x

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bekerjasama dengan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menggelar acara workshop go public dan fasilitas perpajakan bagi perusahaan di Kantor Pusat Dirjen Pajak, Jakarta, Senin, 29 April 2019. Acara tersebut diikuti oleh lebih dari 160 wajib pajak berbentuk perseroan terbatas yang terdaftar di delapan kantor wilayah DJP di Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Iklan

Sujana Donandi Sinuraya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 November 2019

Rabu, 4 Maret 2020 16:32 WIB

Hak dan Kewajiban Pemegang Saham dalam Perseroan Terbatas

Artikel ini menjelaskan mengenai hak dan kedudukan pemegang saham dalam suatu Perseroan Terbatas

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hak dan Kewajiban Pemegang Saham dalam Perseroan Terbatas

Oleh: Sujana Donandi S

Dosen Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Presiden

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemegang saham merupakan pihak yang memiliki suatu perseroan terbatas atau yang selanjutnya disebut PT. Hal ini karena saham sendiri merupakan instrumen bisnis dalam bentuk bukti kepemilikan atas suatu PT. Maka, pemegang saham dapat pula diartikan sebagai pemilik atas suatu instrumen bukti kepemilikan PT atau singkatnya, pemilik PT.

Anggapan yang kadang keliru di tengah masyarakat adalah dengan menggeneralisasi seluruh pemilik badan usaha sebagai pemegang saham. Padahal, istilah pemegang saham secara gamblang ditujukan bagi kepemilikan PT. Bagi badan usaha lain, istilah yang digunakan berbeda sesuai dengan karakteristik badan usaha yang dimiliki. Dalam badan usaha berbentuk perusahaan perseorangan, maka terhadap yang memilikinya dapat disebut ‘pemilik’. Karakteristik perusahaan perseorangan yang modal kepemilikannya hanya dimiliki oleh satu orang meyebabkan kedudukan pendirinya dapat dianggap sebagai pemilik yang sifatnya utuh atau hanya bagi dirinya semata. Sementara itu, dalam badan usaha persekutuan tidak berbadan hukum, seperti Firma ataupun Persekutuan Komanditer (CV), bagi pemiliknya melekat sebutan ‘sekutu’ atau ‘rekan’. Hal ini sesuai dengan nama dari bentuk badan hukumnya yaitu ‘persekutuan’, suatu wadah dimana para sekutu/rekan bersatu dan bersama-sama menjalankan usaha. Sementara itu, dalam badan usaha koperasi, pemiliknya disebut ‘anggota’. Pemahaman tentang istilah anggota ini selain merupakan penafsiran dari ketentuan Undang-Undang Koperasi juga merupakan konsekuensi logis dari prinsip koperasi itu sendiri, yaitu untuk menyejahterakan anggotanya. Sementara itu, pada badan usaha yayasan, disebut pendiri. Hal ini karena pendiri yayasan memang tidak diperkenankan untuk mengambil keuntungan dari yayasan yang didirikannya, sehingga baginya hanya melekat kewajiban untuk merealisasikan ideologi sosial, agama, ataupun pendidikannya dalam yayasan yang didirikannya. Sementara itu, dalam PT, undang-undang jelas menyebut bahwa pemilik suatu PT disebut ‘Pemegang Saham’.

Kedudukan Pemegang Saham memberikan kesempatan bagi seseorang untuk dapat memperoleh keuntungan berupa deviden yang dapat dinikmati setelah tahun buku keuangan berakhir dan perusahaan memiliki sisa profit yang dapat dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk deviden. Akan tetapi, jika perusahaan merugi, maka pemegang saham juga tidak dapat menikmati deviden yang diharapkan.

Deviden hanyalah salah satu hak pemegang saham dalam suatu PT. Masih ada hak-hak lainnya yang melekat pada pemegang saham suatu PT. Selain hak-hak, bagi pemegang saham juga dimungkinkan munculnya kewajiban-kewajiban yang melekat atas statusnya sebagai pemegang saham. Penulis hendak memaparkan hak-hak dan kewajiban tersebut agar bagi para pembaca yang saat ini merupakan seorang pemegang saham PT, ataupun berencana untuk mendirikan atau membeli saham suatu PT dapat mengetahui hak-hak dan kewajiban yang melekat atas kedudukannya sebagai pemegang saham. Hak-Hak yang melekat pada pemegang saham sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas atau yang selanjutnya disebut UU PT adalah sebagai berikut:

 

  1. Hak Untuk Memperjuangkan Kepentingan di Muka Pengadilan

Hak ini diatur dalam Pasal 61 UU PT yang menyatakan bahwa setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris. Ketentuan ini menunjukkan bahwa dalam hal pemegang saham memandang keputusan RUPS, Direksi, dan atau Dewan Komisaris kurang tepat ataupun tidak adil, maka ia dapat menguji tindakan tersebut di muka pengadilan. Dengan adanya hak ini, maka pemegang saham dapat memperjuangkan kepentingannya dan terbuka kanal baginya untuk meminta keadilan dari sang pengadil, yaitu hakim di lembaga peradilan. Ketentuan lain yang mengatur hak ini adalah ketentuan Pasal 97 Ayat (6) yang menyatakan bahwa atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan. Ketentuan ini mencoba melindungi pemegang saham dari adanya itikad buruk yang dilakukan oleh Direksi yang dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Dalam rangka meyikapi hal ini, UU PT memberikan hak kepada pemegang saham untuk mengajukan gugatan di muka pengadilan atas tindakan tersebut. Ketentuan lainnya yang juga secara prinsip memberikan hak bagi pemegang saham untuk membela kepentingan di muka pengadilan adalah Pasal 114 Ayat (6) yang menyatakan bahwa atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri. Jika pada Pasal 97, hak mengajukan gugatan muncul atas adanya itikad buruk Direksi, maka Pasal 114 Ayat (6) merupakan saluran bagi pemegang saham atas tindakan komisaris yang dianggap secara salah, sengaja, dan atau dengan itikad buruk menghasilkan kerugian bagi perseroan.

 

  1. Hak Atas Kedudukan Minoritas

Hak ini dapat dipakai dalam situasi pemegang saham ada dalam kedudukan minoritas ataupun kalah dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, maka mau tidak mau PT akan menjalankan keputusan mayoritas dalam suatu forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Hal ini daitur dalam ketentuan Pasal 62 Ayat (1) UU PT yang menyatakan bahwa setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa:

a. perubahan anggaran dasar;

b. pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50%

(lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; atau

c. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.

 

Tampak bahwa ketentuan pasal ini berideologi untuk memproteksi pemegang saham yang merasa tidak nyaman lagi untuk melanjutkan eksistensinya di PT. Hal ini karena adanya keputusan ataupun tindakan yang bagi si pemegang saham tidak sesuai lagi dengan ideologinya atau setidaknya dia berpendapat tindakan itu sudah tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar PT. Dalam hal ini terjadi, maka PT berkewajiban untuk membeli saham yang dimiliki oleh si pemegang saham jika si pemegang saham menghendaki untuk keluar dari kedudukannya sebagai pemagang saham pada PT tersebut.

 

  1. Hak Atas Informasi

Dalam Pasal 75 Ayat (2) UU PT dijelaskan bahwa dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan. Sebagai pemilik perusahaan, maka pemegang saham berhak untuk tahu informasi-informasi yang dianggapnya penting untuk dapat menilai dan melihat kondisi perusahaan, termasuk performa dari Direksi dan atau Dewan Komisaris. Informasi ini dapat dimintakan saat berjalannya RUPS yang diselenggarakan oleh PT.

 

  1. Hak Untuk Menginisiasi RUPS Penyelenggaraan

Pasal 79 Ayat (2) huruf a menyatakan bahwa RUPS dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil. Artinya, jika pemegang saham baik secara tunggal maupun komulatif dengan minimal jumlah saham 10 persen bersepakat untuk meminta diadakannya RUPS, maka RUPS dapat dilakukan.

 

  1. Hak Suara Dalam RUPS

Pasal 85 UU PT menyatakan bahwa  Pemegang saham, baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. Dengan demikian, maka sepanjang saham yang dimiliki oleh pemegang saham memiliki hak suara, maka ia dapat ambil andil dalam memberikan suara terkait hal-hal yang berkaitan dengan perubahan anggaran dasar, penunjukkan dan pemberhentian Direksi dan atau Dewan Komisaris, Menyetujui laporan tahunan perusahaan, dan juga restruturisasi perusahaan. Akan tetapi, kondisi ini tentunya tidak berlaku dalam suatu PT yang di dalamnya ada seorang pemegang saham mayoritas, seperti BUMN misalnya. Dalam suatu PT yang di dalamnya ada pemilik saham mayoritas, maka apa yang diputuskan oleh si pemegang saham mayoritas tersebut otomatis berlaku sebagai keputusan RUPS.

 

Selain hak-hak sebagaimana telah dijelaskan di atas, bagi pemegang saham juga melekat tanggung jawab. Terhadap PT, sebenarnya pemegang saham memiliki tanggung jawab yang terbatas mengingat PT merupakan subjek hukum yang memiliki hak dan tanggung jawabnya sendiri. Hal ini juga yang dinyatakan olej Pasal 3 Ayat (1) UU PT yang menyatakan bahwa Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki. Jelas bahwa secara mendasar, tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas nilai saham yang ia miliki di dalam PT. Akan tetapi, menurut ketentuan Pasal 4 Ayat (2), terbebasnya pemegang saham terhadap perikatan dan kerugian perseroan tidak berlaku apabila:

a.persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad

buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;

c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang

dilakukan oleh Perseroan; atau

d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara

melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan

Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

 

Tampak bahwa pemegang saham dalam kondisi tertentu dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kerugian perseroan. Penulis mengelompokkan syarat tersebut ke dalam dua golongan. Pertama, sebab formalitas, yaitu belum terpenuhinya persyaratan badan hukum pada PT menyebabkan pemegang saham bertanggung jawab sampai ke harta pribadi miliknya dalam hal perseroan mengalami kerugian. Dengan kata lain, ketika PT belum memperoleh status badan hukum, maka ia dapat dianggap sama seperti persekutuan non badan hukum, seperti firma atau CV di mana para sekutu bertanggung jawab sampai ke harta pribadi yang dimilikinya atas kerugian dan tanggung jawab yang diemban oleh badan usaha yang didirikannya. Kedua, tanggung jawab dapat dimintakan kepada pemegang saham karena adanya tindakan yang tercela. Tindakan ini termasuk di dalamnya adanya itikad buruk, keterlibatan pemegang saham dalam suatu perbuatan melawan hukum yang merugikan PT, dan penyelewengan penggunaan kekayaan perseroan yang membawa kerugian bagi PT.

 

Tanggung jawab atas perseroan bagi pemegang saham juga berlaku dalam hal setelah Perseroan memperoleh status badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang dandalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut terjadi, pemegang saham tidak dapat menemukan pemegang saham yang baru. Dalam kondisi ini, maka pemegang saham yang tersisa bertanggung jawab secara pribadi terhadap hak maupun tanggung jawab PT. Dengan kata lain, apabila situasi ini terjadi, maka kedudukan PT kini telah sama dengan perusahaan perseorangan.

Melalui pemahaman tentang hak dan kewajiban sebagaimana telah Penulis paparkan, Penulis berharap masyarakat kini lebih mengetahui hak dan kewajibannya sebagai seorang pemegang saham. Bagi Pembaca yang bukan merupakan pemegang saham suatu PT, tulisan ini diharapkan dapat memberikan pencerahan dan menjelaskan perihal normative dibalik realita yang mungkin selama ini dialami oleh masyarakat yang bekerja di suatu PT. Masyarakat kini tahu sampai sebatas mana seorang pemegang saham dapat dimintakan tanggung jawab atas kedudukannya sebagai pemilik PT. Dengan demikian, maka akan ada pemahaman yang lebih baik bagi masyarakat maupun pemegang saham mengenai hak dan kewajiban pemegang saham dalam suatu PT.

Ikuti tulisan menarik Sujana Donandi Sinuraya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler