x

cover buku B J Habibie Kisah Hidup & Kariernya

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 15 Juni 2020 15:50 WIB

B. J. Habibie Kisah Hidup & Kariernya

Kisah hidup Habibie, kariernya sebagai ahli konstruksi pesawat dan sebagai politisi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Kisah Hidup & Kariernya

Penulis: A. Makmur Makka

Tahun Terbit: 1995

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Gema Insani                                                                                           

Tebal: 244

ISBN: 979-561-365-0

 

Sesuai dengan judulnya, buku ini membahas tentang kisah hidup dan karier Baharuddin Jusuf Habibie. Kehidupan Habibie dikisahkan dari sejak kelahirannya di Pare-pare sampai dengan posisinya sebagai seorang Menteri yang sangat peting di era Orde Baru. Sedangkan karier Habibie bisa dibagi menjadi dua, yaitu karier sebagai seorang hali pesawat dan kariernya di bidang politik.

Dalam tulisan ini saya ingin mengungkapkan Habibie dari keriernya sebagai seorang ahli konstruksi pesawat terbang, perjalanan politiknya dan kehidupannya sebagai seorang manusia biasa. Mengapa saya memilih untuk memulai dari karier Habibie sebagai ahli konstruksi pesawat? Karena Habibie memang lebih dikenal sebagai seorang ahli di bidang ini. Memang karier politiknya juga tidak kalah keren. Namun tanpa bekal karier teknisnya, mustahil ia akan menjalani karier politik yang juga moncer. Kedua karier itu didukung oleh kehidupannya sebagai manusia biasa. Yaitu sebagai seorang anak yang patuh dan pandai, seorang suami yang setia dan romantis serta seorang ayah yang demokratis. Jadi ketiga aspek hidup Habibie tersebut memang saling menjalin dan saling mendukung sehinga membuatnya mencapai posisi yang sedemikian penting bagi Indonesia.

Karier Habibie di dunia konstruksi pesawat sudah dimulai saat ia masih sekolah di Bandung. Saat itu ia sudah senang membuat model pesawat. Namun kariernya baru benar-benar berkembang saat ia kuliah di Jerman. Bekal ilmu yang didapat dari kuliah tersebut membawanya ke sebuah pekerjaan penting di parbik pesawat di Jerman.

Ia mampu menyelesaikan masalah kestabilan konstruksi di bagian belakang F 28 dan konstruksi gantungan mesin pesawat eksekutif HFB 320. Keberhasilannya tersebut membuat ia dipercaya untuk mendisain pesawat yang bisa lepas landas dan mendarat secara vertical DO-31. (hal. 72-73). Habibie terlibat penuh dalam perancangan pesawat Hansa jet HFB-320, Co-160 TRansall, A-300 Airbus, pesawat tempur F-104 Star Fighter dan MRCA Tornado. Habibie juga dikenal sebagai ahli retakan pesawat terbang. Julukan “Mr. Crack” diberikan karena kemampuannya menghitung retakan pada bodi pesawat.

Keberhasilannya tersebut membuat Habibie diterima menjadi anggota di berbagai perkumpulan ahli penerbangan internasional, baik di Eropa maupun Amerika.

Ketika pulang ke Indonesia, salah satu tugasnya adalah membangun industri pesawat terbang. Ia membawa tim yang dipersiapkannya di Jerman. Saat ia menduduki jabatan penting di sebuah pabrik pesawat terbang, ia membawa beberapa orang Indonesia untuk dipersiapkan jika sewaktu-waktu Indonesia akan mengembangkan pabrik pesawat terbang. Tim inilah yang bekerjasama dengan Habibie mewujudkan cita-cita Indonesia membangun pabrik pesawat terbang.

Pada awalnya pembangunan pabrik pesawat terbang ini tidaklah mulus. Ia ditolak oleh berbagai perusahaan saat menawarkan Kerjasama. Namun akhirnya ia berhasil menjalin Kerjasama dengan sebuah pabrik pesawat dari Spanyol – CASA! Kerjasama dengan Casa Spanyol adalah untuk membuat 212 Aviocar twin turboprop dengan sistem lisensi. Kerjasama juga dilakukan dengan MBB untuk membuat helicopter BO-105 dan merakit helicopter PUMA. Puncaknya adalah saat N-250 Gatutkoco berhasil terbang sebagai kado ulang tahun Kemerdekaan RI ke-50. N-250 adalah pesawat baling-baling yang menggunakan teknologi fly by wire, sebuah teknologi canggih yang digunakan untuk pesawat jet.

Selain kariernya yang moncer di bidang teknologi pesawat terbang, Habibie juga memiliki kairer politik yang cemerlang. Kembali ke Indonesia pada umur yang masih sangat muda (37 tahun), langsung mendapat tugas khusus dari Presiden Suharto untuk mengembangkan teknologi Indonesia. Mula-mula ia ditugasi untuk menjadi Penasihat Presiden (hal. 86). Selain menjadi Penasihat Presiden, Habibie juga mulai mengembangkan industri pesawat di Indonesia, tepatnya di Bandung dengan PT Nurtanio yang sudah ada sebelumnya. Awalnya ia mengepalai Divisi Advanced Technology yang merupakan bagian dari Pertamina. Lembaga ini di kemudian hari menjadi BPPT. Pada tahun 1978 Habibie diangkat menjadi Menteri Riset dan Teknologi menggantikan Sumitro Djojohadikusumo.

Ada dua hal penting yang diungkap dalam buku ini dalam karier Habibie sebagai politisi. Pertama adalah keberhasilannya mengkonsolidasikan cendekiawan Muslim dengan membentuk ICMI. Habibie diangkat menjadi Ketua ICMI saat organisasi ini berdiri. Ia didukung oleh 49 cendekiawan Muslim saat menjelang pencalonan (hal. 137). Maka pada Bulan Desember 1990, Habibie resmi menjadi Ketua ICMI. Dengan adanya ICMI maka saluran komunikasi antara para cendekiawan Muslim dengan Suharto menjadi terbuka.

Peran politik kedua yang sangat penting dan dicatat dalam buku ini adalah keberhasilannya membawa anggota Petisi 50 mengunjungi PT. PAL, pabrik kapal di Surabaya dan ke IPTN, parbik pesawat terbang di Bandung. Seperti diketahui bahwa Petisi 50 adalah kelompok yang kritis kepada rejim Suharto. Kelompok ini bahkan mendapatkan pencekalan. Namun di era Habibie menjadi Menteri, Ali Sadikin - salah satu anggota Petisi 50 berhasil diajak untuk berkunjung ke PT. PAL di Surabaya dan ke PT. IPTN di Bandung. Pertemuan “yang tidak disengaja” di rumah A.H. Nasution menjadi awal mula kunjungan anggota Petisi 50 ke kedua prabrik yang dikelola Habibie tersebut. Saat bertemu di rumah Nasution, Habibie menyampaikan undangan kepada Ali Sadikin untuk melihat perkembangan pabrik kapal dan kapal terbang tersebut (hal. 145). Kunjungan Ali Sadikin ke pabrik yang dikelola oleh Habibie ini bisa dimaknai bahwa sudah terjalin kembali komunikasi antara para oposisi dengan rejim yang berkuasa.

Konsolidasi dengan pihak Islam melalui ICMI dan dengan para pensiunan jenderal kritis ini membuat beban yang ditanggung oleh negara dalam membangun bangsa menjadi berkurang. Dua peristiwa politik yang diprakarsai oleh Habibie tersebut menunjukkan bahwa Habibie bukan hanya seorang ahli teknik, tetapi juga seorang politisi ulung. (Karena buku ini terbit pada tahun 1995, maka peran Habibie sebagai Wakil presiden dan kemudian menjadi Presiden yang berani memberikan peluang Timor Timur untuk melakukan Referendum belum tercatat.)

Bagaimana Habibie bisa mencapai karier yang cemerlah di dua bidang? Tentu kita harus memberi kredit kepada keluarganya. Keluarga yang saya maksud adalah orangyua Habibie dan keluarga Habibie sendiri. Habibie dibesarkan oleh keluarga yang sangat menghargai pendidikan. Meski ditinggal oleh ayahnya saat Habibie masih kecil, namun tekat ibunya – R.A. Tuti Marini Puspowardoyo membawanya sekolah di Bandung dan kemudian Jerman. Ditunjang oleh otak encer dan hidup yang tidak neko-neko, Habibie berhasil meraih ilmu yang membawanya menjadi seorang ahli konstruksi pesawat yang dihargai di Eropa dan dunia. Ketekunannya dalam belajar, kerja keras dan hidup hemat membuat ia berhasil menyelesaikan sekolahnya dengan cepat. Pendidikan agama (Islam) yang ditanamkan oleh ayahnya – Alwi Abdul Jalil Habibie juga sangat berperan dalam keberhasilan hidupnya.

Sebagai ungkapan cinta dan terima kasih Habibie kepada ibunya, ia memberangkatkan ibunya berhaji bersama-sama dengan keluarga besarnya. Karena Habibie adalah seorang yang dihormati oleh dunia internasional, termasuk Raja Arab Saudi, maka perjalanan haji Habibie bersama ibunya difasilitasi oleh Kerajaan Arab Sahudi. Habibie menjadi tamu kehormatan Kerajaan Arab Sahudi (hal. 101).

Habibie menikah dengan teman masa kecilnya saat ia cuti ke Jakarta. Ia menikahi Ainun, kekasih dan pendamping hidup yang sangat dicintainya. Peran Ainun dalam karier Habibie sangatlah besar. Ainun memutuskan untuk mendukung Habibie sebagai ilmuwan dan kemudian sebagai politisi. Ia mengorbankan kariernya sendiri sebagai seorang dokter, demi membuat karier suaminya dan keluarganya berhasil.

Meski hanya sangat sedikit disinggung dalam buku ini, hubungan Habibie dengan anak-anaknya sangat baik. Habibie memang tidak mempunyai cukup waktu untuk bersama-sama dengan anak-anaknya. Namun teladan dan sikapnya yang demokratis membuat anak-anaknya berhasil dalam pilihan kariernya.

Habibie adalah salah satu anak bangsa yang menjadi teladan. Ia seorang pekerja keras, tekun, hidup penuh cinta dan sepenuhnya mengabdi kepada bangsanya. Semua yang dilakukannya didasari kepada rasa pengabdian kepada keluarganya, kepada bangsanya dan kepada Allahnya.

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler