x

Corona

Iklan

Biladi Muhammad Wiragana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 24 Januari 2021

Senin, 25 Januari 2021 10:49 WIB

Kasus Covid Melonjak, Kesadaran Masyarakat Menurun?

Menurunnya Kesadaran Protokol Kesehatan di Tengah Melonjaknya Kasus Covid-19

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sudah menjadi makanan setiap hari sepertinya berita tentang pandemi Covid-19 di media-media konvensional, televisi, maupun media baru online. Sudah 10 bulan berlalu sejak pemerintah mengumumkan kasus pertama Covid-19 hingga kini dengan total 965ribu total yang terjangkit kasus Coivd-19, 781 ribu berhasil sembuh dan 27.453 di antaranya meninggal dunia.

Namun setelah semakin ganasnya pandemi, makin ke sini tingkat kesadaran masyarakat sepertinya semakin kendor. Masih ingat di ingatan saya waktu awal pandemi tren jemur diri saat pagi untuk meningkatkan imunitas tubuh, vitamin C yang langka di mini market, hingga tren bersepeda bagi warga kota. Kini jangankan meningkatkan imunitas, menggunakan masker saja sudah mulai abai. Kebanyakan masyarkat enggan menggunakan masker saat berkumpul dengan rekan ataupun kerabat mereka karena mereka percaya bahwa mereka dan rekan ataupun kerabat dalam kondisi sehat dan dalam lingkungan yang bersih dari Covid-19 yang sebenarnya alasan yang dibuat-buat.

Di daerah sub-urban sendiri misalnya, daerah penyangga Jakarta, di Parung Panjang, Kabupaten Bogor sejak awal pandemi hingga memasuki tahun 2021 sudah banyak kasus Covid-19 bahkan sudah ada juga yang tidak terselamatkan. Tetapi tidak membuat kesadaran masyarakat meningkat. Bahkan ketika pandemi jalanan utama perumahan komersil Sentraland lebih ramai dibanding sebelum pandemi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Minimnya Edukasi Pemerintah

Sejak awal pandemi, kurangnya edukasi pemerintah kepada warga menjadi persoalan utama. Operasi yustisi pun dinilai oleh pengamat hanya untuk menekan tingkat pelanggaran bukan meningkatkan kesadaran akan bahaya Covid-19 sehingga masih banyak masyarakat yang abai dengan prokol kesehatan ketika tidak ada operasi yustisi.

 

Operasi yustisi di Parung Panjang pun bersifat formalitas hanya untuk laporan kegiatan kepada atasan, karena operasi dilakukan di jalan raya bukan di pusat kerumunan masyarakat. Di pusat kerumunan masyarakat masih banyak warga yang abai protokol kesehatan, jangankan jaga jarak, menggunakan masker saja sudah banyak yang melanggar.

 

PSBB Atau PPKM, Terlalu Banyak Istilah

Sejal awal pandemi, pemerintah hobi sekali mengganti istilah-istilah dalam menangani Covid-19, dari mulai penggantian istilah ODP, PDP, OTG yang diganti dengan istilah baru, PSBB yang sekarang dengan istilah baru untuk Jawa-Bali, New normal, PSBB Transisi, PSBB Pra Adaptasi Kebiasaan Baru, dan lain-lain. Pemerintah sepertinya gagal dalam hal tata bahasa yang tepat agar membuat masyarakat mudah memahami, malah menambah istilah-istilah baru yang semakin rancu di masyarakat.

 

Banyak warga di daerah Parung Panjang khusus untuk para pedagang yang belum mengetahui istilah PPKM untuk Jawa-Bali ini. Edukasi pun hanya berlaku di media-media yang tidak meraih kalangan kecil. Hidup di tengah pandemi saja sudah sulit dan kini pemerintah mempersulit dengan istilah baru.

 

Kesehatan atau Perekonomian

Pusat kegiatan masyarakat Parung Panjang yang berada di tengah komplek perumahan komersil membuat mudah di jangkau oleh masyarakat, sehingga banyak pedagang ataupun pelaku bisnis lainnya yang berpusat di daerah yang dinamai perumahan Sentraland ini.

 

Dari mulai kegiatan olahraga seperti bersepeda, lari, skateboarding, rekreasi seperti wahana bermain anak, hingga pusat jual beli masyarakat. Sejak pandemi masuk ke Indonesia diakui memang oleh salah satu penjual saat awal pandemi omset meningkat karena banyaknya masyarakat yang berkegiatan di area dekat rumah, namun makin ke sini masyarakat tetap ramai berkerumun tetapi daya beli berkurang sehingga omset penjual juga berkurang. Banyak dari mereka (penjual) yang mengurangi ongkos produksi makanan dari biasanya bisa membuat untuk 100 porsi menjadi 75 hingga 50 porsi sehari. Mereka tidak menampik bahwa ketika awal Covid-19 melanda mereka sempat takut untuk berjualan tetapi tuntutan ekonomi membuat dia memberanikan diri. Dan minimnya peran pemerintah daerah pun membuat kesadaran masyarakat berkurang atas virus Corona ini. Banyak dari mereka yang percaya bahwa imunitas tubuhnya cukup kebal terhadap virus Corona.

 

Vaksin Sinovac sebagai Jalan Keluar?

Banyak dari mereka mengetahui dan mengapresiasi Pak Jokowi yang bersedia divaksin golongan pertama di Indonesia seusai diuji coba di Bandung beberapa bulan lalu. Tetapi dari mereka juga masih banyak yang takut untuk divaksin karena banyaknya pemberitaan tentang efek samping serta rendahnya efektivitas vaksin saat uji coba di Indonesia. Pada situasi ini memang media berperan besar dalam menentukan pilihan mana yang baik untuk masyarakat tetapi banyaknya media yang menyoroti efek negatif tersebut membuat mereka ragu dan memang ciri khas media baru yang sering mencari sensasional sebuah kejadian membuat opini masyarakat terbentuk menjadi sebuah keraguan terhadap vaksin ini.

 

Memang vaksin Sinovac dari China ini belum masih tahap uji coba fase terakhir. Meskipun telah lulus BPOM nasional dan halal dari MUI tidak membuat masyarakat percaya dengan efektivitas vaksin ini tetapi mereka berharap agar pandemi ini berakhir, pikiran-pikiran di tengah pandemi ini memang membuat masyarakat menjadi kontradiktif, seperti pilihan pemerintah yang mementingkan kesehatan atau ekonomi yang dua-duanya dapat berpengaruh ke kehidupan masyarakat.

Biladi Muhammad, Mahasiswa STISIP Widuri

Ikuti tulisan menarik Biladi Muhammad Wiragana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler