x

Iklan

Elnado Legowo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 10 Februari 2021 11:33 WIB

Cerpen | Si Nenek Pengemis

Alkisah si nenek pengemis yang meneror warga. Secara garis besar, dia digambarkan selayaknya nenek-nenek pengemis - pada umumnya - berpakaian kebaya kuno yang lusuh dan selalu memompong sebuah karung goni besar yang kotor. Dia sering terlihat di sebuah tempat yang atau sedang sepi. Tetapi dibalik semua itu, dia adalah sosok yang sangat berbahaya dan mengerikan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Alkisah sebuah teror yang meresahkan para warga Jabodetabek, perihal kehadiran sosok nenek yang dijuluki sebagai si nenek pengemis. Secara sekilas, sosok ini sedikit mirip dengan sosok nenek gayung atau kakek cangkul, tapi dia memiliki karakter yang sadis dan tidak kalah mengerikan.

Secara garis besar, dia digambarkan selayaknya nenek-nenek pengemis - pada umumnya - berpakaian kebaya kuno yang lusuh dan selalu memompong sebuah karung goni besar yang kotor. Dia sering terlihat di sebuah tempat yang atau sedang sepi, tanpa bergantung pada pagi, siang, atau malam hari. Setiap kali dia bertemu dengan korbannya, maka dia akan melakukan aksinya - selayak seorang pengemis - yaitu meminta sedekah.

Konon bila kita bertemu dengan nenek tersebut, sebaiknya kita tidak memberinya sedekah. Karena bila kita memberi nenek itu sedekah, maka dia akan mengikuti kita secara diam-diam, lalu dia akan memotong kepala kita dan memasukkannya ke dalam karung goni yang dipompongnya. Akan tetapi bila kita tidak memberinya sedekah, maka kita akan selamat dari nenek tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Motif dibalik aksi si nenek pengemis masih belum dapat diketahui dengan jelas. Selain itu juga, si nenek kerap berhasil meloloskan diri dari kejaran warga maupun pihak berwajib dengan cara yang absurd, seakan-akan dia dapat menghilang dalam sekejap. Walhasil banyak orang yang memperdebatkan motif dan identitas akan nenek tersebut.

Ada yang menganggapnya sebagai makhluk supernatural yang haus akan darah. Ada yang berpendapat bahwa nenek itu adalah penganut ilmu hitam, yang mewajibkan adanya tumbal. Tetapi ada juga yang menduga bahwa nenek itu adalah seorang pembunuh berdarah dingin - psikopat - yang membunuh untuk kesenangan, dengan cara menyamar sebagai pengemis untuk mendapatkan korbannya. Walakin dari semua spekulasi itu masih menjadi perdebatan dan misteri.

****

Suatu ketika, jam sudah mendekati pukul 11 malam, sehingga suasana di sekitar jalan sudah sangat sepi dan jarang sekali terlihat kendaraan yang melintas di area tersebut. Pertokoan yang berdiri berjajar di pinggir jalan, kini sudah tutup dan menyisakan sebuah bangunan kosong dan gelap. Para pedagang kaki lima juga sudah mulai membersihkan barang dagangan mereka dan bersiap untuk pulang.

Selang beberapa waktu kemudian, terdapat sebuah bus melintasi area tersebut dan berhenti di depan sebuah halte yang terletak - di sisi kiri jalan - di depan pertokoan yang hanya dipisah oleh area parkiran. Lalu bus itu membukakan pintunya dan turun keluar seorang mahasiswi yang bernama Lisa. Dia baru saja pulang dari kampusnya, karena mengikuti kelas malam dan beruntungnya dia masih bisa mendapatkan bus, karena itu adalah bus terakhir di hari itu.

Arkian Lisa melajukan langkahnya - dengan ditemani cahaya rembulan dan lampu-lampu penerang jalan - menerobos jalanan yang diselimuti oleh kegelapan malam. Dia melangkah sambil menahan dinginnya udara malam yang menusuk, serta rasa kantuk akibat lelah akan aktivitas kelas yang menjemukan. Untungnya letak halte tersebut tidak terlalu jauh dengan sebuah jalan kecil yang mengarah ke kompleks perumahannya. Alhasil Lisa tidak perlu menghabiskan waktunya untuk menelusuri jalan yang sepi dan gelap.

Setibanya Lisa di sebuah gang kecil - jalan pintas memasuki kompleks perumahan - yang diapit oleh bangunan pertokoan, dia melihat sesosok nenek-nenek berpakaian kebaya kuno yang lusuh, sedang duduk jongkok - di depan sisi kiri pagar besi pembatas gang - bersama sebuah karung goni yang kotor, dengan kepala tertunduk lemas, dan tangan yang mengulur seperti sedang meminta sedekah.

“Kasihani nenek… berikanlah nenek sedekah...” ujarnya memelas.

Hati Lisa menjadi iba ketika melihat kondisi si nenek yang sedang memelas itu. Lantas Lisa mengeluarkan dompetnya - dari dalam tas ransel - dan mengambil berapa uang receh. Kemudian dia menaruhnya di tangan nenek itu.

“Ini buat nenek. Biar nenek bisa makan.” ucapnya dengan halus.

Lantas nenek itu langsung mendongakkan kepalanya dan menatap Lisa. Dengan sedikit bantuan dari lampu penerang jalan, Lisa dapat melihat muka si nenek yang pucat dan keriput, serta penuh dengan luka nanah. Kemudian mata nenek itu - yang berwarna hitam pekat - membelalak tajam ke arahnya sembari tersenyum menyeringai. Alhasil Lisa menjadi bergidik saat melihat wajah nenek itu. Lantas dia berpamitan kepada nenek tersebut dan langsung pergi meninggalkannya.

Ketika Lisa sudah berjalan sedikit jauh dari tempat nenek itu berada, seketika rasa penasaran mulai datang sehingga membuatnya - secara spontan - menoleh kembali ke tempat si nenek itu mengemis. Akan tetapi, tatapan Lisa hanya menangkap sebuah jalan gang yang sepi dan tidak menunjukkan keberadaan si nenek. Seakan-akan dia telah menghilang tanpa jejak. Walhasil, fenomena tersebut membuat Lisa menjadi takut dan mempercepat langkahnya untuk meninggalkan tempat itu.

****

Beberapa waktu kemudian, Lisa telah tiba di ujung gang rumahnya, sehingga membuat dirinya sedikit merasa lebih tenang. Namun saat Lisa hendak melajukan langkahnya memasuki gang tersebut, seketika terdengar suara ranting yang diinjak dari arah belakang. Suaranya yang keras telah membuat Lisa - secara kontan - menoleh ke belakang dan matanya menangkap sosok nenek - yang tadi mengemis - sedang berdiri dengan jarak enam meter dari Lisa berpijak.

Si nenek itu menatap tajam ke arah Lisa dengan matanya yang hitam pekat, sembari tersenyum menyeringai yang meneror, dengan rambutnya - berwarna putih pekat - yang terurai berantakan dan menjalar panjang hingga menyentuh pinggangnya. Dia berdiri di balik semak-semak - sembari memompong karung goninya - dengan diselimuti oleh kegelapan malam, sehingga memberi atmosfer kengerian pada orang yang melihatnya.

“Anak manis… anak manis… anak sepertimu sangatlah langkah di bumi jahanam ini. Anak manis… anak manis… biarkan aku menyimpanmu.” ujarnya sembari cekikikan.

Kemudian nenek itu memasukan tangan kanannya ke dalam karung goninya, lalu dia menarik keluar sebuah sabit yang penuh dengan noda darah.

“Anak manis… anak manis… kemarilah! Nenek akan menyimpanmu!” ujarnya sembari berjalan mendekati Lisa.

Sontak Lisa langsung berlari sambil berteriak meminta tolong dan lantas si nenek itu mengejarnya sembari tertawa cekikikan. Namun saat baru beberapa meter Lisa berlari, kakinya tersandung sebuah lubang sehingga membuatnya terjatuh. Kemudian, si nenek langsung melompat ke arah Lisa sembari mengayunkan sabitnya ke arah lehernya. Tetapi Lisa berhasil menghindari mata sabit tersebut, sehingga sabit itu menancap ke tanah. Lantas dengan spontan Lisa mengambil sebuah batu sebesar kepalan tangan - yang berada di tepi jalan - dan mengayunkannya dengan keras ke arah muka si nenek. Alhasil nenek itu terbanting ke tepi jalan dan tidak sadarkan diri.

Kalakian Lisa merasa sedikit tenang, tapi dia juga merasa tergemap dengan aksinya itu, sekaligus khawatir dengan kondisi si nenek. Alhasil semua perasaan itu bercampur aduk di pikirannya, sehingga waktu yang seharusnya dapat dia pakai untuk melarikan diri, tapi dia gunakan untuk memeriksa keadaan si nenek yang masih terbaring di tepi jalan.

Ketika Lisa sedang mengulurkan tangannya untuk meraih tubuh si nenek, seketika nenek itu bangkit dan menatap Lisa dengan penuh amarah. Sekaligus memperlihatkan darah segar - berwarna hitam - yang mengalir keluar dari dahi kirinya.

“Anak jalang! Berani-beraninya kamu melukai nenek! Akan kubawa kau ke neraka!” ujarnya sambil mencabut sabitnya yang tertancap di tanah dan mengayunkannya ke arah leher Lisa.

Sontak Lisa - secara kontan - melompat menjauh menghindari tebasan sabit si nenek itu dan langsung berlari sekuat tenaga, tanpa mengenal arah jalan yang akan dia tuju. Sampai pada akhirnya, Lisa menemukan sebuah pos satpam dan lantas dia berlari ke tempat itu.

Setibanya disana, Lisa mendapati dua orang satpam yang sedang berjaga. Lalu dia memasuki pos satpam itu sembari berteriak meminta pertolongan, seperti orang yang kesetanan. Alhasil, kedua satpam yang sedang berjaga itu langsung mendekati dan menenangkannya.

Kemudian Lisa menceritakan peristiwa sedang terjadi dengannya, sembari menunjuk ke arah jalan di belakangnya. Tetapi, ketika Lisa menoleh ke arah yang dia tunjuk, dia hanya mendapati sebuah jalan yang kosong dan si nenek - yang tadi mengejarnya - sudah menghilang.

Akan tetapi Lisa tidak percaya begitu saja dengan keadaan yang dia lihat. Lantas dia mendesak para satpam untuk memeriksanya. Walhasil salah satu dari satpam itu langsung pergi memeriksa jalan yang ditunjuk oleh Lisa. Sedangkan satpam yang satunya lagi berusaha menenangkan Lisa - yang masih panik - di dalam pos jaga, serta melapor ke sesama rekannya - melalui walkie-talkie - untuk menelusuri semua jalan, untuk mencari sosok nenek yang Lisa ceritakan.

****

Setelah hampir setengah jam berlalu, para satpam tidak menemukan tanda-tanda keberadaan si nenek yang Lisa ceritakan, sehingga mereka menyimpulkan bahwa nenek tersebut sudah lama pergi. Pada awalnya, Lisa merasa tidak yakin dengan kesimpulan yang diberikan oleh satpam, tapi dia juga tidak bisa memaksa mereka, karena Lisa sendiri sudah tidak kuat menahan tubuhnya lelah dan ingin segera tiba di rumah.

Arkian salah satu satpam langsung mengantarkan Lisa pulang. Meskipun Lisa masih belum tenang, tapi dia merasa bahwa pilihan terbaik bila dia tiba terlebih dahulu di rumahnya. Karena itu bisa membuatnya merasa lebih aman, daripada berada di luar rumah.

Setibanya mereka di depan rumah Lisa, satpam itu berkata;

“Mbak, kunci pintu sebaik mungkin. Kalau masih terjadi apa-apa lagi, langsung hubungi orang terdekat atau telpon polisi.”

“Iya pak, terima kasih atas sarannya.”

Kemudian Lisa langsung mengambil kunci pintu gerbang rumah dan hendak membukanya.

“Kami akan terus mencari nenek yang mbak maksud. Jadi mbak…”

Seketika terdengar suara seperti seseorang sedang mengayunkan sebuah besi dari arah satpam itu berada - hingga memutus kalimat yang diucapkannya - dan diikuti oleh suara orang jatuh.

Sontak Lisa langsung menoleh ke arah satpam yang ada di belakangnya. Tetapi mata Lisa hanya menangkap si nenek yang sudah berdiri di belakangnya - tempat si satpam berpijak - sembari tersenyum menyeringai yang mengutuk. Kemudian nenek itu mengayunkan sabitnya ke arah leher Lisa dengan sekuat tenaga, sedangkan Lisa yang masih syok tidak mampu menghindari tebasan sabit nenek itu.

Arkian kepala Lisa terjatuh ke tanah, dengan mata yang menghadap ke arah badannya yang masih berdiri kejang-kejang, dengan darah segar keluar bersibaran dari lehernya. Alhasil - dalam detik terakhirnya - Lisa dapat menyaksikan badannya ambruk dan - terlihat juga - tubuh si satpam yang menemaninya, sudah terbujur tidak sadarkan diri - tergeletak tidak jauh dari tubuh Lisa berada - dengan darah segar yang mengalir keluar melalui luka tusuk di punggungnya.

Nenek tersebut tertawa cekikikan sembari menatap kepala Lisa dengan ekspresi yang keji dan sadis. Kemudian nenek itu mengambil kepala Lisa dengan cara menjambak rambutnya, lalu memasukkannya ke dalam karung goni - yang dia pompongnya - yang berisi kumpulan kepala para korban si nenek. Setelah itu, si nenek pengemis melangkah pergi dan menghilang secara misterius di balik kegelapan malam.

Semenjak peristiwa itu, kisah akan si nenek pengemis menjadi cerita yang menggegerkan dan mulai meneror warga. Sejak peristiwa itu jugalah, cerita mengenai si nenek pengemis mulai terdengar di khalayak umum. Hingga saat ini, nenek itu masih berkeliaran untuk mencari korban.

**** 

Ikuti tulisan menarik Elnado Legowo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler