan memperebutkan kursi ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat [MPR] bertambah sengit. Setelah Golkar tak mau menyerahkan begitu saja kursi ketua MPR kepada PKB—partai sesama koalisi, kini Partai Gerindra malah ikut bersaing. Sebagai partai kedua yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan legislatif pusat—unggul sedikit di atas Golkar, Gerindra merasa berhak untuk memimpin MPR. PDI-P tidak ikut bersaing karena hampir pasti akan memperoleh kursi ketua DPR sebagai peraih suara terbanyak dalam pemilihan legislatif.

Kursi pimpinan MPR sebenarnya dikompetisikan secara paket, dengan komposisi satu kursi ketua, beberapa kursi wakil ketua dari DPR, dan satu kursi wakil ketua dari DPD. Jika Gerindra ingin merebut kursi ketua MPR, partai ini harus berkolaborasi dengan partai lain untuk menyusun satu paket pimpinan MPR. Paket Gerindra niscaya akan berhadapan dengan paket yang disodorkan koalisi PDI-P. Jika ternyata jalan musyawarah mentok sehingga harus dilakukan voting, keinginan Gerindra itu berpeluang akan pupus karena paketnya kalah suara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi politik adalah seni tentang kemungkinan, bahkan dalam hal tertentu keajaiban tentang kemustahilan. Jika lobi-lobi berjalan mulus demi dan atas nama ‘rekonsiliasi’, yang boleh jadi akan jadi istilah yang sering dipertukarkan dalam lobi-lobi, terbuka peluang bagi Gerindra untuk maju bersama paket yang sudah dimodifikasi. Paket modifikasi ini akan melibatkan beberapa partai pendukung Jokowi. Golkar, yang sangat berminat pada kursi ketua MPR, sudah memperlihatkan resistensinya dengan mengatakan bahwa rekonsiliasi bukan berarti bagi-bagi kursi. Jalan Gerindra untuk meraih kursi ketua MPR tidak akan mudah.

Begitu pentingkah jabatan ketua MPR sehingga diperebutkan? Dibandingkan pimpinan DPR yang lebih punya kekuatan dalam memengaruhi pengambilan kebijakan eksekutif, baik mendukung atau menolak, mengritik, meminta penjelasan dan hak-hak konstitusional lainnya, ketua MPR dan jajaran pimpinan lebih terlihat sebagai simbol. Bagi partai politik, memegang salah satu simbol kenegaraan tetap merupakan hal penting karena wakilnya akan sering hadir dalam acara-acara kenegaraan, sebagaimana Zulkifli Hasan dari PAN yang kini menjabat Ketua MPR. Dalam konteks kenegaraan, partai politik tetap memerlukan saluran ‘promosi’—bahwa mereka hadir sebagai salah satu kekuatan politik penting.

Peran pimpinan MPR akan lebih terasa apabila ada isu-isu strategis yang menjadi agenda MPR, bukan hanya fungsi-fungsi seremonial seperti menjadi forum pelantikan Presiden dan Wapres terpilih serta melakukan sosialisasi Pancasila seperti yang selama ini dilakukan. Setidaknya ada beberapa isu strategis yang dapat dipertimbangkan masuk ke dalam agenda MPR periode mendatang, yaitu membuka peluang bagi amendemen terbatas undang-undang dasar, mengembalikan tempat MPR sebagai lembaga tertinggi negara, dan mengembalikan fungsi MPR dalam menyusun Garis Besar Haluan Negara [GBHN] agar arah pembangunan jangka panjang lebih terencana sebagai hasil pemikiran bersama wakil-wakil DPR dan DPD, dan tidak memberikan kebebasan sepenuhnya kepada Presiden sebagai eksekutif untuk menyusun rencana pembangunannya sendiri.

Apakah dalam kerangka isu-isu strategis tersebut Gerindra ingin memperoleh kursi ketua MPR? Ataukah setidaknya ini menjadi obat penawar bagi partai yang memperoleh suara terbanyak kedua setelah PDI-P ini, dan tidak terpaut jauh dari Golkar di urutan ketiga, ketimbang tidak memperoleh jabatan publik apapun di legislatif? Jika Gerindra mampu melobi partai-partai koalisi PDI-P untuk berbagi kursi ketua MPR, Gerindra memiliki peluang untuk memasukkan agenda strategisnya pada tataran yang lebih dasar, yakni amendemen terbatas undang-undang dasar yang di antaranya mengembalikan fungsi MPR untuk menyusun GBHN yang harus menjadi panduan pemerintah dalam menjalankan program-programnya. Selama ini, Gerindra termasuk yang mendukung dihidupkannya kembali GBHN, namun isu ini belum pernah memperoleh perhatian selayaknya. Tapi Gerindra harus lebih dahulu mampu mengatasi tantangan pertama dan terpenting, yakni hasrat PDI-P untuk menguasai legislatif dengan mempercayakan kepemimpinan MPR kepada sekutunya di koalisi, yakni Golkar. Sebab, dengan menguasai legislatif, agenda eksekutif dan legislatif PDI-P dan koalisinya akan berjalan tanpa rintangan dan tantangan yang berarti. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler