x

Iklan

Tengku Raka

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 Oktober 2019

Jumat, 11 Oktober 2019 17:01 WIB

Fair Trial, Agama, HAM dan Hukuman Mati

Artikel ini membahas tentang bagaimana HAM dan Agama mempunyai titik temu dalam permasalahan hukuman mati yakni penegakan peradilan yang adil (fair trial). Penegakan asas fair trial harus menjadi perhatian, karena dalam beberapa kasus hukuman mati di Indonesia banyak terjadi pelanggaran hak pada terpidana mati salah satunya adalah hak atas peradilan yang adil bagi terpidana.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hukuman mati, kata yang tidak asing dan ketika mendengarnya saja dalam pikiran saya langsung membayangkan orang yang ditembak mati dengan kondisi mata tertutup – mungkin orang lain pun akan berpikiran hal yang sama. Tapi, pernahkah Anda membayangkan ketika Anda berada pada posisi orang yang akan dihukum mati? Saya pikir saya sendiri pun tidak bisa membayangkan seperti apa jika saya berada di posisi seperti itu.

Sangat sulit untuk menemukan definisi pasti dari hukuman mati itu. Tetapi ada satu hal yang bisa disepakati bahwa hukuman mati bisa dikategorikan sebagai hukuman yang paling berat, dan bersifat  tidak bisa ditarik kembali.

Apabila berbicara hukuman mati, selalu ada pro kontra di dalamnya. Di satu sisi, hukuman mati kerap ditentang karena melanggar hak asasi manusia (HAM). Di sisi lain mereka yang mendukung hukuman mati berargumen bahwa hukuman mati dapat menimbulkan efek jera dan gentar. Melihat realitas yang ada, masih ada beberapa negara yang sistem hukumnya ‘rentan’ (terjadi transaksional, unfair trial, dll) bagi terpidana, khususnya terpidana mati.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setidaknya ada dua hal yang akan dirampas dari seorang terpidana mati. Pertama, mereka akan kehilangan hak atas peradilan yang adil (fair trial). Kedua, mereka kehilangan hak atas hidupnya. Tentunya bukanlah hal gampang jika kita berada di posisi sebagai terpidana mati yang hak mendasarnya diambil tanpa mendapatkan peradilan yang adil.

Tren hukuman mati

Bagaimana tren hukuman mati saat ini? Berdasarkan data tahun 2018 dari Death Penalty Infirmation Center (DPIC) setidaknya sudah ada 142 negara yang melakukan penghapusan hukuman mati baik secara hukum maupun praktiknya.[1] Tren ini terus menunjukkan peningkatan. Hal tersebut bisa dilihat dari laporan-laporan tentang hukuman mati, salah satunya laporan Amnesty Internasional yang berjudul “10 Reason To Abolish Death Penalty” .

Di tahun 2004, sudah ada 118 negara yang melakukan penghapusan hukuman mati baik secara hukum dan praktik, dengan rata-rata setiap tahunnya terdapat 3 negara yang menghapus hukuman mati.[2] Tren di dunia sedang mengarah ke arah penghapusan hukuman mati yang bisa dikatakan menuju ke arah yang baik dan humanis. Namun masih terdapat negara-negara yang masih mempertahankan hukuman mati.

Amnesty International sendiri mencatat terdapat sekitar 690 orang yang dieksekusi pada tahun 2018.

Argumentasi semu pemerintah

Sampai saat ini saya masih mempercayai bahwa hukuman mati tidak perlu diterapkan dan lebih baik mengedepankan pemberian ‘kesempatan’ bagi terpidana mati, bukan justru mengeksekusinya. Selama ini hukuman mati telah ditopang oleh dasar yang tidak kokoh yakni kepercayaan aprioris terhadap kemampuan hukuman mati, sebagai bentuk hukuman yang paling keras di dalam menurunkan angka kejahatan.

Pendeknya hukuman mati masih dipercayai untuk menurunkan angka kriminalitas. Kepercayaan ini terus diproduksi ulang oleh pemerintah untuk menguatkan posisi hukuman mati di mata masyarakat. Menurut, Gerber dan Johnson klaim hukuman mati sebagai produk hukum yang memperkuat kembali ikatan sosial, memiliki prospek penggetar, manfaat politik serta dapat membalaskan dendam (retaliasi) korban. Semua itu adalah kepercayaan argumentatif pemerintah.[6]

Pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan data dan fakta yang terjadi di lapangan, contohnya pasca eksekusi mati terpidana narkotika di Indonesia angka kejahatan narkotika naik tiap tahunnya. Angka terakhir di tahun 2018 menunjukan ada 112.467 terpidana narkotika di penjara, ini naik 50% dari tahun 2015.[7]

Begitu juga dengan kasus terorisme, pasca eksekusi mati terhadap tiga narapidana terorisme di 2008 bukannya menyurutkan gerakan terorisme, yang ada. malah justru bermunculan jaringan-jaringan baru. Hal Ini menguatkan argumen Gerber dan Johnson di atas, bahwa selama ini kepercayaan argumentatif yang disampaikan pemerintah berdasarkan hal yang semu tidak berkaca pada realita (data dan fakta) di lapangan.

Agama memandang hukuman mati

Jika memakai sudut pandang HAM jelas hukuman mati sangat ditentang karena melanggar hak asasi yakni hak atas kehidupan. Jika memakai sudut pandang keamanan, hukuman mati bisa dinilai sebagai metode penghukuman yang memberikan efek jera. Lalu bagaimana agama memandang (moral) hukuman mati?

Agama besar seperti Islam dan Kristiani tampaknya membenarkan/memperbolehkan hukuman mati – setidaknya terlihat dari sejumlah ayat di dalam Kitab Suci masing-masing. Dalam Islam dikenal istilah qishash (pembalasan). Secara harfiah Qisas berarti pembalasan setimpal: utang nyawa dibayar nyawa (an eye for eye)[8]

Qisas dapat dijatuhkan atas pertimbangan hakim serta permintaan keluarga korban. Qisas dijatuhkan hanya pada kasus pembunuhan dan pencederaan yang dilakukan sengaja dan tanpa hak.

Ada sebuah kisah menarik di mana Nabi Muhammad SAW membatalkan hukuman mati pada 10 orang ketika peristiwa Fathu Makkah atau pembukaan kota Mekkah. Beliau membatalkan 7 eksekusi mati, dengan pertimbangan bahwa tujuh orang ini tidaklah membahayakan kehidupan orang lain, sekalipun pernah membunuh orang. Sedangkan tiga orang lainnya tetap dieksekusi dengan alasan rekam jejak hidup dan dapat membahayakan kehidupan orang lain.[10]

Dalam kepercayaan umat Kristen, hukuman mati juga tertuang dalam Perjanjian Lama di mana perintah untuk menghukum mati seseorang tertuang dalam banyak surat salah satunya surat Keluaran (21:12) tentang pembunuhan. Dan ini diperkuat dalam surat Bilangan (35:30), “setiap orang yang telah membunuh seseorang haruslah dibunuh sebagai pembunuh menurut keterangan saksi-saksi, tetapi kalau hanya satu orang saksi saja tidak cukup untuk memberi keterangan terhadap seseorang dalam perkara hukuman mati”.

Sekiranya ada hal menarik dalam ayat di atas bahwa hukuman mati tidak bisa dilakukan apabila hanya terdapat satu orang saksi, sebab hal itu tidak cukup untuk memberi keterangan terhadap orang yang akan dihukum mati dan bisa saja hukuman mati itu dibatalkan. Walaupun sepertinya kedua agama ini cenderung mendukung hukuman mati, tetapi ada nilai positif yang dapat diambil yakni penegakan peradilan yang adil, dan hal ini tertuang dalam Quran Surat Al-An‟am ayat 151 tentang larangan membunuh tanpa sebab dan haruslah berdasarkan keadilan, dan hukum serta dalam Kitab Perjanjian Lama ada surat Bilangan (35:30), dan Surat Lukas 10:27 tentang mengasihi tuhan dan sesama manusia.

Titik temu

Hukuman mati pun pada akhirnya hingga kini masih menjadi perdebatan, kelompok pro dan kontra akan terus saling beradu argumen mengajukan pandangan dan buktinya. Di Indonesia sendiri hukuman mati masih sering dijatuhkan kepada narapidana dengan ‘kejahatan luar biasa’.  Kerap kali peradilan di Indonesia merampas hak terpidana yakni hak atas peradilan yang adil (fair trial), yang secara praktiknya otomatis merugikan terpidana mati. Alih-alih memperbaiki kesalahan, pemerintah justru kerap mengulangi kesalahan yang sama.

Kita bisa melihat bagaimana Rani Andriani (2015 )dieksekusi mati padahal dia merupakan perempuan dan juga korban eksploitasi sindikat gelap narkotika. Setelah itu ada Rodrigo Gularte seorang yang mengidap skizofrenia dan bipolar yang divonis mati dan kemudian dieksekusi tahun 2016. Padahal jelas dalam KUHP pasal 44 “seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana jika cacat kejiwaan atau terganggung karena penyakit.”[11]

Indonesia seharusnya belajar dari kesalahan tersebut, walaupun saat ini untuk menghapus hukuman mati secara total, masih panjang jalannya. Setidaknya Indonesia perlu mulai melihat nilai-nilai yang ditawarkan oleh agama dalam memberlakukan terpidana hukuman mati.

Kita harus memandang permasalah lebih luas lagi dengan memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat meringankan bahkan membatalkan hukuman mati itu sendiri. Agama sudah mencoba memberikan contoh penegakan asas fair trial bagi terpidana. Jika menghapus hukuman mati dalam waktu cepat adalah ketidakmungkinan, setidaknya penegakan hak atas fair trial secara ketat haruslah menjadi prioritas utama pemerintah serta aparat penegak hukum. Itu untuk mengembalikan ruh peradilan yang adil bagi para terpidana, khususnya terpidana mati.

 

 

Sumber:

[1] Diakses pada 9 Oktober 2019 melalui https://deathpenaltyinfo.org/policy-issues/international/abolitionist-and-retentionist-countries

[2] Laporan Amnesty, ’10 Reason to Abolish Death Penalty’, Oktober 2004. Diunduh di https://www.amnesty.org/download/Documents/88000/afr010132004en.pdf

[3] Diakses pada 9 Oktober 2019 melalui https://www.amnesty.org/en/what-we-do/death-penalty/

[4] LBHM, Laporan penelitian “Memperkuat Perlindungan Hak Orang Berhadapan dengan Hukuman Mati/Eksekusi”, 2019, Hlm. 2.

[5] Diakses pada 9 Oktober 2019, melalui https://lbhmasyarakat.org/hukuman-mati-dan-terorisme/

[6] Iqrak Sulhin, “Mitos Penggentar Hukuman Mati”, Hlm. 86, di “Politik Hukuman Mati di Indonesia”, editor Robertus Robert & Todung Mulya Lubis, Marjin Kiri, 2016.

[7] Data Ditjenpas, diakses pada 9 Oktober 2019 melalui  http://smslap.ditjenpas.go.id/public/krl/current/monthly/year/2017/month/12

[8] Diakses pada 9 Oktober 2019, melalui https://islami.co/kisas-yang-tidak-kisasi/

[9] Ibid.,

[10] Diakses pada 9 Oktober 2019, melalui https://islami.co/rasulullah-saw-ternyata-banyak-membatalkan-hukuman-pancung/

[11] Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 44.

[12] Muhammad Daud Ali, “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia” dalam Aisyah Humaida, Eksekusi Hukuman Mati Jilid II Ditinjau dari Perspektif Hukum Hak Asasi Manusia (skripsi), hlm. 58.

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Tengku Raka lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler