
Jokowi
Selasa, 26 Oktober 2021 11:16 WIB
7 Tahun Kepresidenan, Momen Perenungan Mestinya
Presiden Jokowi perlu menyediakan waktu khusus untuk menyepi dan mengingat kembali amanah yang ia terima pertama kali tujuh tahun lalu: “Mengapa rakyat memilih saya?” Inilah momen baik untuk melihat ke masa sebelumnya, merenungkan kembali sumpah yang diucapkan. Di tempat yang jauh dari Istana, Presiden dapat merenung: “Apakah saya telah menunaikan amanah rakyat sebagaimana mereka mempercayakannya kepada saya?”
Dibaca : 895 kali
Seorang pemimpin memerlukan waktu untuk menyendiri, memisahkan diri barang sejenak dari hiruk pikuk—rapat, menerima tamu, bertelepon, agar ia dapat merenung: tentang dirinya sendiri, sepak terjangnya, keputusannya, pilihan-pilihannya, juga keberpihakannya. Refleksi diri bukan sesuatu yang mahal dan sukar dilakukan, tapi mungkin banyak pemimpin tidak menganggapnya penting dan karena itu mengabaikannya.
Presiden Joko Widodo telah menjalani tujuh tahun masa kepresidenan dan masih memiliki tiga tahun lagi. Seyogyanya, ini dapat menjadi momen perenungan bagi Presiden. Melakukan perjalanan kilas balik ke tahun 2014 tampaknya perlu agar Presiden dapat mengingat kembali betapa besar harapan rakyat kepadanya waktu itu: harapan akan kepemimpinan baru yang mau mendengarkan suara rakyat—yang adil, amanah, melindungi dan menguatkan yang lemah.
Setelah tujuh tahun berdiam di Istana, Presiden perlu menyediakan waktu khusus untuk memandang Istana dari kejauhan agar dapat merenungkan secara lebih jernih hal-hal penting bagi kepemimpinannya. Bukanlah untuk bernostalgia bila Presiden berefleksi: “Mengapa rakyat memercayakan kedudukan presiden kepada saya?”, “Untuk apa saya menjadi presiden?”, “Bagaimana selama ini saya memimpin?”, hingga “Bagaimana selanjutnya?”
Mengambil jarak barang sejenak dari rutinitas niscaya dapat membantu Presiden menjernihkan pikiran dan membuka kembali memori tentang antusiasme rakyat tatkala memberi dukungan kepada dirinya. Bagi rakyat, pilpres bukan soal politik semata, melainkan kepercayaan bahwa kekuasaan dapat menolong rakyat untuk bangkit dari kekurangan, keterbelakangan, ketidakadilan, ketidakamanan, kesewenangan, dan seterusnya. Kekuasaan memiliki sisi baik bila pemegangnya mengerti benar untuk tujuan apa ia diberi kepercayaan serta istiqamah dengan keyakinan itu.
Ya, kepemimpinan adalah perkara kepercayaan dan tanggungjawab; tentang tugas yang melampaui dirinya sendiri. Di hadapan tugas yang dipercayakan, seorang pemimpin bukanlah siapa-siapa—setinggi apapun jabatan yang ia emban, tugas itu lebih penting. Inilah renungan kepemimpinan yang kerap dipikirkan oleh para pemimpin dunia, sehingga di hadapan amanah rakyat, seorang pemimpin adalah pelayan.
Presiden perlu menyediakan waktu khusus untuk menyepi dan melepaskan diri dari rutinitas, agar ia dapat membebaskan sejenak dari bisikan-bisikan orang sekelilingnya, dari keluarganya, maupun dari orang-orang partai. Dengan mengambil jarak barang sejenak, Presiden berkesempatan mengingat kembali amanah yang ia terima pertama kali tujuh tahun lalu: “Mengapa rakyat memilih saya?”
Melalui perjalanan kilas balik, Presiden berkesempatan untuk menapaki kembali apakah jalan yang telah ia tempuh masih istiqamah dengan janji yang ia ucapkan dan sumpah yang ia teguhkan. Janji dan sumpah pemimpin, itulah yang menjadi pegangan rakyat ketika menyerahkan kepercayaan kepadanya. Tujuh tahun adalah masa yang cukup untuk melihat kembali ke masa sebelumnya, mengingat kembali janji, merenungkan kembali sumpah yang diucapkan. Setelah tujuh tahun, akan kemana dan bagaimana?
Di negeri ini, rakyat adalah orang-orang sederhana yang menginginkan ketenangan hidup—tenang bukan oleh rasa takut, melainkan karena pemimpin yang jujur, adil, amanah, serta menguatkan dan melindungi yang lemah. Di tempat yang jauh dari Istana, Presiden Jokowi dapat merenung: “Apakah saya telah menunaikan amanah rakyat sebagaimana mereka mempercayakannya kepada saya?”
Tidak kalah penting, ia perlu merenungkan bahwa ada kekuasaan dan kekuatan yang jauh-jauh-jauh lebih besar yang memperhatikannya. Ia bisa saja mengabaikannya, tapi bukan tanpa konsekuensi.
Buah perenungan itu membuka peluang bagi Presiden untuk memanfaatkan waktu 3 tahun yang tersisa dengan sebaik-baiknya demi rakyat banyak yang telah menaruh kepercayaan kepadanya. Mewariskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip baik bagi kehidupan bermasyarakat jauh lebih berharga dibandingkan capaian material apapun, sebab nilai dan prinsip adalah sebaik-baik infrastruktur yang dapat mengantarkan rakyat pada tujuannya. >>
Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.
Suka dengan apa yang Anda baca?
Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.
Sabtu, 6 November 2021 17:25 WIB

Kebijakan Tes PCR Berubah-ubah Hingga Buat Bingung Rakyat, Ada Motif Apa?
Dibaca : 402 kali
Kamis, 4 November 2021 08:37 WIB

Permainan Picik Culasi Rakyat (PCR) Terbongkar?
Dibaca : 685 kali
Kamis, 4 November 2021 10:30 WIB

Begini Kronologi Terkuaknya Bisnis Tes PCR yang Libatkan Menko Luhut
Dibaca : 581 kali
Selasa, 2 November 2021 18:51 WIB

Nataru untuk Momentum Bisnis PCR Lagi?
Dibaca : 567 kali
Selasa, 26 Oktober 2021 11:16 WIB

7 Tahun Kepresidenan, Momen Perenungan Mestinya
Dibaca : 896 kali
Minggu, 24 Oktober 2021 08:10 WIB

Riset Wajib Dipayungi Pancasila, Ekonomi Malah Bebas Merdeka
Dibaca : 859 kali
Selasa, 19 Oktober 2021 11:35 WIB

LADI Memalukan, Indonesia pun Disanksi WADA, Covid-19 Jadi Alasan
Dibaca : 550 kali
Selasa, 19 Oktober 2021 06:54 WIB

Andai Jadi Maju Pilpres 2024: Bukti Kegigihan Prabowo?
Dibaca : 1.182 kali
Kamis, 14 Oktober 2021 08:55 WIB

Ingat, Lawan Timnas Berikutnya Bukan Chinese Taipei
Dibaca : 602 kali
3 hari lalu

Novela Seno Gumira Ajidarma: Suara Hati Seorang Pelacur
Dibaca : 2.269 kali
4 hari lalu

Apresiasi juga Dengki Iringi Kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia
Dibaca : 1.046 kali
5 hari lalu

Pendidikan Jarak Jauh Ketlisut dan Raib dari Draft RUU Sisdiknas?
Dibaca : 763 kali
2 hari lalu

Penguatan Profil Pelajar Pancasila melalui Projek dalam Kurikulum Merdeka
Dibaca : 545 kali
Kamis, 30 Juni 2022 13:49 WIB
