Optimalisasi Keuangan Sosial Islam Mengatasi Dampak Pembatasan Sosial Berskala Besar

Kamis, 2 April 2020 17:50 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Berbeda dengan Negara-negara lain di dunia, alih-alih mengambil kebijakan lockdown atau karantina wilayah, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk mengambil kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Bagaimana sesungguhnya dampak diberlakukannya kebijakan PSBB oleh Pemerintah?

Pada tahun-tahun setelah Perang Dunia II, kemajuan dalam mengendalikan dan terkadang memberantas penyakit menular membuat banyak orang optimis untuk memprediksi bahwa dengan munculnya abad kedua puluh, penyakit menular tidak akan lagi menjadi ancaman besar bagi kesehatan manusia. Namun, ini belum terjadi, karena setidaknya 20 penyakit menular yang terkenal telah muncul kembali sejak tahun 1970-an, termasuk TBC, malaria, dan kolera.

Selain itu, 30 penyakit yang sebelumnya tidak diketahui dan saat ini tidak dapat disembuhkan telah muncul, termasuk HIV, Ebola, hepatitis C, dan virus Nipah. Saat ini, penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian di seluruh dunia termasuk infeksi saluran pernapasan bawah akut, HIV / AIDS, penyakit diare, TBC, dan malaria (Campbell, Patricia J. et al., 2010: 199)

Akhir tahun 2019 lalu, dunia digemparkan dengan munculnya jenis virus baru SARS-Cov-2 atau dikenal dengan Covid-19 yang menyerang atau menyebabkan infeksi pernafasan. Pada bulan Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan status Covid-19 sebagai pandemi global. Pandemi atau epidemi global mengindikasikan infeksi Covid-19 yang sangat cepat hingga hampir tak ada negara atau wilayah di dunia yang absen dari penyebaran Covid-19, termasuk Indonesia.

Berdasarkan data Wordometer (www.worldometers.info/coronavirus/) hingga Rabu (1/4/2020) pukul 19.59 GMT, jumlah pasien kasus Covid-19 di dunia mencapai 925.053 kasus. Dari 925.053 orang yang positif terinfeksi Covid-19, 46.399 di antaranya meninggal dunia dan 193.431 telah dinyatakan sembuh. Terdapat 203 negara dan wilayah di seluruh dunia yang telah melaporkan Covid-19. Sementara itu, jumlah pasien kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 1.677 kasus. Dari 1.677 kasus tersebut, 157 diantaranya meninggal dunia dan 103 dinyatakan sembuh.

Berbagai kebijakan diambil para pemimpin dunia untuk mencegah penyebaran Covid-19. Beberapa negara telah memberlakukan kebijakan lockdown atau karantina wilayah untuk menekan angka penyebaran virus mulai dari China, Italia, Spanyol, Prancis, Thailand hingga Malaysia. Lain halnya dengan Pemerintah Arab Saudi yang merespon dengan melakukan penghentian sementara kegiatan ibadah umrah untuk mencegah penyebaran Covid-19 yang semakin parah.

Berbeda dengan Negara-negara lain di dunia, alih-alih mengambil kebijakan lockdown atau karantina wilayah, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk mengambil kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) setelah sebelumnya Pemerintah menerapkan pembatasan sosial (social distancing) dengan mengurangi mobilitas orang dari satu tempat ke tempat lain, menjaga jarak, dan mengurangi kerumunan orang yang akan meningkatkan risiko penyebaran Covid-19, termasuk di dalamnya kegiatan belajar dari rumah, bekerja dari rumah (work from home/WFH), dan beribadah di rumah.

Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terkait darurat Covid-19 sudah mulai diberlakukan. Sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). PSBB dalam aturan tersebut dijelaskan bertujuan mencegah kemungkinan penyebaran Covid-19 dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi. Lalu bagaimana sesungguhnya dampak diberlakukannya kebijakan PSBB oleh Pemerintah?

Dalam PP dijelaskan bahwa PSBB paling sedikit meliputi: a) peliburan sekolah dan tempat kerja; b) pembatasan kegiatan keagamaan; dan/ atau c) pembatasan kegiatan di tempat umum atau fasilitas umum. Dengan diberlakukannya PSBB secara otomatis membatasi ruang gerak sebagian besar masyarakat yang menimbulkan dampak sosial ekonomi bagi sebagian kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat yang paling terdampak adalah para pekerja di sektor informal, pekerja harian, pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan pengemudi ojek daring yang semakin kesulitan mendapatkan penghasilan harian yang biasa didapatkan karena banyak sektor yang tidak beroperasi sehingga mengalami penurunan penghasilan yang signifikan.

Selanjutnya: Peran Instrumen Keuangan Islam Atasi Dampak Sosial-Ekonomi

<--more-->

Menyikapi permasalahan sosial ekonomi tersebut, Pemerintah mulai meluncurkan berbagai program bantuan sosial kepada masyarakat selama masa krisis yang disebabkan pandemi Covid-19. Bantuan yang diberikan antara lain dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan menggelontorkan anggaran negara yang yang tidak sedikit.  

Selain BLT, pemberdayaan dana sosial melalui instrumen-instrumen keuangan ekonomi Islam, seperti: Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf (ZISWAF) dapat dioptimalkan dalam rangka mengatasi permasalahan sosial ekonomi masyarakat di tengah pandemi Covid-19 mengingat Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar dunia. Berdasarkan data Globalreligiusfuture (2018), penduduk Indonesia yang beragama Islam pada tahun 2010 (sensus terakhir) mencapai 209,12 juta jiwa atau sekitar 87% dari total populasi dan diperkirakan mencapai 229,62 juta jiwa pada tahun 2020.

Legitimasi zakat sebagai kewajiban terdapat beberapa ayat dalam al-Qur’an. Di antara ayat tentang zakat yang cukup populer adalah surat Al-Baqarah ayat 110 yang berbunyi “Dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat…” Secara sosial, zakat berfungsi sebagai lembaga jaminan sosial (Qardhawi, 1987, dalam Dahlia Herliyani, 2005). Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat dan bangsa, sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah.

Sementara itu, dari Abu Hurairah r.a., Nabi SAW. bersabda “Apabila manusia meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan digalangnya wakaf tunai dari masyarakat diantaranya menciptakan kesadaran di antara orang-orang berkecukupan menggali tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat sekitarnya serta menciptakan integrasi antara keamanan sosial dan kedamaian sosial serta meningkatkan kesejahteraan.

Optimalisasi peran dan kapasitas Lembaga Pengelola Zakat (BAZ dan LAZ), Lembaga Pengelola Wakaf dan Baitul Mal wat Tamwil (BMT) dalam penghimpunan, pengelolaan dan penyaluran dana ZISWAF kepada masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19. Potensi dana zakat di Indonesia dijelaskan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) mencapai Rp233,8 Triliun. Dari potensi yang sangat besar tersebut, baru sekitar 3,5% yang mampu dikelola.

Dengan potensi yang tidak terbatas tersebut, maka sangat mungkin jika potensi dana filantropi masyarakat Indonesia ini digunakan untuk menopang sosial ekonomi kelompok masyarakat terdampak karena pemberlakukan PP PSBB dalam rangka penanganan Covid-19. Dana ZISWAF mampu memberikan nilai perbaikan ekonomi masyrakat.

Dalam terminologi ekonomi, akselerasi zakat mampu menciptakan multiplier effect. Dengan mengalihkan dana ke sektor produktif (karena menyimpan dana di sektor non produktif dikenakan zakat), input produksi akan meningkat, ditandai dengan meningkatnya permintaan atas sejumlah faktor produksi, seperti tenaga kerja. Terserapnya tenaga kerja ke sektor produktif akan mempengaruhi peningkatan output produksi, selanjutnya akan meningktakan pendapatan masyarakat-melalui terserapnya tenaga kerja. Meningkatnya konsumsi akan mendorong permintaan atas barang-barang produksi. Terserapnya barang-barang produksi yang ada di pasar akan menjaga keberlangsungan produksi. Keberlangsungan produksi tidak hanya di satu sektor tetapi juga di sektor yang lain.

Kondisi yang dialami kelompok masyarakat terdampak dapat diatasi dengan optimalisasi penyaluran dana ZISWAF oleh lembaga pengelola terkait, seperti: pemenuhan kebutuhan para mustahik (yang dikelompokkan menjadi 8 golongan), penyediaan fasilitas kesehatan umum (seperti bilik disinfektan Dompet Dhuafa), pemenuhan kebutuhan masyarakat akan alat pelindung diri (seperti masker, hand sanitizer) dan perawatan serta pengobatan.

Di sisi lain, peran BMT dalam pemberdayaan sektor riil juga harus dikuatkan, diantaranya pemberian relaksasi dalam akad pembiayaan bagi hasil, keringanan terhadap para gharimin yang memiliki kesulitan dalam melunasi hutangnya serta pemberian pembiayaan kebajikan yang bersifat sosial dan non-komersial. Dengan demikian, diharapkan sosial ekonomi masyarakat terdampak dapat segera pulih dan menggeliat kembali lewat nilai sosial dan kedermawanan umat melalui Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf.

 

Referensi :

Patricia J. Campbell, Aran MacKinnon, and Christy R. Steven. (2010) . An introduction to global studies.Wiley-Blackwell: United Kongdom.

Nurul Huda & Mohammad Heykal. (2010) . Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis. Kencana Prenada Media Group: Jakarta.

Heri Sudarsono. (2015) . Bank & Lembaga Keuangan Syariah: Deksripsi dan Ilustrasi. Penerbit Ekonisia; Yogyakarta.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler