x

Prosedur Mendirikan yayasan di Indonesia

Iklan

Sujana Donandi Sinuraya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 November 2019

Jumat, 19 Maret 2021 07:42 WIB

Memahami Hakikat Yayasan Bagi Pendiri Yayasan

Artikel ini menyajikan pembahasan mengenai karakteristik hukum atas badan usaha berbentuk yayasan yang perlu dipahami oleh masyarakat yang sudah maupun akan mendirikan yayasan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Sujana Donandi S., Dosen Program Studi Hukum, Universitas Presiden

 

Banyak usaha yang dijalankan oleh masyarakat dengan beragam tujuan, baik profit maupun tujuan lainnya, seperti sosial maupun keagamaan. Dalam menjalankan usahanya, agar berjalan dengan baik dan sah di mata hukum, maka masyarakat menjalankan usaha dalam wadah suatu badan usaha. Bentuk badan usaha yang dapat dipilih sangat beragam, mulai dari perusahaan perseorangan Firma, Persekutuan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, hingga Yayasan. Pembentukan badan usaha tersebut tercipta berikut kelengkapan dokumen legalitas, mulai dari Akta Pendirian, Surat Keputusan Menteri terkait, Surat Keterangan Domisili Usaha, Nomor Induk Berusaha, dan izin-izin khusus sesuai bidang usaha yang dijalankan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dari bentuk-bentuk badan usaha yang tersedia, Yayasan merupakan satu bentuk yang unik dibandingkan bentuk-bentuk badan usaha lainnya. Keunikan Yayasan sebagai badan usaha dibandingkan badan usaha lainnya ialah sifatnya yang nirlaba atau tidak mencari keuntungan. Namun, nampaknya makna nirlaba belum seutuhnya dipahami dan dijiwai secara maksimal dalam kehidupan masyarakat sehari-hari karena beberapa orang yang Penulis kenal, sengaja mendirikan yayasan untuk mendapatkan keuntungan yang dirasakan secara langsung olehnya, seperti kompensasi finansial. Padahal, jelas, yayasan bersifat nirlaba. Lantas, bagaimana sebenarnya hakikat yayasan yang bersifat nirlaba tersebut?

Mari pertama-tama kita sama-sama simak ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 Tentang Perubahan  Atas Undang-Undang Nomor yang mendefinisikan yayasan sebagai badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Dari ketentuan ini, tampak bahwa secara hakiki, Yayasan merupakan badan usaha berbadan hukum, yang mana badan hukum menunjukkan posisi Yayasan sebagai subjek hukum, yang mana hak maupun kewajiban yang muncul bagi yayasan hanya akan melekat bagi yayasan saja, dan tidak melekat bagi para pendiri. Artinya, jika yayasan memperoleh keuntungan, maka uang ataupun keuntungan lainnya yang diperoleh yayasan seutuhnya milik yayasan, dan pendiri atau para pendiri tidak boleh mengklaim ataupun mengambil bagian dari keuntungan yang dimiliki oleh yayasan, sekalipun modal pendirian awal yayasan itu memang berasal dari para pendiri. Demikian juga jika yayasan mengalami kerugian, maka kerugian itu adalah kerugian yayasan dan tidak boleh ditagih kepada pendiri.

Pasal penting selanjutnya yang menjelaskan hakikat dari Yayasan ialah Pasal 5 Ayat (1) yang menyatakan bahwa kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas. Pengecualian berlaku terhadap pengurus, sepanjang pengurus bukan merupakan pendiri yayasan sebagaimana diatur dalam Ayat (2). Ketentuan inilah yang menjadi titik penting hakikat dari pendirian yayasan. Ketentuan ini secara tegas menyampaikan bagi para pendiri yayasan, bahwa tidak boleh pendiri yayasan menikmati keuntungan yang dihasilkan oleh yayasan.

 

Mengukuhkan Hati Menetapkan Badan Usaha

Pasal 5 menjadi dasar yang harusnya direnungkan oleh masyarakat yang ingin mendirikan yayasan baik untuk mendirikan sekolah ataupun menjalankan kegiatan di bidang sosial dana tau keagamaan lainnya. Harus ada ketulusan hati dan niat yang besar untuk berkorban dan tidak mengharapkan kembali uang yang telah kita keluarkan karena mendirikan yayasan memang harus diniatkan untuk membantu orang lain. Anda memang tidak perlu menjadi sekaya Bill Gates untuk mendirikan yayasan, namun yang jelas anda harus siap rugi dan tidak mendapatkan keuntungan apapun dari yayasan yang anda dirikan.

Memahami benar tujuan pendirian badan usaha menjadi sangat penting bagi kita dalam memilih badan usaha yang tepat. Mencari keuntungan finansial dalam menjalankan usaha bukanlah hal yang salah, namun jika menjadikan pendirian yayasan sebagai uapaya menikmati keuntungan finansial, tentu hal ini sudah menyimpang dari karakteristik dan hakikat dari yayasan. Apalagi jika pendirian yayasan hanya digunakan sebagai kedok untuk memperoleh pendanaan dari pihak luar yayasan yang justru kemudian dana tersebut diperhitungkan sebagai keuntungan yang sebagaian daripadanya kemudian diberikan kepada pendiri baik dalam bentuk gaji, pembagian keuntungan, atau bentuk benefit lainnya. Jika memang ingin menjalankan usaha untuk memperoleh keuntungan, maka anda dapat memilih mennggunakan badan usaha lain seperti perusahaan perseorangan, Firma, CV, Koperasi, ataupun PT. Untuk itu, hati nurani dan niat pendiri sangat esensial dalam menimbang aspek filosofi dan sangat mendasar dalam meniatkan pendirian suatu yayasan.

 

Keuntungan Yayasan Untuk Yayasan

Lantas, untuk siapa keuntungan yayasan? Saat anda mendirikan yayasan yang kemudian menjalankan usaha, misalkan sekolah, tentu anda menjalankannya bukan dengan niat untuk merugi. Jika merugi, maka besar kemungkinan sekolah tersebut tidak akan  berlangsung secara berkesinambungan dan sangat mungkin segera tutup karena kekurangan dana operasional. Sekolah ataupun unit usaha lainnya yang dijalankan oleh yayasan, tentu dijalankan untuk memperoleh keuntungan. Namun harus diingat, sebagaimana pada bagian sebelumnya telah dijelaskan, keuntungan tersebut tidak boleh dirasakan ataupun diberikan kepada pendiri yayasan.

Keuntungan yayasan dapat digunakan dan dimaksimalkan untuk pengembangan unit usaha termasuk juga membayar pengeluaran-pengeluaran unit usaha, yang tentunya tidak ada pengeluaran yang bersifat benefit bagi pendiri yayasan. Keuntungan yang ada bisa digunakan untuk menambah fasilitas, local, maupun perlengkapan yang dibutuhkan oleh unit ataupun usaha yayasan. Artinya, pelaksanaan usaha yayasan tetap bersifat profit, namun secara kelembagaan didirikan bukan untuk profit (pendirinya) namun untuk tujuan mulia baik di bidang pendidikan, sosial maupun keagamaan.

Dengan demikian, marilah bagi masyarakat yang ingin mendirikan yayasan untuk merenungkan kembali maksud dan tujuan dari pembuatan yayasan yang direncanakan. Jika memang niat mulai yang direncanakan sudah dibulatkan, maka harus ada kesiapan untuk berkorban dan secara murni tidak mengharapkan mendapat kembali ataupun benefit dari pendirian yayasan baik secara langsung maupun tidak langsung. Jika tidak merasa siap untuk merugi dan ingin mencari profit dalam menjalankan usaha yang dilakukan, menggunakan bentuk badan usaha lain seperti perseorangan, Firma, CV, Koperasi, atau PT juga bukan merupakan suatu dosa.

Ikuti tulisan menarik Sujana Donandi Sinuraya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB