x

cover buku Yap Tjwan Bing - Meretas Jalan Kemerdekaan

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 28 Mei 2020 13:05 WIB

Yap Tjwan Bing - Meretas Jalan Kemerdekaan

Otobiografi Yap Tjwan Bing yang mengisahkan keberpihakannya kepada Kemerdekaan Indonesia. Dalam buku ini Yap Tjwan Bing berkisah tentang perjuangan politiknya sebagai seorang keturunan Cina.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Yap Tjwan Bing Meretas Jalan Kemerdekaan

Penulis: Yap Tjwan Bing

Tahun Terbit: 1988 (cetakan kedua)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Gramedia                                                                                                

Tebal: xvi + 127

ISBN: 979-403-278-6

 

Yap Tjwan Bing (YTB) adalah satu-satunya anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dari etnis Tionghoa. Ia terpilih bersama dengan Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta, Dokter Soepomo, Radjiman Widyodiningrat, Soeroso, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Kiai Wachid Hasjim, Kiai Bagoes Hadikoesoemo, Otto Iskandardinata, Abdoel Kadir, Soerjohamidjojo, Poeroebojo, Latuharhary, Dokter Amir, Adb. Abbas, Ratulangi, Andipangeran, I Goesti Ketoet Poedja, Wiranatakoeseoma dan Moch. Hassan. Itulah sebabnya kita bisa menyatakan bahwa YTB sudah berjuang untuk Indonesia sebelum Indonesia lahir. Sayang sekali masa tuanya dihabiskan di luar Indonesia. Tidak di negeri yang sangat dicintainya.

Ia aktif memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia saat kuliah farmasi di Belanda. Ia sering bersama mahasiswa lain, termasuk Muhammad Hatta ikut pertemuan-pertemuan untuk membebaskan bangsanya dari kolonialisme.

Setelah kembali ke Indonesia ia aktif sebagai anggota PNI.

Pergaulannya yang luas dengan para pendiri Republik membuat YTB menjadi tempat bertanya bagi orang-orang keturunan Tionghoa tentang bagaimana mereka bisa mendukung kemerdekaan. YTB selalu menjawab: “ada dua macam tentara. Yang satu bertempur di medan pertempuran dan yang lain di belakang medan, yaitu berusaha untuk melancarkan roda perekonomian Republik Indonesia agar tidak dikacaukan oleh Belanda. … saudara-saudara dari golongan keturunan Cina perlu membantu secara kontinyu keadaan perekonomian ini, agar tetap stabil meskipun berada dalam keadaan perang.” (hal. 38). Berdasarkan nasihat tersebut, para keturunan Cina membantu pengadaan onderdil kereta api, mobil dan motor yang saat itu sangat sulit didapat di wilayah Republik saat Ibukota Negara pindah ke Jogjakarta. Selain menjelaskan peran para keturunan Cina dalam sektor bisnis, YTB juga menyampaikan peran Dr. Tjoa Sek In yang menjadi utusan Pemerintah Indonesia dalam sidang PBB. Dr. Tjoa membeberkan kekejaman Belanda di Indonesia. YTB juga mengenang kunjungan Pendeta Tak Ek Hai yang mengunjungi Mr. Asaat yang ditahan di Salatiga.

YTB menjadi anggota DPR RIS bersama dengan Siauw Giok Tjhan mewakili golongan Tionghoa. Saat DPR RIS dibubarkan, YTB tetap menjadi anggota DPR RI Kesatuan. Sebagai anggota DPR yang ditempatkan di bagian keuangan, YTB sempat berkunjung ke Jepang untuk melihat kemajuan industry di Jepang, ke Belanda dan ke New York untuk ikut menghadiri Sidang PBB. Selain kunjungan ke luar negeri, peran YTB sebagai anggota dewan adalah mengadvokasi kasus penculikan keturunan Cina di Surabaya. Advokasi tersebut dilakukan supaya kasus serupa tidak terjadi kembali. YTB juga menagih janji kepada Bung Hatta yang saat itu menjadi Menteri Luar Negeri. Bung Hatta pernah berjanji untuk mengangkat duta besar dari keturunan Cina. Maka, setelah Indonesia relatif aman, YTB menagih janji Bung Hatta tersebut. Bung Hatta memenuhi janjinya dengan mengangkat  Kwee Djiw Ho sebagai Duta Besar untuk Hong Kong.

YTB juga ikut serta mensukseskan Konferensi Asia Afrika di Bandung. Salah satu hasil konferensi adalah kesepakatan dwi kewarganegaraan untuk keturunan Cina. Setelah kesepakatan tersebut, bagi keturunan Cina yang memilih untuk menjadi warga negara Indonesia diminta untuk ganti nama. YTB mengusulkan supaya keturunan Cina yang sudah menjadi warga negara Indonesia tidak lagi ditanya asal-usulnya. Usulan tersebut dianggap baik, namun pelaksanaannya tidaklah mulus.

Selain berkiprah di bidang politik, putra kelahiran Solo tanggal 31 Oktober 1910 ini juga berperan di bidang pendidikan. Ia pernah menjadi Kepala Sekolah SMA di Jogja. Ia juga bersama dengan Dr. Sardjito yang saat itu menjabat sebagai Rektor UGM mendirikan Fakultas Farmasi di Universitas yang ada di Kota Gudeg tersebut. YTB juga membantu ITB sebagai anggota Dewan Kurator. YTB adalah satu-satunya anggota Dewan Kurator yang berlatar belakang keturunan Cina.

YTB aktif sebagai pengurus Gereja Kristen Indonesia. Ia juga aktif di organisasi Chung Hua Chung Hui.

Peristiwa 10 Mei 1963 membuat istri YTB trauma. Mobil dan bungalow-nya di Lembang dibakar dalam kerusuhan anti Cina. Istrinya kemudian memutuskan untuk membawa anaknya yang lumpuh ke Amerika. Yap Siong Hoei, anak lelaki YTB terkena polio myelitis. Setelah dirawat di Rehabilitasi Center Solo dan tidak membuahkan hasil, Dr. Suharso yang merawatnya menganjurkan supaya Yap Siong Hoei dibawa ke Amerika Serikat.

Peristiwa 10 Mei 1963 mempercepat keputusan mereka untuk segera membawa Yap Siong Hoei ke Amerika Serikat. Setelah visa untuk ke Amerika disetujui, YTB menjual semua bisnisnya di Indonesia. Benar saja dengan perawatan yang baik Yap Siong Hoei bisa menjadi pemuda yang mandiri. Yap Siong Hoei bahkan sempat bekerja dan menikah sebelum terkena kanker.

YTB adalah seorang keturunan Cina yang sangat pro Indonesia. Ia membenci Belanda sejak masih usia 14 tahun. Pengalamannya di sekolah dan saat kuliah di Belanda semakin meyakinkan dirinya bahwa ia adalah bagian dari Indonesia. Perjuangannya di bidang politik (ia adalah anggota PNI) serta pelayanannya kepada Republik Indonesia telah membawanya menjadi salah satu putra keturunan Cina yang berjasa kepada Indonesia. Ia adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia yang memperjuangkan kesamaan hak antara semua golongan dan etnis yang ada, khususnya keturunan Cina. Tak segan ia mengadvokasi atau menagih janji kepada para pejabat, jika didapatinya persoalan tentang keturunan Cina di Indonesia.

Sayang sekali masa tuanya tidak bisa dijalaninya di Indonesia. Ia harus pergi dari Indonesia karena sebuah alasan.

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler