x

1-Cukai adalah pungutan negara yang dibebankan pada produk tertentu

Iklan

CISDI ID

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 September 2020

Sabtu, 1 Mei 2021 09:11 WIB

Seberapa Penting Kehadiran Cukai untuk Mengendalikan Konsumsi?

Konsumsi barang-barang tertentu dengan berlebihan mampu memengaruhi tingginya beban kesehatan akibat penyakit di beberapa pelayanan kesehatan. Karenanya, selain melalui kebijakan kesehatan, pemerintah membangun mekanisme pengendalian konsumsi, salah satu caranya melalui cukai. Lantas, apa yang dimaksud dengan cukai?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu untuk mengendalikan konsumsi (Sumber gambar: Pexels)

Konsumsi barang-barang tertentu dengan berlebihan mampu memengaruhi tingginya beban kesehatan akibat penyakit di beberapa pelayanan kesehatan. Karenanya, selain melalui kebijakan kesehatan, pemerintah membangun mekanisme pengendalian konsumsi, salah satu caranya melalui cukai. Lantas, apa yang dimaksud dengan cukai?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 atau UU Cukai, cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang yang mempunyai sifat atau karakteristik tertentu dalam undang-undang tersebut.

Anggoro dan Agusti (2019) lebih lanjut mengatakan cukai berfungsi sebagai pengendali konsumsi barang yang memengaruhi kesehatan, lingkungan, dan keamanan masyarakat. Cukai atau excise tax dibebankan kepada produsen atau penyedia barang melalui dua cara, yakni pembebanan pada barang berdasarkan persentase harga ataupun unit.

Dikarenakan memberi beban finansial, cukai pasti memengaruhi harga jual suatu produk. Kondisi ini yang pada akhirnya mampu mengontrol konsumsi. Lantas, apa beda cukai dengan instrumen pungutan lain seperti pajak?

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang. Pajak digunakan untuk membiayai belanja atau keperluan negara untuk mencapai kemakmuran rakyat Indonesia melalui pembangunan infrastruktur ataupun dukungan terhadap program nasional lainnya.

Dengan kata lain, tujuan utama pajak adalah mencapai kemakmuran rakyat Indonesia, sementara cukai adalah mengendalikan konsumsi barang-barang tertentu.

Barang Kena Cukai (BKC)

Barang-barang tertentu yang dikenai cukai disebut sebagai barang kena cukai (BKC). Menurut UU Cukai, BKC memiliki beberapa karakteristik yang menentukan aspek pengendaliannya.

Di Indonesia terdapat tiga macam BKC, yakni etil alkohol atau etanol, minuman mengandung etil alkohol (MMEA), dan hasil tembakau. Etil alkohol adalah cairan bening dan kerap menjadi bahan utama produk-produk minuman beralkohol. Namun alkohol juga kerap digunakan untuk pelengkap produk-produk lain, seperti produk perawatan kulit, cat lukis, hingga bahan bakar.

Minuman mengandung etil alkohol (MMEA) juga merupakan jenis BKC lain. Permenkeu No 158/PMK.010/2018 menjelaskan MMEA sebagai semua barang cair yang lazim disebut minuman yang mengandung etil alkohol yang dihasilkan melalui cara peragian, penyulingan, ataupun cara lainnya. Beberapa minuman yang tergolong MMEA, antara lain bir, shandy. anggur, gin, whisky, ataupun minuman sejenis lainnya.

Jenis terakhir yang tergolong sebagai BKC ialah hasil-hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, ataupun pengolahan tembakau lainnya. Tembakau atau tobacco umumnya merujuk pada beberapa tanaman di benua Amerika.

Tetapi, tembakau yang kerap dimaksud adalah hasil bumi dari tanaman-tanaman tembakau. Kini di dunia, tembakau dikenal sebagai bahan utama pembuatan rokok ataupun cerutu. Upaya konsumsinya pun beragam, melalui kunyahan ataupun isapan.

Di samping ketiga jenis BKC tersebut, sebenarnya pemerintah Indonesia melalui omnibus law juga telah mewacanakan penetapan BKC lain, seperti kantong plastik, minuman berpemanis, dan emisi karbon. Namun, proses perumusannya masih berjalan hingga sekarang dan belum bisa diterapkan dalam waktu dekat.

Mengendalikan Konsumsi

Sebagai sebuah instrumen pengendali konsumsi, keberadaan cukai sangat krusial, terutama untuk mengendalikan konsumsi BKC yang berdampak buruk terhadap kesehatan, seperti konsumsi rokok sebagai contoh.

Hingga hari ini Indonesia masih menjadi negara di Asia Tenggara dengan konsumsi rokok tertinggi. Data terbaru dari Campaign for Tobacco Free Kids juga menyebut prevalensi perokok di atas usia 15 tahun di Indonesia mencapai angka 33,8%.

Dalam beberapa tahun terakhir, angka perokok anak di Indonesia terus meningkat. Riskesdas 2018 menerangkan prevalensi perokok usia 10-18 tahun meningkat dari angka 7,2 % pada 2013 menjadi 9,1% pada 2018.

Komitmen terbaru pada RPJMN 2020-2024 menargetkan turunnya prevalensi perokok anak menjadi 8,7% pada 2024. Aktivitas merokok, apalagi sejak dini, memiliki konsekuensi kesehatan serius. Data WHO menyebut sekitar 225.700 orang di Indonesia meninggal karena rokok atau penyakit lain yang berkaitan dengan tembakau.

Tak ayal, hampir setiap tahunnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu), selaku otoritas penentu tarif cukai di Indonesia, menaikkan tarif cukai hasil tembakau. Per 2021, Kemenkeu menetapkan rata-rata kenaikan tarif cukai jenis rokok mencapai 12,5%.

Kebijakan ini dimaksudkan untuk menurunkan prevalensi perokok anak dan meningkatkan target penerimaan cukai APBN 2021. Pemerintah juga menetapkan pengaturan ulang penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) yang 25% di antaranya akan dimanfaatkan untuk mendukung program jaminan kesehatan nasional.

Indonesia bukan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memanfaatkan cukai untuk menekan konsumsi rokok dan meminimalisir dampak buruk kesehatan. Pada 2012, Filipina meloloskan Sin Tax Reform Act sebagai regulasi yang mendorong peningkatan tarif cukai terhadap hasil-hasil tembakau.

Regulasi ini meningkatkan status tarif rokok dari barang berharga rendah dan menengah menjadi barang berharga premium. Dampaknya, harga rokok di pasaran menjadi dua kali lipat dari harga asal pada 2017.

Hasilnya, prevalensi perokok dewasa di Filipina menurun dari angka 28,3% pada 2009 menjadi 22,7% pada 2015. Pemasukan negara akibat cukai ikut meningkat tiga kali lipat dari PHP 32,9 triliun pada 2012 menjadi PHP 104 triliun pada 2016.

Temuan ini menunjukkan cukai masih menjadi instrumen yang sangat penting dalam mengendalikan konsumsi, terutama untuk barang-barang yang berdampak buruk terhadap kesehatan.

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiative (CISDI) berkomitmen untuk mewujudkan masyarakat sehat yang berdaya. Pengendalian tembakau adalah salah satu bentuk upaya untuk mewujudkan hal tersebut. CISDI aktif menyuarakan sikap mengenai hal itu melalui edukasi publik, riset, dan juga laporan program.

 

Tentang CISDI

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah think tank yang mendorong penerapan kebijakan kesehatan berbasis bukti ilmiah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya, setara, dan sejahtera dengan paradigma sehat. CISDI melaksanakan advokasi, riset, dan manajemen program untuk mewujudkan tata kelola, pembiayaan, sumber daya manusia, dan layanan kesehatan yang transparan, adekuat, dan merata. 

 

 

Penulis

 

Amru Sebayang

Ikuti tulisan menarik CISDI ID lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB