x

cover buku Sabdopalon

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 9 Agustus 2021 06:18 WIB

Sabdopalon - Perjumpaan Agama Budi di Jawa dengan Islam dan Masa Depan

Sabdopalon adalah tokoh spiritual Jawa, khususnya dalam Agama Budi. Sabdopalon diidentikkan dengan Semar dalam sosok pewayangan. Sosok ini dianggap sebagai pelindung raja-raja Majapahit yang akan kembali membawa kesejahteraan bagi Jawa di masa depan. Bagaimana perjumpaan Sabdopalon dengan Islam? Apakah dia anti Islam seperti yang ditulis di Serat Darmogandul, atau dia adalah pengayom semua agama dan semua kelompok di Jawa?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Sabdopalon

Penulis: Sri Winata Achmad

Tahun Terbit: 2011

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Araska            

Tebal: 179

ISBN: 978-602-9072-96-9

 

 

Saya mencari rujukan tentang sosok Sabdopalon dan Noyogenggong setelah membaca novel ini. Sebab pengetahuan saya tentang dua sosok ini memang tidaklah dalam. Dari Wikipedia saya menemukan bahwa tokoh Sabdopalon pertama muncul dalam sebuah buku berjudul “Serat Darmogandul yang terbit pada tahun 1900-an. Selain muncul dalam buku Serat Darmogandul, sosok Sabdopalon juga muncul dalam buku Serat Sabdopalon. Dalam Serat Darmogandul, tokoh Sabdopalon adalah sang penasihat raja-raja Majapahit. Dalam kitab Serat Darmogandul, Sabdopalon tidak bisa menerima hancurnya Majapahit karena serangan Demak. Ia berjanji untuk kembali lagi ke tanah Jawa 500 tahun kemudian untuk mengembalikan kejayaan Jawa dan Agama Budi.

Tokoh Sabdopalon senantiasa dihubungkan dengan tokoh Semar dan tokoh Noyogenggong. Sabdopalon diidentikkan dengan Semar, yang dalam budaya Jawa dianggap sebagai sosok yang menggembalakan bangsa Jawa. Wiki juga menjelaskan bahwa Saobdopalon mungkin bukan nama seseorang, tetapi julukan yang diberikan kepada orang yang bertugas untuk memberikan nasihat kepada raja. Sabdo adalah nasihat, palon berarti pengunci kebenaran. Sedangkan tentang sosok Noyogenggong, referensi yang saya baca tidak memberikan penjelasan yang memadai. Apakah Noyogenggong adalah sosok yang berbeda dari Sabdopalon, atau keduanya sebenarnya adalah satu orang saja. Wiki menjelaskan bahwa Noyo adalah nayaka atau abdi dalem dan genggong adalah mendengungkan terus menerus. Jadi Noyogenggong adalah abdi yang senantiasa mendengungkan nasihat-nasihat kepada raja.

Buku Sabdopalon karya Sri Winoto Achmad (SWA) ini menggambarkan sosok Sabdopalon yang mengabdi di Majapahit. SWA menggambarkan bahwa Sabdopalon akan kembali ke Jawa pada tahun 2025. SWA mengutip Serat Sabdopalon untuk memperkirakan kehadiran kembali sosok ini. “Aku membuat tanda akan kedatanganku. Bila kelak Gunung Merapi Meletus dan memuntahkan laharnya kea rah barat daya, dan saat Pandawa amulat sirnaning panganten.” Pandawa amulat sirnaning panganten berarti tahun 2025. Kutipan yang diletakkan di halaman judul ini dilengkapi dengan foto Gunung Merapi yang Meletus dan asap letusan membentuk sosok Semar.

SWA mengawali kepergian Sabdopalon dari Gunung Tidar di Magelang yang dianggap sebagai pusatnya Pulau Jawa ke Gunung Kelut di Jawa Timur. Sabdopalon disapa sebagai Kyai Lemu. Sapaan Kyai Lemu ini mengingatkan bentuk tubuh Semar yang memang gemuk dalam cerita pewayangan Jawa.Kyai Lemu adala guru dari Cakradhara yang di kemudian hari menikahi putri Majapahit yang menjadi Ratu.

Setelah membabar sejarah Majapahit mulai dari masa Jayanegara dan munculnya sosok Jaka Mada (namanya berubah menjadi Gajah Mada setelah mengemban posisi sebagai maha patih) (hal. 17-48), SWA menceritakan pernikahan Cakradhara dengan Sri Tribuwana Tunggadewi (hal. 49). Cakradhara bergelar Sri Kertawedhana setelah menjadi suami Ratu. Dari pasangan Cakradhara dengan Tribuwana Tunggadewi inilah lahir raja besar Hayam Wuruk. Pada saat itulah Kyai Lemu menyatakan bahwa dirinya adalah sang Sabdopalon (hal. 75).

Sabdopalon menjadi penasihat Ratu Sri Tribuwana Tunggadewi dan selanjutnya menjadi penasihat Hayam Wuruk. Majapahit mulai mencapai kejayaannya di masa pemerintahan Sri Tribuwana Tunggadewi dan mencapai puncak kejayaan di masa Hayam Wuruk. Ambisi Gajahmada untuk mempersatukan Nusantara melalui Sumpah Palapa terwujud di masa Hayam Wuruk.

SWA memberi tafsir tentang perang Bubat yang belum pernah saya dapatkan dari referensi sebelumnya. Tafsir SWA tentang Perang Bubat bukanlah sekadar tentang ambisi Gajahmada mempersatukan Nusantara. Bukan sekadar menaklukkan Galuh yang belum tunduk kepada Majapahit. Namun karena sesungguhnya Gajahmada mencintai Dyah Pitaloka (hal 119). Gajahmada seakan tidak rela Dyah Pitaloka menjadi istri Hayam Wuruk.

Kekacauan-demi kekacauan setelah Perang Bubat membuat Sabdopalon musnah. Kisah hilangnya Sabdopalon ini tentu berbeda dari apa yang dikisahkan oleh Serat Darmogandul. Di Serat Darmogandul Sabdopalon menghilang saat Majapahit kalah dari Demak. Di novel ini Sabdopalon sudang menghilang sejak prahara Perang Bubat. Meski Kertawijaya, Raja Majapahit membujuknya untuk kembali menjadi penasihat Majapahit, namun Sabdopalon yang sudah kembali ke Gunung Kelud menolaknya (hal.  135). Ketika Kertawijaya menggunakan kekerasan untuk membawa kembali Sabdopalon, Sabdopalon lenyap dan terjadilah letusan Gunung Kelud.

Gunung Kelud sekali lagi meletus di masa Raja Girindrawardhana. Letusan tersebut adalah peringatan dari Sabdopalon terhadap kawula Majapahit.

Dalam novel ini SWA menyuguhkan kisah dimana Sabdopalon sudah meninggalkan Majapahit jauh sebelum terjadi penyerangan Demak yang mengakhiri Kerajaan Majapahit. Dengan demikian Sabdopalon yang menjadi symbol Agama Budi – agama asli Jawa, terhindar dari konflik dengan Islam. 614

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler