x

cover buku Di Tepi Kali Bekasi

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 1 Maret 2020 16:40 WIB

Di Tepi Kali Bekasi

Semangat pemuda membela Tanah Air di awal Kemerdekaan di mata Pramoedya Ananta Toer.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Di Tepi Kali Bekasi

Penulis: Pramoedya Ananta Toer

Tahun Terbit: 2003 (cetakan ke-5)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Lentera Dipantara                                                                                 

Tebal: 262

ISBN: 979-97312-2-9

 

Novel ini berkisah tentang jaman setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan. Jaman dimana Belanda tidak rela wilayah bekas jajahannya memisahkan diri. Jaman dimana tentara Inggris, sebagai wakil pemenang Perang Dunia Kedua masuk ke wilayah yang sebelumnya diduduki oleh Jepang yang kalah perang. Novel ini berkisah tentang para pemuda yang tergerak jiwanya untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah dilantunkan. Kisah tentang para pemuda yang berani melawan tentara Inggris dan Belanda yang memiliki peralatan perang yang lebih lengkap.

Selain memuat perjuangan para tentara remaja, novel ini mengisahkan juga ketegangan psikologi antara ayah dan anak yang berbeda pendapat tentang berjuang membela kemerdekaan. Pram juga mengangkat kisah-kisah percintaan antarpejuang yang sedang berada di medan laga.

Dengan menggunakan tiga tokoh utama tentara, yaitu Farid, Surip dan Amir, Pram menunjukkan betapa sulitnya masa perjuangan tersebut. Melalui tokoh pendamping Nanny, Safiyah dan bapak Farid, Pram membumbui ceritanya dengan kisah cinta dan pertentangan psikologis.

Farid, Surip dan Amir adalah tiga anak remaja yang masuk tentara karena ingin membela kemerdekaan yang sudah dikumandangkan. Di antara ketiga pemuda ini, Amir adalah pemuda yang sudah mempunyai pengalaman dalam perang. Amir sudah pernah di front di Bandung dan di front lainnya. Amir sudah pandai menggunakan senjata api. Sementara Surip dan Farid adalah pemuda yang masuk tentara karena bersemangat. Keduanya belum memiliki pengalaman bertempur. Farid anak orang berkecukupan dan pemberani, sementara Surip adalah anak dari keluarga yang kekurangan dan penakut. Alasan Surip untuk masuk tentara adalah karena ingin mempertahankan hidup.

Meski ketiganya mempunyai alasan yang berbeda, tetapi ketiganya besahabat. Amir yang lebih berpengalaman mendapatkan karir yang cepat. Namun sayang, ia juga cepat hilang dari kisah di novel ini karena Amir terbunuh dalam peperangan melawan tentara Inggris. Kematian Amir membuka kisah baru, karena Amir berpacaran dengan seorang gadis Indo Perancis bernama Nanny.

Surip yang masuk tentara karena ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik menjadi berkecukupan karena melakukan pencatutan sana-sini. Apalagi Surip berkedudukan di bidang keuangan. Namun akhirnya Surip harus kembali ke front karena kasus kerupsinya mulai tercium. Pram menunjukkan bahwa tidak semua dari mereka yang berjuang di medan tempur adalah orang-orang yang tanpa cacat. Godaan begitu besar. Melalui tokoh Surip Pram mengelaborasi kisah-kisah pejuang yang tergiur untuk mendapat kenikmatan duniawi secara cepat.

Tokoh utama kisah ini adalah Farid. Farid adalah anak seorang bekas KNIL yang pernah bertugas di Aceh. Keluarga Farid berkecukupan. Itulah sebabnya ayah Farid menentang rencana Farid untuk menjadi tentara. Ayah Farid tahu bagaimana kejamnya peperangan. Apalagi perang dengan Belanda dan Inggris yang peralatan perangnya lebih canggih dan banyak.

Pada suatu kesempatan, Farid mengunjungi keluarganya di Jakarta. Namun Farid tidak menemukan keluarganya. Menurut penuturan tetangganya, rumah Farid digarong. Ayah Farid pergi entah kemana. Namun kemudian, Farid mengetahui bahwa ayahnya menjadi tukang masak di dapur NICA. Betapa sakit hatinya Farid mengetahui hal ini. Kebencian Farid kepada ayahnya semakin menjadi-jadi. Ia segera meninggalkan Jakarta dan membenamkan diri dalam front.

Mari kita lihat sisi percintaan yang muncul dalam novel ini. Saat Farid diangkat menjadi kopral dan harus berjuang di front, Farid berkunjung ke makam Amir untuk berpamitan. Di makam, ia bertemu dengan Nanny dan Surip. Sejak itu Nanny hidup bersama Surip di Cikampek. Saat Farid berkesempatan ke Cikampek, Farid menyatakan cintanya kepada Nanny. Nanny pun menyambut cinta Farid, meski sebelumnya mereka telah bersepakat untuk membuat hubungan kakak – adik. Nanny menganggap Farid sebagai adiknya.

Sebagai prajurit yang berjuang di lapangan, Farid juga tertarik dengan para gadis desa yang ada di front dimana dia bertugas. Farid menjalin hubungan asmara dengan Safiyah. Mungkin Farid hanya main-main dalam hubungan ini. Namun sepertinya hubungannya menjadi terlalu jauh. Farid menjadi kebingungan untuk menentukan kepada siapa hatinya ditambat. Nanny atau Safiyah?

Di antara novel-novel Pram, “Di Tepi Kali Bekasi” ini adalah novel yang kurang terlihat tema perjuangan rakyat. Novel ini adalah dramatisasi dari sebuah pengalaman. Sangat berbeda dengan novel-novel lainnya, novel ini tidak menunjukkan kisah perjuangan rakyat dalam melawan kelaliman. Tokoh Farid adalah tokoh dari kalangan berada. Konflik Farid adalah konflik keberpihakan kepada negara atau kepada penjajah.

Dalam hal Surip pun, saya tidak menemukan tokoh miskin yang memilih jadi tentara ini digunakan sebagai tokoh rakyat yang memperjuangkan kemiskinannya secara heroik. Surip malah digambarkan sebagai tentara yang tidak tahan hati terhadap kemiskinan. Surip menggunakan kekuasaannya untuk menyenangkan diri sendiri.

Dalam hal kisah percintaan, saya mendapati bahwa aspek cinta perasaan individu lebih menonjol daripada digunakan sebagai sarana untuk menonjolkan penderitaan rakyat. Memang Pram memilih tokoh Indo Perancis (Nanny) sebagai tokoh utama perempuan. Pram ingin menunjukkan bahwa bukan rasa atau darah/keturunan yang menentukan keberpihakan seseorang kepada kemerdekaan dan kemanusiaan. Namun Nanny pun tidak mewakili rakyat jelata yang menderita dan melakukan pemberontakan terhadap kondisinya.

Benarkah Pram tidak membawa pesan perjuangan rakyat dalam novel ini? Saya tidak sepenuhnya yakin. Apalagi novel ini tinggal sepenggal saja. Hanya seperempat bagian yang masih terselamatkan. Sebagian naskah hilang bersama kebiadaban penguasa (NEFIS) yang menyita naskah aslinya. Novel lengkap terbit pertama di tahun 1947. Apakah kisah tentang rakyat yang bergotong-royong memperjuangkan haknya ada di tigaperempat bagian novel yang hilang? Atau Pram memang belum sepenuhnya memilih ideologi sastra untuk rakyat? Saya tidak tahu.

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler