x

kisah ramadan

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 27 April 2020 05:48 WIB

Mari Patuhi Peraturan dan Fatwa

Meski sudah memasuki hari ketiga, umat Islam masih banyak yang tak patuh pada peraturan dan fatwa demi mencegah corona

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mematuhi peraturan itu, taat pada batasan-batasan.

(Supartono JW.27042020)

Padah Ramadan 1441 H, pagi ini, Senin (27/4/2020) sudah memasuki hari keempat. Seiring dengan itu, kini banyak masyarakat yang masih bertanya-tanya, mengapa tetap banyak masjid yang menyelenggarakan salat wajib dan salat tarawih, padahal terkait wabah corona, pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta Ormas Islam pun telah mengeluarkan peraturan dan fatwa demi pencegahan, antisipasi, dan penanganan Covid 19 (PAPC19). 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Akibat pandemi corona, upaya PAPC19 pun berdampak kepada ibadah salat di masjid  dan mengharuskan umat islam untuk salat di rumah masing-masing demi memutus rantai penularan virus COVID-19. 

Sayangnya upaya PAPC19 di Indonesia, hingga hari ke tiga Ramadan masih banyak didapati masjid yang menggelar salat wajib dan tarawih serta pengajian berjamaah. 

Di lingkungan komplek saya tinggal, di komplek-komplek dan pemukiman lain, juga masih terlihat ibadah salat  berjamaah tersebut, meski saat salat, ada pembatasan jarak antara makmumnya. 

Sementara laporan berita baik dari televisi maupun media massa, di seluruh pelosok negeri ini juga masih terjadi ibadah salat berjamah di masjid, baik untuk salat wajib lima waktu, salat Jumat,  maupun salat tarawih. 

Bila saya kutip laporan dari Okezone, di Masjid Jamie AT Taufiq Jalan Susukan, Duren Baru, Citayam. Warga tampak antusias melaksanakan sholat berjamaah tarawih, di hari pertama bulan Ramadan 1441 Hijriah. Bahkan di masjid yang memiliki kapasitas kira-kira 250 jamaah itu tampak dipenuhi para jamaah, hingga pelataran masjid dipenuhi jamaah perempuan. Lalu apa kesan dan komentar jamaah? 

Roni, warga Pabuaran yang ikut berjamaah di masjid tersebut mengaku tidak khawatir dengan virus corona. Dia merasa nikmat beribadah berjamaah di bulan suci Ramadhan. "Takut (terpapar virus corona) iya, tapi lebih gede nikmatnya berjamaah pas bulan puasa, Insya Allah semoga dilindungi,"ujarnya. 

Lain Citayam, lain Yogyakarta, di Yogyakarta, sejumlah masjid tetap menyelenggarakan sholat tarawih, seperti di Masjid Pathok Negara Plosokuning dan Masjid Jogokariyan. 

Menurut Ketua Takmir Masjid Pathok Negara Plosokuning, M Kamaludin Purnomo menegaskan, masjid telah menerapkan protokol kebersihan yang ketat. Karena itulah, seluruh kegiatan yang biasa dilakukan seperti jamaah sholat Jumat, pengajian dan jamaah sholat lima waktu tetap diadakan. “Kita berupaya lahir dan batin, intinya seperti itu. Sejauh ini masih biasa-biasa saja, tidak ada sesuatu yang mengkhawatirkan, menurut saya. Karena sesungguhnya semua yang membuat abang, ijo, kuningnya itu kan Allah, bukan kita sebagai manusia,” ujar Kamal, saya kutip dari VOA Indonesia, Jumat (24/4/2020). 

Selain dua berita tersebut, banyak sekali liputan media yang memberitakan bahwa masyarakat Indonesia di berbagai daerah masih tetap tak patuh pada peraturan pemerintah maupun fatwa MUI, dengan alasan hampir sama seperti yang diungkapkan oleh Roni, Citayam: "Takut (terpapar virus corona) iya, tapi lebih gede nikmatnya berjamaah pas bulan puasa, Insya Allah semoga dilindungi," dan Kamaludin, Yogyakarta:"Karena sesungguhnya semua yang membuat abang, ijo, kuningnya itu kan Allah, bukan kita sebagai manusia." 

Rakyat wajib taat hukum, peraturan 

Dari kisah-kisah tak patuhnya  masyarakat Indonesia di berbagai wilayah Indonesia yang tetap "nekad" melakukan ibadah salat wajib, salat tarawih, dan pengajian berjamaah di masjid, mencerminkan masyarakat kita masih abai dan tak patuh pada hukum/peraturan pemerintah. 

Padahal, demi PAPC19 baik pemerintah maupun MUI dan Ormas Islam telah sama-sama sepakat mengeluarkan larangan yang sama, karena begitu berbahayanya virus corona dengan taruhan nyawa. 

Masyarakat yang hingga kini masih tidak patuh, sejatinya juga telah melanggar kewajiban rakyat kepada negara seperti yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 1 dimana Warga Negara wajib untuk menaati hukum, dengan menaati peraturan dan hukum yang ada di Indonesia, kita telah menjalani kewajiban kita sebagai warga Indonesia yang baik. 

Di antara peraturan menyangkut PAPC19 yang telah dikeluarkan pemerintah adalah Imbauan Menteri Agama RI yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2020. “Salat Tarawih cukup dilakukan secara individual atau berjamaah bersama keluarga inti di rumah,” ujar Menag Fachrul Razi. 

Salat tarawih dan tadarus di rumah dilakukan untuk mencegah, mengurangi penyebaran, dan melindungi masyarakat dari risiko terkena COVID-19. “Tilawah atau tadarus Alquran dilakukan di rumah masing-masing berdasarkan perintah Rasulullah untuk menyinari rumah dengan tilawah Alquran,” ungkap Menag. 

Selain Surat Edaran Menag, bahkan Presiden Jokowi juga telah menginstruksikan kepada seluruh masyarakat Indonesia agar belajar, bekerja, dan beribadah di rumah, menjaga jarak, memakai masker bila terpaksa ke luar rumah. 

Lalu, beberapa pemerintah daerah juga sudah sudah menerapkan Pembatasan Wilayah Berskala Besar (PSBB). 

Imbauan agar salat Jumat diganti sholat dzuhur dan sholat tarawih dilaksanakan di rumah selama wabah corona juga datang dari ormas besar Islam seperti NU dan Muhammadiyah. 

Berikutnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan menerbitkan fatwa mengenai panduan beribadah selama masa pandemic COVID-19 untuk memutus mata rantai penularan. Para tokoh agama lainnya juga tak henti-hentinya mengimbau umat taat kepada imbauan pemerintah (umara), tapi faktanya masih banyak umat yang belum melaksanakan. 

Fatwa MUI

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh menjelaskan bahwa seluruh umat memiliki kewajiban ikhtiar atau berusaha untuk menjaga kesehatan dan menjauhi sikap yang mengarah pada penularan penyakit, karenanya MUI pun mengeluarkan fatwa bernomor 14/2020, agar masyarakat muslim menghindari penyebaran virus corona di antaranya orang yang telah terpapar virus corona wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. 

Bagi orang tersebut, shalat jumat apabila laki-laki dapat digantikan dengan salat zuhur di kediamannya. Masyarakat positif corona juga diharamkan untuk melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadi penularan, seperti jamaah salat lima waktu/rawatib, tarawih, dan Ied di masjid atau menghadiri pengajian maupun tabligh akbar. 

Selain itu, MUI juga mengatur tentang pelaksanaan ibadah termasuk salat Jumat di wilayah penyebaran wabah virus corona. “Ketika di kawasan penyebaran tak terkendali tentu penyelenggaraan salat Jumat dan juga yang bersifat masif dihentikan untuk sementara waktu sampai kondisi normal,” katanya melalui siaran langsung di Graha BNPB, Kamis (19/3/2020). 

Ajaran Rasullullah dan keyakinan umat

Terkait masih nekadnya umat yang melakukan ibadah salat ke masjid, khususnya di bulan ramadan ini, Pembina Masjid Sunda Kelapa, Ustadz Agustin Amirudin berharap agar masyarakat mendengarkan imbauan pemerintah. “Sebaiknya kita beribadah di rumah saja dan ini diajarkan juga oleh Rasulullah ketika beliau hanya beberapa malam qiyamul lail bersama sahabat, selebihnya beliau di rumah,” ujarnya kepada Okezone, Jumat (24/4/2020). 

Meski demikian, umat Islam yang sejatinya memahami anjuran dan peraturan pemerintah, anjuran ormas, serta adanya fatwa MUI, ternyata tetap nekad datang beribadah berjamaah ke masjid sebab alasan seperti yang diungkapkan oleh Roni di Citayam dan Kamaludin di Yogyakarta karena tetap berpikir akan keyakinannya bahwa urusan mati dan hidup Allah yang menentukan.

Jadi, meski Covid 19 berbahaya dan mematikan, masyarakat yang masih nekad ini, pasrah atas ketentuan Allah, terpenting tetap beribadah di rumah Allah, tanpa mengindahkan bahaya virus corona yang nyata-nyata mematikan. 

Dari fakta dan kenyataan yang ada menyoal masyarakat yang masih nekad beribadah di masjid dalam suasana ramadan yang tak biasa, hikmah apa kira-kira  dapat dipetik? 

Masyarakat wajib semakin bijaksana sebagai warga negara yang benar, dengan mematuhi peraturan yang ada, menuruti anjuran, imbauan secara penuh, karena semua demi membawa manfaat dan kemaslahatan serta keselamatan umat, sebab tidak ada umat yang sakti dan kebal terhadap virus corona. 

Seringkali, ketika tertimpa musibah, sebagian manusia merasa sangat terbebani. Akhirnya, tidak sabar sehingga tidak mendapatkan pahala. Oleh karena itu, dampak musibah terhadap orang yang mampu bersabar lebih besar daripada dampaknya  terhadap orang yang tak sabar, meskipun musibah yang menimpanya sama. 

Pada sebagian manusia, musibah menjadi rahmat baginya, sehingga ia kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala. 

Semoga dalam kondisi musibah corona, kita semua menjadi umat yang dirahmati Allah. Sebab, mencegah lebih baik dari pada mengobati. Alangkah baiknya mematuhi peraturan pemerintah dan fatwa MUI. Tetap beribadah di rumah dan menjadi umat yang patuh dan sabar. Aamiin. 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB