x

mudik dilarang

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 6 Mei 2021 06:09 WIB

Menerka Ada Apa di Balik Larangan Mudik, Benarkah Hanya Karena Corona?

Mustahilkah ada pihak di pemerintah yang sudah merancang skenario ini, sehingga sejak awal, ada yang mendesain seolah pemerintah tak memiliki prioritas kebijakan yang jelas menghadapi ramadan dan lebaran tahun ini karena memang ada pihak yang mau ambil keuntungan. Pasalnya, kondisi ekonomi yang terpuruk, maka celah sektor-sektor perekonomian yang menguntungkan dikasih kelonggaran dan dibiarkan jalan, karena ramadhan dan Idul Fitri sama dengan saatnya cari keuntungan berlipat. Alibinya, mereka memanfaatkan kondisi masyarakat kita masih banyak yang lemah intelegensi, emosi, analisis, dan sosial, maka mudik, belanja, dll sehingga dijadikan alasan bahwa masyarakat memang abai dan tak peduli serta tak menggubris peraturan pemerintah. Bila skenario itu benar, tetap saja mudah dibaca arahnya. Kasihan masyarakat, selalu jadi korban dan ketiban kesalahan dari kebijakan yang dibuat pemerintah, padahal kebijakan yang dibuat memang dalam rangka ada yang berkepentingan. Meningkatnya klaster corona di ramadhan dan Idul Fitri pun, tentu ada yang tetap mendulang untung.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tanggal 5 Mei 2021 adalah hari terakhir batas masyarakat dapat lolos pulang kampung atau mudik, sebab mulai 6-17 Mei 2021 larangan mudik lebaran sudah berlaku. Pertanyaan masyarakat adalah bagaimana setelah batas larangan mudik terlewati? Berarti tanggal 18 Mei, masyarakat sudah kembali bebas mudik atau bebas melakukan perjalanan lintas daerah?

Sebab, sejak larangan mudik di tetapkan, lalu disosialisasikan dan dipublikasikan kepada masyarakat, sejak peraturan dipublikasi, masyarakat pun berbondong mudik hingga tangga 5 Mei 2021. Kira-kira sudah berapa juta masyarakat yang melenggang sampai ke kampung halaman? Sebab dari hasil survei, puluhan juta masyarakat tetap memaksa ingin mudik.

Pertanyaannya, apakah survei benar-benar untuk ingin tahu sikap masyarakat yang ingin pulang saja? Atau tujuan sebenarnya untuk mengkalkulasi berapa test corona yang bisa dijual, juga tiket kereta dan pesawat yang tetap akan dibeli?

Atau jangan-jangan hasil survei juga digunakan untuk menggiring opini masyarakat, hingga yang tadinya tidak ingin mudik jadi tergugah ingin mudik?

Lalu, atas kondisi itu, sesuai hasil survei sudah ada berapa klaster corona baru di kampung-kampung? Belum lagi, pasar-pasar tradisional dan mal di kota-kota yang menjadi tujuan pemudik, tentu juga akan menjadi pusat kerumunan masyarakat setempat plus pemudik demi belanja kebutuhan lebaran.  

Belum lagi, area wisata di daerah juga nanti akan dibuka. Jadi, kira-kira akan ada berapa banyak klaster corona baru dari kebijakan larangan mudik yang sepertinya memang ada rencana pihak tertentu mengambil untung di dalamnya?

Klaster-klaster corona baru yang terus bermunculan pun, kini bak jamur.

Mungkinkah skenario cari untung?

Sejak awal muncul berita larangan mudik sampai jadi kebijakan yang ditetapkan, banyak pihak yang sudah memberikan kritik dan masukan. Sayangnya, kritik dan masukan dari berbagai pihak itu, hanya numpang lewat. Masuk telinga kiri, ke luar telinga kanan, karena mungkin, ini hanya skenario saja demi tujuan lain.

Saat awal masyarakat tahu, ada kebijakan larangan mudik, selain masyarakat kecewa atas kebijakan itu, masyarakat juga sudah menebak, pasti pemerintah akan plin-plan, tak seketat yang digemborkan, dan tetap memberikan celah keuntungan di sektor tertentu, namun tetap saja rakyat kecil yang dikorbankan.

Bila pada akhirnya masyarakat abai, tak peduli, dan tak patuh pada peraturan pemerintah, semua itu terjadi karena sikap pemerintah sendiri.

Mungkin kisah ini, memang tujuannya agar masyarakat kecewa dan terus menentang pemerintah, lalu memaksa mudik. Nah, saat memaksa mudik itu dibikin syarat yang juga membawa keuntungan pihak tertentu. Dan, ternyata berhasil, ada pihak yang terus mengeruk keuntungan.

Di sisi lain, sektor pusat belanja, itu juga target masyarakat di bulan ramadhan dan jelang lebaran, jadi juga ada titipan dari pihak yang berkepentingan di bidang ini memanfaatkan kondisi masyarakat yang sudah termakan berbagai kekecewaan.

Sebagai contoh fakta, peraturan larangan mudik baru berlaku pada 6 Mei. Tapi para pemudik yang mencoba pulang sebelum tanggal 6, ternyata banyak yang tidak berhasil lolos dan disuruh putar balik di jalan tol maupun jalan raya jalur mudik karena tidak melakukan test Covid-19 yang juga diperketat masa berlakunya hanya 1x24 jam.

Tetapi lihat di stasiun kereta, bandara, berapa pun jumlah penumpangnya, karena ada syarat naik kereta wajib test Covid-19, maka pemudik via jalur kereta dan bandara dapat melenggang ke kampung halaman. Jalur kereta dan bandara pun mereguk untung. Tidak seperti transportasi darat seperti bus, yang tetap buntung.

Faktanya, tak ada kereta dan pesawat yang dicegat dan diminta putar balik, bukan? Tapi di jalan raya, bus dan kendaraan lain disuruh putar balik sudah jadi pemandangan lazim sejak adanya kebijakan larangan mudik.

Jadi, sepertinya, bisnis test Covid-19 memang jadi primadona memanfaatkan situasi larangan mudik. Bahkan masa berlaku juga diperpendek menjadi 1x24 jam. Juga membuat laku kereta dan pesawat.

Pemudik positif dan negatif berbaur

Di sisi lain, bayangkan, dari jalur moda transportasi ini, antara pemudik yang naik kereta atau pesawat dan sudah test corona dan pemudik yang lolos di jalur jalan raya tanpa test corona, ke mana tujuannya? Sama-sama ke kampung halaman dan akan saling berinteraksi dalam jumlah besar dengan masyarakat asli daerah baik di kampungnya, di pasar atau di mal.

Adanya percampuran para pemudik ini, siapa yang dapat mencegah masyarakat yang negatif dan positif corona tak berbaur?

Kini sudah muncul klaster-klaster baru di daerah, sebab mobilitas masyarakat semakin tinggi dan tak terkendali. Padahal, tanpa mobilitas masyarakat yang mudik saja, sebab bulan ramadhan, sudah bermunculan klaster salat tarawih. Belum lagi pasar dan pusat perbelanjaan di sejumlah daerah, tanpa pemudik saja, penuh sesak oleh pengunjung, apalagi ditambah pemudik yang lolos tanpa test corona.

Yang pasti, atas kondisi yang ada, masyarakat berpikir bahwa ternyata mudik di larang tanggal 6-17 Mei 2021, tapi tak dilarang sebelum dan sesudah tanggal itu, terpenting masyarakat melalukan test corona dulu dan menjadi bisnis terbuka, dapat disimpulkan bisnis test corona hanya libur pada 6-17 Mei untuk masyarakat umum.

Ada pihak di pemerintah yang memanfaatkan

Bila ada pihak yang menyebut bahwa pemerintah sedang kebingungan mengendalikan mobilitas masyarakat jelang Lebaran, bila tolok ukurnya melihat kegelisahan Presiden Jokowi, rasanya bisa benar.

Tetapi menjadi salah, bila melihat sisi syarat test corona dan rencana obyek wisata tetap dibuka. Ini terjadi karena Justru ada pihak yang sangat paham kondisi masyarakat kita di setiap bulan Ramadhan dan Idul Fitri yang sangat mudah ditebak arah pemikiran dan emosinya karena menjunjung tradisi, maka kelemahan masyarakat kita inilah yang sengaja dimanfaatkan.

Mustahilkah ada pihak di pemerintah yang sudah merancang skenario ini, sehingga sejak awal, ada yang mendesain seolah pemerintah tak memiliki prioritas kebijakan yang jelas menghadapi ramadan dan lebaran tahun ini karena memang ada pihak yang mau ambil keuntungan.

Pasalnya, kondisi ekonomi yang terpuruk, maka celah sektor-sektor perekonomian yang menguntungkan dikasih kelonggaran dan dibiarkan jalan, karena ramadhan dan Idul Fitri sama dengan saatnya cari keuntungan berlipat.

Alibinya, mereka memanfaatkan kondisi masyarakat kita masih banyak yang lemah intelegensi, emosi, analisis, dan sosial, maka mudik, belanja, dll sehingga dijadikan alasan bahwa masyarakat memang abai dan tak peduli serta tak menggubris peraturan pemerintah.

Bila skenario itu benar, tetap saja mudah dibaca arahnya. Kasihan masyarakat, selalu jadi korban dan ketiban kesalahan dari kebijakan yang dibuat pemerintah, padahal kebijakan yang dibuat memang dalam rangka ada yang berkepentingan.

Meningkatnya klaster corona di ramadhan dan Idul Fitri pun, tentu ada yang tetap mendulang untung.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler