x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Minggu, 2 Februari 2020 13:12 WIB

Jangan Ada Tangis Anak Yatim di Kaki Gunung Salak

Jangan ada tangis anak yatim di Kaki Gunung Salak. Saatnya membangun sikap kepedulian pada anak-anak yatim

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tidak ada kenikmatan yang luar biasa. Selain tawa seorang anak bersama ayah ibunya di rumah. Anak-anak yang bukan hanya aman di pelukan kasih sayang orang tuanya. Tapi lebih dari itu, segala keperluan hidupnya terjamin. Karena ayah ibunya selalu hadir untuk mengasuh, mendidik, bahkan menaungi hati dan pikiran sang anak di rumah.

 

Suasana rumah yang hangat dan penuh canda tawa itu tentu tidak bisa dirasakan anak-anak yatim atau yatim piatu. Anak yatim yang tidak lagi pernah merasakan kecupan cinta sang ayah. Anak yatim piatu yang tidak lagi mendapat kehangatan dekapan ayah dan ibu. Hanya rasa yang sepi dan sedih sehari-hari. Terus menerus menggelayut di hati dan pikiran mereka. Anak-anak yatim dan yatim piatu, suka tidak suka, hari ini hanya berteman dengan tetesan air mata. Akibat terlalu cepatnya “pergi” sang ayah dan ibu sekalipun kecupan keduanya masih sangat diperlukan anak-anak yatim piatu di usianya yang sangat muda.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Anak-anak yatim dan piatu, hidup dalam kesepian. Jauh dari asuhan dan didikan ayah ibu. Apalagi jaminan pangan dan sandang yang memang harus diterimanya seperti anak-anak lainnya. Anak-anak yang kehilangan sosok ayah bahkan ibu. Anak-anak tanpa kehangatan pelukan ayah dan ibunya. Saat gerimis hujan sekalipun. Lagi-lagi di pagi ini, tetes air mata anak yatim piatu pun mengalir deras.

 

Sebut saja, Sindi anak yatim kelas 6 SD di Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kaki Gunung Salak Bogor. Adalah fakta, hari-harinya dihadapkan pada kegiatan belajar dan merapihkan rumah. Untuk membantu ibunya yang sibuk mencari nafkah sehari-hari. Jangan jajan ke warung terdekat. Bermain bersama anak-anak sebayanya agak jauh dari harapan. Bahwa Sindi anak yatim adalah fakta. Sambil menunggu “sikap” orang-orang di sekelilingnya. Apa dan mau apa kita terhadap anak-anak yatim yang ada di dekat kita?

 

Jangan ada tetes air mata anak yatim di dekat kita.

Itulah sikap kepedulian yang dibangun masyarakat mampu di zaman now. Sementara di luar sana, berapa orang “berkompetisi” mempertontonkan gaya hidup, perilaku konsumtf, bahkan cenderung hedonis. Masihkah ada sikap kepedulian yang lebih konkret selain menyebut anak-anak yatim “kasihan mereka”?

 

Masih pantaskah kita berteriak-teriak keadaan ekonomi sulit? Bila dibandingkan anak-anak yatim piatu yang tiap hari meneteskan air mata seusai sholat mereka? Anak-anak yang bukan hanya tidak tercukupi kebutuhan ekonominya. Tapi kebutuhan psikologis seperti kasih sayang dan kecupan cinta orang tua pun tidak lagi pernah mereka dapatkan?

 

Bahwa hari ini, anak-anak yatim piatu terkesan kotor, dekil, dan kumuh adalah fakta. Pendidikan mereka pun terancam putus sekolah, bila tidak ingin disebut bodoh. Perilakunya banyak yang menyebutnya nakal. Itu semua terjadi karena anak-anak yatim piatu “gagal” merawat diri sendiri. Mereka hanya berjuang untuk hidup, untuk tetap bisa sekolah. Dan tidak ada lagi orang dewasa yang menasehatinya sehari-hari. Kadang, mereka bukan hanya terlantar. Tapi juga tidak diperhatikan, sungguh memilukan.

 

Jangan ada tetes air mata anak yatim di dekat kita. Bahkan jangan ada lagi tangis di hati-hati kecil anak-anak yatim piatu.  Akibat anak-anak yatim selalu bertarung keras dalam hidup yang “terpaksa” mereka harus jalani. Percuma keluh kesah, percuma berdiam diri. Begitu kata batin mereka sepakat.

 

Maka tidak peduli seberapa besar kekayaan dan harta yang kamu kumpulkan. Semua itu tiada guna di mata anak-anak yatim piatu.


Sikap kepedulian terhadap anak-anak yatim piatu itulah yang selalu dijaga secara konsisten oleh Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program Taman Bacaan Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor. TBM Lentera Pustaka secara rutin setiap bulan selalu bertatap muka, silaturahmi dan duduk bersama dalam pengajian anak-anak yatim binaan di 3 lokasi yang berbeda; 1) ada 10 anak yatim di Warung Loa Kaki Gunung Salak Bogor, 2) ada 10 anak yatim di Kreo Larangan, adan 3) ada 12 anak yatim dan 5 janda di Harvest City Cileungsi. Sekitar 32 anak yatim dalam binaan kini tiap bulan mengaji rutin. Kolaborasi bersama teman-teman baiknya, Syarifudin Yunus hingga kini tetap istiqomah “bergaul” bersama anak-anak yatim piatu dalam binaannya; mengaji setiap bulan sambil berkirim doa untuk orang tua mereka yang sudah meninggal dunia, di samping sedikit memberi uang jajan bagi mereka. Agar jangan ada tetes air mata anak yatim di dekatnya, sambil sedikit menyenangkan hati anak-anak yatim. Sungguh, itu sudah cukup.

 

Mengapa jangan ada tetes air mata anak yatm di dekat kita?

Jawabnya sederhana. Untuk apa manusia berada di bumi-Nya, selain untuk mengabdi kepada Allah SWT dan membantu orang-orang yang tidak mampu, di samping bermanfaat untuk orang lain yang membutuhkan. Manusia ada, tentu bukan untuk mempertontonkan “kenikmatan pribadi” seperti traveling, kuliner, dan gaya hidup. Karena manusia ada untuk membangun sikap kepedulian yang lebih besar dari sebelumnya, di samping tetap mau berbuat untuk memuliakan anak-anak yatim piatu yang di dekatnya.

 

Tapi lebih dari itu, setidaknya ada lima keutamaan besar dari membantu anak-anak yatim piatu, antara lain: 1) melunakkan hati yang keras, 2) terpenuhinya kebutuhan hidup,  3) memperoleh perlindungan  dari Allah SWT, 4) investasi amal untuk akhirat, dan 5) bukti nyata sifat syukur di dunia yang tidak hanya berani mencari tapi berani berbagi.

 

Maka jangan ada tetes air mata anak yatim di dekat kita.

Karena siapa saja yang berani menolong anak-anak yatim di muka bumi maka ia berhak mendapat kasih sayang pemilik langit dan bumi. Siapa yang berani menyenangkan Allah SWT, maka Allah SWT pun akan menyenangkannya selama berada di dunia. Dan percayalah, Allah SWT tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya yang baik terjebak dalam kesulitan. Maka bantulah anak-anak yatim di dekat kita …

 

Dan yang terpenting, jangan pernah “me-yatimkan diri dalam kehidupan” sebelum mensyukuri segala nikmat dan karunia yang telah diperoleh. Agar anak-anak yatim itu tidak lagi mengangis terus-menerus … #YatimBinaan #PeduliAnakYatim #TBMLenteraPustaka

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB