x

cover buku Soe Hok Gie Biografi Sang Demonstran

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 31 Maret 2020 18:49 WIB

Soe Hok Gie - Biografi Sang Demonstran

Biografi Soe Hok Gie yang didasarkan kepada catatan hariannya dan beberapa informasi lain yang dikumpulkan oleh Muhammad Rifai.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Soe Hok Gie – Biografi Sang Demonstran 1942-1969

Penulis: Muhammad Rifai

Tahun Terbit: 2010

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Garasi House of Book                                                                            

Tebal: 236

ISBN: 978-979-25-4726-9

 

Membaca buku ini bersamaan dengan membaca Catatan Seorang Demonstran yang isinya adalah catatan harian Soe Hok Gie (SGH) sangat memperkaya analisis saya tentang catatan harian tersebut. Karya Muhammad Rifai ini memperkaya konteks catatan harian yang dibuat oleh SGH dengan latar belakang masa kecil SGH dan pergerakan mahasiswa di masa itu. Muhammad Rifaai juga menyajikan pandangan berbagai khalayak tentang sosok SGH. Dua informasi dan pandangan khalayak yang disajikan dalam buku ini memberikan konteks yang memudahkan saya menganalisis mengapa SGH menjadi seperti yang ditulisnya di buku hariannya. Selain dari memberikan latar belakang yang berguna, Muhammad Rifai juga mengajukan analisisnya dari sisi pemikiran-pemikiran SGH dan relevansi perjuangan SGH di masa kini.

Soe Hok Gie lahir dari keluarga keturunan Tionghoa yang bukan pedagang. Ayah SGH, yaitu Soe Lie Pit adalah seorang sastrawan-wartawan yang nasionalis. SHG lahir di rumah kontrakan yang dimiliki oleh orang Arab. SHG dibesarkan di wilayah kumuh. Dari kecil dia bermain dengan anak-anak tetangga yang sama-sama dari wilayah kumuh. Pergaulan masa kecilnya tidak eksklusif hanya dengan kalangan Tionghoa saja. Informasi ini menjadi sangat penting karena memberikan latar belakang mengapa SGH terjun di dunia pergerakan/politik. Informasi ini juga menguak mengapa SHG tidak bergerak di jalur perjuangan orang Tionghoa, tetapi di jalur nasionalis.

SHG adalah seorang yang kemaruk belajar. Sejak SD sudah terlihat keinginan belajarnya yang sangat kuat. SHG tidak saja belajar di sekolah, tetapi juga belajar dari membaca buku-buku, termasuk buku sastra. Tentu pengaruh orangtuanya cukup besar dalam hal kecintaannya kepada buku sastra ini. Sejak di SMP dia sudah mulai bosan dengan pelajaran di sekolah. Dia lebih banyak belajar dari buku-buku daripada dari sekolah.

Situasi mahasiswa saat itu sungguh terbelah. Banyak mahasiswa yang bergabung dengan organisasi ekstra kampus, yaitu organisasi yang pada umumnya berafiliasi dengan partai politik, dan mahasiswa yang memilih untuk berorganisasi intra kampus, yaitu organisasi seperti studi klub, pecinta alam dan sebagainya. Kedua kelompok ini saling ejek dan saling tidak suka.

Bagaimana seorang yang senantiasa gelisah tentang ketidak-adilan seperti SHG kok tidak terlihat bergabung dengan organisasi ekstra kampus? Mengapa ia hanya berjuang melalui kelompok intra kampus dan kelompok pecinta alam? Tapi mengapa SHG bisa menjadi pelaku demo yang demikian hebat saat turun ke jalan?

Sebenarnya SHG tidak sepenuhnya “hanya” terlibat dalam organisasi intra kampus. Buku ini mengungkap bahwa SHG adalah bagian dari gerakan pembaharuan dari PSI yang dipelopori oleh Sumitro Djojohadikusumo. Diduga SHG adalah salah satu dari angota Case Officer (CO) yang ada di Jakarta. Ia berperan untuk menginfiltrasi para cendekiawan. Sehingga bisa disimpulkan bahwa SHG bisa menjembatani gerakan ektra dan intra kampus.

Melalui jaringan inilah diduga SHG akhirnya bisa berhubungan dengan militer dalam menggerakkan mahasiswa. SHG berhubungan dengan Nugroho Notosusanto yang saat itu menjadi kontak dari pihak militer dalam gerakan mendemo Sukarno.

Untuk lebih memahami SHG, Muhammad Rifai menyajikan karya-karya SHG. SHG tidak pernah menulis buku. Beberapa buku yang sekarang kita baca sebagai karya SHG sebenarnya tidak pernah ditulis oleh SHG sebagai buku.  Catatan Seorang Demonstran adalah buku karya SHG yang paling dikenal. Tetapi buku ini sesungguhnya adalah catatan harian yang ditulis oleh SHG dan tidak pernah dimaksudkan untuk diterbitkan. Buku ini terbit atas prakarsa Yayasan Mandalawangi.

Buku Di Bawah Lentera Merah yang menganalisis gerakan Sarekat Islam di Semarang adalah karya yang diajukannya untuk mendapatkan gelar Sarjana Muda. Karya ini baru diterbitkan sebagai buku pada tahun 1990. Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan adalah skripsinya untuk mendapat gelar sarjana. Skripsi tersebut baru terbit sebagai buku pada tahun 1997. Zaman Peralihan adalah kumpulan artikel yang pernah ditulis oleh SHG dan baru diterbitkan pada tahun 1995. Selain dari dua karya ilmiah yang ditulisnya saat kuliah dan artikel-artikelnya, SHG juga menulis surat dan puisi.

Pandangan berbagai khalayak tentang SHG ditampilkan dalam buku ini. pada umunya semua memuji perjuangan SHG sebagai seorang intelektual kritis yang berani menggugat. Meski SHG dianggap bukan seorang sejarawan – karena dianggap kurang sabar dalam memenuhi kaidah penelitian sejarah, tetapi ia dianggap mampu mengambil pelajaran dari peristiwa sejarah.

SHG adalah intelektual yang kesepian. Cintanya kepada perempuan tidak pernah kesampaian. Cintanya kepada Tuhan dikecewakan oleh perilaku agama. Bahkan ia merasa sia-sialah apa yang sudah dilakukannya selama ini. Sebab apa yang dilakukannya ternyata tidak mengubah keadaan.

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler