x

Pendidikan adalah hal yang sangat penting di dunia, karena dunia butuh akan orang-orang yang berpendidikan agar dapat membangun Negara yang maju. Tapi selain itu karakterpun sangat diutamakan karena orang-orang pada zaman sekarang tidak hanya melihat betapa tinggi pendidikan ataupun gelar yang telah diraih, melainkan juga pada karakter dari pribadi setiap orang itu sendiri. Oleh karena itu, saya sebagai mahasiswa mengharapkan bahwa pihak sekolah, pemerintah dan lingkungan masyarakat sadar akan pentingnya nilai-nilai nasionalisme bagigenerasi muda di Indonesia.

Iklan

farhan hans

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 24 Maret 2021

Kamis, 25 Maret 2021 13:32 WIB

Koruptor dan Moralitas Ala Netzsche

Korupsi merupakan sebuah dekadensi moral yang sangat serius permasalahannya di negeri ini, bagaimana kaitannya dengan unsur moral atas pemikiran Nietzsche, seorang Filsuf Jerman ?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Fenomena korupsi yang sudah sistemik di negeri yang berkode telepon +62, berpenduduk nomor 4 terbesar di dunia, salah satu negara yang mempunyai netizen/pengguna internet dan media sosial di dunia-ini sangat menarik untuk dicermati. Kehadiran lembaga pemperantasan korupsi (KPK) tidak membuat para koruptor gentar ketakutan malah sebaliknya korupsi mewabah dalam sistem pemerintahan dan politik negara kita. Korupsi tergolong suatu bentuk kejahatan sosial kelas berat karena korupsi sangat merusak tata kelola kehidupan bersama.

Namun, bila kita mengamati korupsi di negeri ini, seakan-akan korupsi sesuatu yang lumrah, bukan dosa atau kejahatan berat meskipun akibatnya besar bagi hidup banyak orang. Korupsi menjadi suatu habit atau gaya hidup sebagian besar pejabat kita. Lihat saja raut wajah koruptor tidak pernah sedih atau takut, pada umumnya ceria, senyam-senyum, kesemsem seperti orang lagi jatuh cinta dan tertawa ketika disorot ke publik. Apakah ini berkaitan dengan Moralitas Manusia karena kekuasaan?

Mungkin penulis akan memakai pemikiran salah satu Filsuf Abad ke 19 Adalah Friedrich Nietzsche, seorang filsuf dari Jerman, mengenai kuasa. Menurut Nietzche manusia memiliki kehendak untuk berkuasa (will to power) sebagai bagian dari kodrat alamiahnya. Hasrat terdalam manusia untuk berkuasa tersebut termanifestasikan melalui politik, di mana ia mencoba menguasai sesamanya, dan teknologi, di mana ia berupaya untuk menguasai alam di mana ia tinggal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Akar dari setiap kejahatan, termasuk di dalamnya korupsi, bagi Nietzsche ialah kemunafikan yaitu “penolakan naif terhadap kehendak untuk berkuasa atas nama moralitas". Sesungguhnya kehendak untuk berkuasa bagaikan pedang bermata dua, karena memiliki sisi destruktif sekaligus konstruktif di dalamnya. Segi destruktif karena kehendak untuk berkuasa dapat mengarah pada sikap sewenang-wenang, sedangkan sisi konstruktif terwujud dalam keadaan terbukanya kemungkinan untuk merealisir hasrat berkuasa tersebut dalam kegiatan yang membangun.

Perasaan-perasaan dalam diri manusia adalah masukan-masukan dari luar melalui obyektifikasi panca indranya dan obyek-obyek yang telah diindra manusia itu menghasilkan reaksi-reaksi mendekati atau menjauhi obyek. Kalau mendekati, reaksi itu disebut “rasa”, misalnya rasa nikmat, gembira, cinta dan seterusnya. Kalau menjauhi obyek, reaksi itu disebut “nafsu” misalnya benci, kesedihan, rasa takut dll. Kedua macam reaksi itu bersaing dalam diri manusia. Kemenangan atau kekalahan dari satu reaksi itu, kita sebut sebagai kehendak. Maka, kebebasan memilih pada manusia juga terkungkung oleh reaksi-reaksi alamiahnya itu. Pandangan ini disebut determinisme psikologis”

Manusia pada dasarnya ingin memuaskan kepentingannya sendiri yaitu memelihara dan melestarikan diri atau kelompoknya sendiri dengan mencari kenikmatan dan mengelakan rasa sakit. Seseorang dikatakan bijaksana manakala orang tersebut mampu memaksimalisasi keinginan-keinginan dari dalam dirinya untuk kelestarian dan kemakmuran serta kenyamanan dirinya sendiri atau dengan kata lain manusia egois adalah manusia yang paling bijaksana.

Oleh sebab itu penulis menyimpulkan bahwa manusia tidak perlu secara munafik menampik hasrat untuk berkuasa, melainkan mengarahkannya terhadap kemungkinan yang lebih konstruktif, bukan koruptif, baik bagi dirinya sendiri maupun kehidupan bersama. Oleh sebab itu bahwa sumber kejahatan ialah sisi gelap manusia sendiri yang ditolak dan disangkal sehingga muncul dengan sendirinya di luar kontrol kesadaran pelakunya. Ya kalau si pelaku sadar dia tidak akan melakukan hal tersebut, dengan kata lain si pelaku kalah dan mengikuti “Nafsu” tersebut.

 

oleh Farhan Anugerah

Ikuti tulisan menarik farhan hans lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler