x

Jokowi

Iklan

Indonesiana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 31 Maret 2020 07:59 WIB

Gagasan Jokowi soal Darurat Sipil Menuai Kecaman

Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa pemerintah akan melakukan pembatasan sosial berskala besar yang didampingi penerapan keadaan darurat sipil menuaia kritik berbagai kelangan. Ada yang menyatakan hal itu terlalu berlebihan, ada juga yang menilai itu cara pemerintah lari dari tanggung=jawab

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa pemerintah akan melakukan pembatasan sosial berskala besar yang didampingi penerapan keadaan darurat sipil menuaia kritik berbagai kelangan. Jokowi manyatakan hal itu dalam rapat terbatas membahas laporan Gugus Tugas Penanganan Corona lewat video conference, Senin, 30 Maret 2020.

Jokowi beralasan, darurat sipil diperlukan agar pembatasan sosial dilakukan lebih berdisiplin, lebih tegas, dan lebih efektif. Untuk penerapan pembatasan sosial presiden pun meminta para menterinya menyusun aturan pelaksanaan kebijakan, agar bisa diterapkan di daerah.

Sontak, gagasan darurat sipil itu direspon berbagai kalangan. Berikut beberapa kecaman yang dimuat dalam laporan Tempo.co tanggal 31 Maret.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

1 Bivitri SusantiDarurat Sipil terlalu berlebihan

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai rencana penerapan darurat sipil untuk menghadapi penyebaran virus sangat berlebihan. Ia menilai, status darurat sipil tidak diperlukan sama sekali dalam situasi saat ini.

“Kita sudah punya UU Kekarantinaan Kesehatan dan UU Penanggulangan Bencana, Itu cukup,” kata Bivitri, Senin, 30 Maret 2020. 

Saat ini, kata Bivitri, yang dibutuhkan adalah aksi nyata untuk menjalankan kedua UU tersebut, Kedua UU ini belum diterapkan secara maksimal. Sebab sampai sekarang, belum ada Peraturan Pemerintah (PP) dan penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat.

Bivitri menegaskan ketentuan darurat sipil (Perpu 23 Tahun 1959) berbeda konteksnya dengan wabah virus corona saat ini. Aturan darurat dikeluarkan tahun 1959 untuk memberantas sejumlah pemberontakan di daerah, di masa itu.

Sehingga, tindakan-tindakan “penguasa darurat sipil” tersebut diarahkan untuk menjaga keamanan. Mulai dari menyadap, membubarkan kerumunan, hingga menghentikan jalur komunikasi.

Bivitri menilai hal yang diperlukan saat ini adalah pembatasan sosial berskala besar dan karantina wilayah. Dengan UU Kekarantinaan Kesehatan, pendekatan yang digunakan adalah pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, bukan pendekatan keamanan ataupun tindakan represif.

Selanjutnya: Pemerintah lari dari tanggung jawab?

Ikuti tulisan menarik Indonesiana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler