x

Iklan

lukman nurhidayat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 15 Desember 2019

Senin, 16 Desember 2019 15:22 WIB

Dibalik Berdirinya Rumah Doa Bukit Rhema Magelang

Penerimaan masyarakat terhadap pembangunan Rumah Doa Bukit Rhema didasarkan pada kepentingan ekonomi. Kesimpulan tersebut dapat dilihat melalui identifikasi pendekatan historis berdasarkan wawancara bersama narasumber dari pengelola dan warga setempat. Pada masa akhir vakumnya pembangunan Rumah Doa Bukit Rhema, pihak pengelola melakukan usaha pemberdayaan masyarakat melalui home-industry produk singkong. Melalui pendekatan kegiatan pemberdayaan tersebut masyarakat mulai sedikit deimi sedikit menerima Rumah Doa Bikit Rhema sebagai destinasi wisata rumah doa bagi seluruh bangsa, umat, dan agama.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Falsafah bangsa Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika, suka bergotong royong, saling membantu, dan menghargai antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat dilihat dalam potret kronologis terbentuknya bangsa Indonesia yang mampu saling menghargai antar suku bangsa.

Sejalan dengan hal tersebut Rumah Doa Bukit Rhema mengangkat tema multikulturalisme yang menampilkan rumah doa bagi segala bangsa. Rumah doa ini terdiri dari agama Islam, Kristen, Katholik, dan Buddha. Tidak hanya mengenai agama, Rumah Doa Bukit Rhema juga menampilkan mural dari beberapa budaya di Indonesia.  

Rumah Doa Bukit Rhema merupakan destinasi wisata religi, budaya, dan edukasi. Wisata religi ditampilkan dalam bentuk rumah doa dari empat agama di Indonesia. Wisata budaya ditunjukkan dengan adanya pengenalan budaya Indonesia lewat mural yang berada di lantai empat. Sedangkan wisata edukasi ditampilkan melalui mural bahaya NAPZA dan nilai-nilai multikulturalisme.

Rumah Doa Bukit Rhema menurut pengelola pada awalnya diinisiasi oleh Bapak Daniel Alamsyah sebagai tokoh yang dipercaya mendapatkan wahyu melalui mimpi untuk membuat sebuah rumah doa yang bisa digunakan oleh seluruh umat dari agama manapun untuk berdoa. Singkat cerita beliau berkunjung ke Bukit Rhema, beliau merasa bahwa bukit tersebut adalah tempat yang cocok untuk membangun rumah doa tersebut. Maka pada tahun 1992 dimulailah pembangunan rumah doa.

Pembangunan ini tidak hanya dilakukan oleh Bapak Daniel sendiri, melainkan juga dibantu oleh warga sekitar Bukit Rhema. Namun pada tahun 1996 pembangunan rumah doa ini sempat terhenti karena mengalami krisis dana. Kemudian pada tahun 2014 pembangunan pun berlanjut setelah rumah doa ini terkenal karena menjadi lokasi pengambilan gambar salah satu film yang terkenal pada saat itu.

Menurut Edward sebagai pramuwisata Rumah Doa Bukit Rhema, pada awal pendirian bangunan rumah doa, warga setempat mendukung dengan sepenuh hati. Bahkan warga sekitar turut serta membangun rumah doa ini," kata dia.

Seiring berjalannya waktu, warga mulai kurang nyaman dengan berdirinya bangunan tersebut. Hingga akhirnya muncul berita bahwa Pak Daniel menganut agama Kristen. Warga beranggapan demikian karena yang dibangun menyerupai gereja. Masyarakat setempat pun mulai mendapatkan penolakan dari masyarakat yang mayoritas beragama Islam.

Sejalan dengan penolakan tersebut Pak Daniel selaku pemilik lahan terus melakukan pendekatan terhadap warga dan menjelaskan konsep Rumah Doa yang merupakan tempat untuk berdoa dari berbagai bangsa, umat, dan agama. Berbagai upaya telah dijalani oleh Pak Daniel, seperti memberikan sembako terhadap warga sekitar, hingga membantu pencarian dana bantuan untuk pembangunan masjid di daerah Gombong. Lambat laun warga mulai menerima keberadaan Rumah Doa Bukit Rhema setelah adanya kegiatan wisata.

Rumah Doa Bukit Rhema semakin populer sejak menjadi latar salah satu adegan di film Indonesia yang berjudul Ada Apa Dengan Cinta? 2. Kesuksesan yang diraih film tersebut memunculkan branding dari Rumah Doa menjadi Gereja Ayam karena bentuk bangunannya yang menurut pengunjung menyerupai ayam. Namun, sebenarnya pihak pengelola sendiri bermaksud membuat Rumah Doa berbentuk burung merpati yang berarti perdamaian dan persahabatan. 

Rumah Doa Bukit Rhema mampu menarik perhatian wisatawan domestik hingga wisatawan mancenegara. Wisatawan dapat melihat panorama keindahan alam di sekitar Rumah Doa Bukit Rhema. Wisatawan dapat merasakan sensasi dikelilingi Bukit Menoreh, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, dan Gunung Sumbing.

Wisatawan yang datang ke Rumah Doa Bukit Rhema dapat memperoleh ilmu baru mengenai multikulturalisme, kekayaan alam, dan budaya di Indonesia. Diharapkan wisatawan dapat mempererat integrasi bangsa dan menjunjung tinggi toleransi. Tema multikulturalisme ini menjadi aset bagi pengembangan pariwisata sekaligus memberikan pesan moral bagi para pengunjungnya untuk menjunjung tinggi rasa toleransi dan persatuan.

Bapak Dimas selaku pengelola Rumah Doa Bukit Rhema mengatakan bahwa masyarakat setempat dilibatkan secara langsung dalam kegiatan pariwisata. Selain menjadi karyawan yang bertugas di lokasi tersebut pengelola juga mengajarkan pada masyarakat untuk menanam singkong. Diawali dengan mengadakan pelatihan penanaman dan pengolahan singkong di Dusun Gombong. Saat ini penjualan olahan singkong warga dusun Gombong di sekitar bukit Rhema memperoleh penghasilan per bulan 40 juta dan penghasilan kotor per tahun 500 juta untuk 16 kepala keluarga.

Singkong goreng dengan balutan sambal tradisional diberi nama Latela Gombong Cassava dapat dinikmati di Kedai Rakyat W’Dank Bukit Rhema dengan menukarkan tiket masuk. Tidak hanya singkong goreng, pengunjung juga bisa menikmati berbagai menu lain. Ada wedang (minuman hangat) ataupun minuman dingin. Kedai yang menyediakan aneka gorengan dan menu angkringan dari masyarakat setempat yang dilibatkan sebagai penjual.

Selain memperoleh pemasukan dari berjualan singkong masyarakat setempat juga mengalami peningkatan ekonomi melalui berdagang dan membuka lapak-lapak warung yang berada di sekitar lokasi wisata. Sebagaian warga juga menyediakan toilet umum bagi wisatawan yang berkunjung. Dampak positif tersebut menjadi sumber pemasukan bagi warga dan Dusun Gombong.

Adanya kegiatan pariwisata yang ada di Rumah Doa Bukit Rhema mampu membawa dampak positif masyarakat yang ada di sekitarnya. Masyarakat yang dulunya kurang produktif, sekarang warga setempat yang memiliki lahan luas menyewakan sebagian lahannya untuk dijadikan sebuah tempat parkir yang nyaman dan lapang bagi wisatawan yang membawa kendaran pribadi ke lokasi Rumah Doa Bukit Rhema.  Dengan demikian, peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat terangkat. 

 Berdasarkan pemaparan diatas dapat diketahui bahwa penerimaan masyarakat terhadap pembangunan Rumah Doa Bukit Rhema didasarkan pada kepentingan ekonomi. Kesimpulan tersebut dapat dilihat melalui identifikasi pendekatan historis berdasarkan wawancara bersama narasumber dari pengelola dan warga setempat.

Pada masa akhir vakumnya pembangunan Rumah Doa Bukit Rhema, pihak pengelola melakukan usaha pemberdayaan masyarakat melalui home-industry produk singkong. Melalui pendekatan kegiatan pemberdayaan tersebut masyarakat mulai sedikit deimi sedikit menerima Rumah Doa Bikit Rhema sebagai destinasi wisata rumah doa bagi seluruh bangsa, umat, dan agama.

Ikuti tulisan menarik lukman nurhidayat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 jam lalu

Terpopuler