x

Solidaritas Masyarakat Adat Dayak Menuntut Pembebasan Enam Orang Peladang di Depan Pengadilan Negeri Sintang (Kamis, 21/11/2019). Foto : Facebook.com

Iklan

Rian Antony

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Agustus 2019

Senin, 9 Maret 2020 10:53 WIB

Peladang Bukan Kriminal

Sidang putusan kasus Karhutla terhadap enam orang peladang di Pengadilan Negeri Sintang merupakan bentuk tuduhan yang dilakukan negara terhadap rakyatnya sendiri. Negara dengan politik dan kekuasaannya hendak mengatakan bahwa peladanglah yang menjadi biang atas kebakaran hutan dan kabut asap yang melanda Indonesia selama satu dekade terakhir.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pembacaan putusan kasus Karhutla akan dilakukan pada hari Senin, 9 Maret 2019. Keadaan tersebut semakin membuat perbincangan tentang aksi solidaritas terhadap peladang semakin terdengar luas di masyarakat. Pembicaraan semakin mengarahkan pada keikutsertaan sekaligus seruan yang mengatakan bahwa peladang bukanlah kriminal dan berladang bukanlah aktivitas yang bertentangan dengan hukum dan peraturan, melainkan aktivitas kultural-etnis yang dilakukan masyarakat adat dayak sejak berabad lalu.

Tindakan masyarakat adat dayak yang bersama-sama turun ke jalan bukan hanya sebagai bentuk dukungan dan solidaritas terhadap bangsanya, tetapi juga sebagai bentuk perlawanan terhadap tindakan negara yang ingin mengusik adat dan tradisi, juga kepercayaan dari leluhurnya.

Semakin hari, semakin banyak cerita yang berkembang di masyarakat tentang makna dari aktivitas berladang yang dijalankan oleh masyarakat adat dayak. Mulai dari ngireng padi hingga sebagai bentuk ikatan spiritual masyarakat adat dayak dengan tanah, benih dan roh para leluhur.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada saat berladang ‘roh’ padi ditimang, ‘roh’ leluhur dihormati dan budaya dilestarikan. Begitulah cara masyarakat adat dayak berkomunikasi dengan arwah nenek moyang dan begitulah cara mereka mengakui kekuatan lain yang hidup di tengah masyarakat.

Cerita seperti ini memang tidak pernah didengar apalagi diketahui oleh negara. Karena itu, negara dengan kekuasaannya hanya melihat dengan sebelah mata apa yang dilakukan oleh masyarakat adat dayak, kebakaran hutan dan kabut asap.

Padahal, aktivitas berladang bukanlah hal yang baru bagi masyarakat adat dayak, namun telah dijalankan secara turun-temurun. Selama itu juga tak pernah terdengar adanya kebakaran hutan dan kabut asap seperti yang dituduhkan selama ini.

Sidang putusan kasus Karhutla terhadap enam orang peladang di Pengadilan Negeri Sintang merupakan bentuk tuduhan yang dilakukan negara terhadap rakyatnya sendiri. Negara dengan politik dan kekuasaannya hendak mengatakan bahwa peladanglah yang menjadi biang atas kebakaran hutan dan kabut asap yang melanda Indonesia selama satu dekade terakhir.

Negara bukan lagi hadir sebagai pelindung bagi rakyatnya, namun berubah menjadi penindas rakyat di atas budaya, tradisi dan tanah kelahirannya.

Peladang dianggap sebagai kriminal dan aktivitas berladang dianggap sebagai suatu tindakan yang berbahaya dan merugikan. Padahal masih banyak masyarakat adat dayak yang bergantung pada aktivitas berladang dalam kesehariannya.

Kalau peladang disebut kriminal, lantas sebutan apakah yang pantas bagi koruptor yang dengan sengaja merampas hak-hak masyarakat? bagi kaum radikalis yang setiap hari merongrong ideologi negara dan selalu menciptakan permusuhan dan perbedaan dalam hidup bersama? Bagi teroris yang tega menghabisi nyawa sebangsa dengan dalil surga? Dan sebutan apakah yang pantas bagi negara yang dengan politik dan kekuasaannya mencari celah untuk mengusir masyarakat dari aktivitas kultural-etnis yang telah dijalankannya selama turun-temurun?

Kalau sudah begini, tidak ada salahnya ketika banyak yang beranggapan bahwa orang kecil selalu dianggap sebagai anak tiri di negerinya sendiri.  Anak tiri yang harus berjuang untuk diakui di tanah di mana ia dilahirkan bersama adat dan tradisi, juga kepercayaan dan “sampi”.

Masyarakat adat dayak bukan kriminal dan peladang bukan kriminal.

 

Rian Antony

Citizen Journalism

Ikuti tulisan menarik Rian Antony lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler