x

Iklan

Kevin Sie

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 10 November 2021

Jumat, 12 November 2021 05:58 WIB

Ide

Cerpen

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Namanya Adi, seorang siswa dari sebuah SMP yang sekarang duduk di kelas 9 dan merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Dia tampaknya sedang berjalan ke sana-kemari bagai cacing kepanasan. Mengapa dia tampak panik? Ada tugas membuat cerpen yang diwajibkan dikumpul dalam waktu 5 hari. Waktu yang cukup lama bukan, namun tidak untuk Adi. Dia sudah berjalan kesana-kemari memikirkan ide untuk cerpennya selama 1 jam. Ia telah mencari di berbagai buku dan juga internet, namun tidak menemukan yang tepat untuknya.

 

"Adi, masih belum terpikir ide yang baik? Sudahlah, istirahat dulu, nanti baru dipikirkan lagi," ucap Ibunya sambil memasuki kamar siswa yang panik itu. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

"Tidak bisa Bu, tugasnya sebentar lagi akan di kumpul. Kalau aku berhenti, waktuku akan berkurang banyak," sahut Adi sambil mengambil beberapa kertas kosong. 

 

"Baiklah, namun jangan bekerja terlalu keras. Istirahatlah jika perlu," ucap Ibunya sambil keluar dari kamarnya. 

 

Dari sore hingga malam, Adi mencoret-coret kertas yang dia ambil namun tidak dapat memikirkan sebuah tema, sehingga dia memutuskan untuk melanjutkannya keesokannya. Namun pada saat Adi sedang tidur, dia mendengar suara panggilan dari meja belajarnya. Karena suaranya yang terlalu mengganggu, Adi pun pergi mendatangi meja belajarnya kemudian melihat salah satu bukunya terbuka. Di sebelah buku itu terdapat sebuah potongan kertas dengan tulisan, namun hanya seperempat dari satu lembar saja. Buku tersebut berisi tulisan :

1. Dakilah gunung yang terletak barat dari kota ini hingga puncaknya

2. Pergilah ke hutan di mana Desa Sukasari dulu berada

3. Sebrangilah Sungai Nol dan carilah sebuah gubuk kecil di sana

Lakukanlah 3 hal ini dan kau akan menemukan jawabannya.

 

Setelah melihat ini, Adi merasa sedikit curiga dengan tulisan tersebut. Namun setelah melakukan pertimbangan, Adi memutuskan untuk pergi melakukan hal-hal pada buku itu. Pagi bersinar dengan terang, Adi bergegas pergi ke sekolah untuk bertemu dengan sahabatnya yang Ia yakin pasti dapat membantunya. 

 

"Budi!" teriak Adi sambil berlari menuju sebuah bangku di mana Budi berada. 

 

"Ada apa Di?" tanya Budi. 

 

"Budi, aku perlu bantuanmu. Temui aku nanti setelah pulang sekolah di sini," ucap Adi dengan semangat. 

 

"Ba-baiklah," jawab Budi sambil kebingungan.

 

 “Kringgg…” Bel penanda sekolah telah selesai, Adi dan Budi bertemu di tempat tadi. 

 

" Jadi begini Bud, kamu tahu kan tentang tugas membuat cerpen yang kemarin dikasih?" tanya Adi. 

 

"Iya, tapi ema-" sebelum Budi dapat menyelesaikan ucapannya, Adi memotongnya dengan berkata "Bagaimana kalau kamu memberiku cerpenmu?"

 

"Hah? Tentu saja tidak," ucap Budi. 

 

"Baiklah, aku sudah memperkirakan kalau kamu menjawab itu jadi... (Adi mengeluarkan buku berisi 3 hal itu) Ini, bantu aku menyelesaikan 3 hal ini," ajak Adi sambil tersenyum. 

 

"Emang apa aja? (Budi mengambil bukunya dari Adi lalu membacanya) Apa-apaan ini? Kamu bercanda Di?" tanya Budi semakin kebingungan, "Nggak mau ah, yang benar aja kamu mau suruh aku pergi daki gunung." 

 

Meski ditolak, Adi tetap berusaha, "Ayolah Bud, kan besok sama lusa juga libur, kamu juga gak ada pr lain kan?". 

 

Budi memikirkannya lagi dan akhirnya setuju untuk pergi bersama Adi. Mereka setuju bertemu pukul 3 sore di kaki gunung.

 

 "Siap Bud?" tanya Adi bersemangat.

 

"Tentu saja," jawab Budi. 

 

Mereka pun memulai perjalanan mereka mendaki gunung tersebut, namun hal yang tidak mereka ketahui adalah bahaya-bahaya yang akan dihadapi saat mendaki gunung ini. Jika dilihat dari bawah, gunungnya tidak tampak berbahaya, namun saat mencapai puncak lah muncul berbagai bahaya dan masalah. Kedinginan di gunung tersebut dapat membeku seseorang jika tidak memakai pakaian tebal, kemungkinan terjadi salju longsor jauh lebih tinggi dari biasa, dan juga berbagai hewan ganas yang hidup di sana (tidak dapat diperkirakan jumlahnya). Semua hal tersebut dapat dihadapi kedua sahabat ini dalam waktu yang tak jauh. Mereka mendaki hingga kurang lebih setengah jalan di mana mereka memutuskan untuk bermalaman di sana. 

 

Keesokan paginya, kedua melanjutkan perjalanan mereka menuju puncak. Tak tersangka pula bahwa mereka dapat mendaki gunung tersebut tanpa permasalahan apapun. "Brrr, berada di atas sini serasa bisa membeku dalam sekejap mata," ucap Budi kedinginan. 

 

"Iya, eh itu batu kok ada putih - putih ya?" sebut Adi sambil berlari menuju sebuah batu. Ternyata pada batu tersebut, terdapat sebuah potongan kertas yang menempel pada batunya. 

 

"Apaan itu?" tanya Budi kebingungan.

 

"Kayaknya sih aku tahu ini apa, karena potongan kertas seperti ini juga ada di mejaku. Mungkin kalau kita menyelesaikan ketiga hal pada buku itu, kita bisa menggabungkan semua kertasnya dan menemukan jawabannya," jelas Adi. 

 

"Hmm, baiklah kalau begitu. Ayo kita turun dari sini dan lanjutin perintah bukunya," ajak Budi. 

 

Kedua pun turun dari gunung tanpa masalah dan kemudian melanjut ke kegiatan selanjutnya. "Jadi hal selanjutnya apa lagi Di?" tanya Budi. 

 

"Cobaku lihat (sambil mengambil bukunya), kita harus pergi ke hutan tempat Desa Sukasari dulu ," jelas Adi. 

 

"Baiklah, kita langsung pergi saja sekarang, selagi kita punya perlengkapannya," ajak Budi sambil bersiap-siap pergi. Beberapa saat kemudian, mereka tiba di hutan tersebut dan segera memasukinya. 

 

Di sana, mereka tampak menjelajahi hutan tanpa masalah. Namun, semakin dalam mereka di hutan, mereka mulai menyadari suatu masalah."Di, kita perlu pergi ke mana ini?" tanya Budi.

 

"Hmm, gak tahu juga ya, gak dibilang di bukunya," terang Adi.

 

 Di mana letak potongan kertas itu berada. Untuk gunung, letaknya sesuai dengan yang tertulis di buku, yakni puncaknya. Untuk sungai, mereka diberitahu untuk mencari sebuah gubuk. Namun, tidak ada petunjuk untuk hutan. Maka mereka memutuskan untuk pergi mencarinya. Namun dengan hutan yang begitu luas, kemungkinan terpisah sangat tinggi. Dalam perjalanan mencari potongan kertas, Budi tiba-tiba terpisah dari Adi. 

 

"Budi!" teriak Adi sekeras mungkin, namun tidak ada jawaban.

 

 Setelah beberapa waktu mencoba mencari Budi, Adi memutuskan untuk lanjut mencari kertasnya. Beberapa jam kemudian, Ia menemukan sebuah pipa di balik pohon. Dia kemudian pergi melihat isinya dan ternyata, potongan kertas tersebut berada di dalam pipa itu. Dia mengulurkan tangannya ke dalam pipa dan menarik kertas tersebut, namun pada saat menarik, terasa terdapat sesuatu yang sedang menariknya juga dari sisi lain. 

 

"Hey, lepaskan!" teriak Adi marah.

 

"Eh, Adi?" ucap Budi terkejut. 

 

"Budi? Kamu dari mana saja? Aku dari tadi mencarimu," balas Adi dengan senang.

 

"Aku tadi lagi ngikutin kamu tapi tiba-tiba kamu hilang di depanku. Tapi yang penting kita sudah berkumpul kembali," terang Budi. 

 

"Iya, kalau begitu ayo kita pulang. Bagaimana kalau kita tidur di rumahmu karena rumahku lumayan jauh dari sini?" tawar Adi. 

 

"Baiklah," ucap Budi. Mereka berdua kemudian berhasil keluar dari hutan dengan aman dan pergi ke rumah Budi untuk tidur. 

 

Hari terakhir libur dan juga hari di mana Adi dan Budi menemukan potongan terakhir. Mereka berdua bersiap-siap untuk menghadapi kegiatan terakhirnya, yaitu menyebrangi sungai. Untungnya, mereka berdua dapat berenang dengan cukup baik. Namun, hal yang tidak mereka ketahui adalah kederasan arus sungai tersebut. Setelah persiapan, Adi dan Budi segara pergi ke sungai untuk mendapatkan potongan terakhirnya. Saat tiba di sungai, mereka bertemu dengan arus yang ganas itu.

 

 "Bagaimana ini Bud? Arusnya deras banget, gimana bisa nyebrang?" tanya Adi bingung. 

 

"Hmm, di sini juga gak ada jembatan yang bisa dipakai, gimana ya nih..." lirih Budi. 

 

"Eh jembatan? Bagaimana kalau kita buat jembatan pakai bambu di sekitar sini?" tanya Adi.

 

"Bisa juga, ayo kita coba," setuju Budi. Kedua pun mulai bekerja memotong dan mengikat bambu-bambu untuk membuat semacam jembatan. Beberapa waktu kemudian, mereka pun berhasil membuatnya. "Dah selesai, gak lama juga buatnya," ucap Budi dengan senang. 

 

"Iya, ayo kita sebrangi," ajak Adi dengan senang pula. Kedua menyebrang menggunakan jembatan buatan mereka yang ternyata kuat menahan mereka berdua. 

 

"Sekarang kita harus menemuka-" sebelum Budi selesai berbicara, Adi memotong lagi dengan berkata, "Itu (Sambil menunjuk ke belakang Budi di mana gubuknya berada), ketemu," ucap Adi. 

 

"T-tapi, aku kira kita haru-, ya sudahlah, yuk kita masuk," sebut Budi merasa kecewa tidak dapat menemukan gubuk yang letaknya hanya di belakang dia. Mereka kemudian masuk ke dalam gubuk kecil itu di mana mereka menemukan sebuah toples di atas meja dengan potongan kertas di dalamnya. 

 

Setelah diambil, pintu gubuk tampaknya menutup, "Bud, pintunya perasaan akan tertutup sendiri," ucap Adi kebingungan. 

 

"Eh itu memang mau ketutup, cepat keluar, nanti terperangkap kita," sahut Budi panik. Kedua berlari ke pintu dan berhasil keluar, pintu gubuk juga terkunci dan tidak dapat terbuka lagi. "Untung saja kita cepat keluarnya, kalau nggak kita terperangkap di situ, ya kan Di? Di? Eh kamu ke mana Di?" ucap Budi sambil melihat ke sana kemari. 

 

"Aku di sini!" teriak Adi dari seberang sungai, ternyata Adi langsung menyeberangi sungai setelah keluar dari gubuk. 

 

"Oh ternyata kamu di situ, sebentar aku nyusul," teriak Budi kembali, namun hal yang belum diketahui Budi adalah apa yang terjadi saat Adi menyebrangi sungai. 

 

"Tapi Bud ada masalah nih, jembatannya patah... " ucap Adi. 

 

"Hah? Kenapa bisa?" tanya Budi panik. 

 

"Tadi saat aku lagi nyebrang tiba-tiba patah sendiri, aku aja hampir gak nyampai," jawab Adi, "Tapi kalau kamu coba lompat dari situ ke sini sih harusnya bisa," ucap Adi. 

 

"Yang benar aja kamu mau aku lompat dari sini, gak mungkin sampai," balas Budi agak marah. 

 

"Ya mau gimana lagi, semua bambu di sini sudah habis dipakai untuk jembatan tadi. Kamu coba lari terus loncat ke sini, aku bakal tangkap kamu, kan gak ada jalan lain lagi," ungkap Adi. 

 

"Hmm, baiklah, tapi kamu harus siap-siap menangkapku," balas Budi. Dengan itu, Budi bergerak mundur lalu dengan sekencang mungkin Budi berlari dan kemudian melompat, waktu beberapa detik terasa sangat lama di udara. Adi pun berhasil menangkap tangan Budi, tapi, "Cepat tarik aku!" ucap Budi sambil berada di dalam air. 

 

"Eh iya sebentar," jawab Adi sambil tertawa. 

 

"Masih beraninya kamu ketawa, kamu kira kalau aku ketarik arus bisa tinggal ngulang aja," jawab Budi marah. 

 

"Hehe, maaf Bud. Yuk kita pulang ke rumahku untuk gabungin kertasnya," ajak Adi. 

 

"Gak bisa ni Di, baju celanaku basah kuyup. Besok pas sekolah kamu kasih tau ke aku aja apa jawabannya," ucap Budi sambil berusaha mengeringkan pakaiannya. 

 

"Baiklah sampai jumpa Bud," kata Adi, dan mereka kembali ke rumah masing-masing. 

 

Sampai di rumahnya, Adi langsung berlari menuju kamarnya. Kemudian menuju meja belajarnya di mana dia meletakkan potongan kertas pertamanya. Namun, "Di mana nih, di mana kertasnya? Kan aku letakin di sini, Ibu!" teriak Adi. 

 

"Ada apa Di?" jawab Ibunya dengan panik sambil mendatangi kamar Adi. 

 

"Ibu ada lihat potongan kertas di atas tumpukan kertas ini gak Bu?" tanya Adi cemas. 

 

"Oh itu kemarin Ibu buang sekalian dengan kertas coretan yang kamu sobek-sobek juga, " jelas Ibunya. 

 

"J-jadi, kertas di sini dibuang Ibu. Hasil kerjaku sama Budi selama 2 hari ini hilang," ucap Adi terasa pasrah. 

 

Adi pun memutuskan untuk baring sebentar sambil memikirkan suatu solusi, kalau mau mencari kertasnya juga tidak mungkin karena sudah sehari sejak dibuang. Setelah beberapa waktu berpikir dan tanpa hasil, Adi memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Saat keluar, dia bertabrakan dengan kakaknya yang sedang keluar juga, "Eh, kenapa mukamu begitu murung? Apa yang terjadi?" tanya Kakaknya. 

 

"Ceritanya panjang, kurang lebih gini. Aku ada tugas buat cerpen, terus aku hampir dapat idenya tapi ibu buang salah satu bagiannya. Jadi sekarang aku bingung mau ngapain," ucap Adi sedih. 

 

"Ah gitu aja bingung, buat aja tentang perjalanan cari tema untuk cerpen gitu," usul Kakaknya. 

 

"Buat cerpen tentang perjalanan cari tema," lirih Adi sambil terdiam.

 

"Dah, Kakak mau pergi ke rumah teman dulu yah," ucap Kakaknya sambil berjalan pergi. 

 

Adi tampaknya terbeku di tempat setelah mendengar usulan kakaknya. Beberapa waktu kemudian, Adi langsung berlari ke kamarnya, mengambil pena dan buku lalu mulai menulis. Hanya dalam waktu 2 jam, Adi berhasil membuat cerpennya.

 

Keesokannya di sekolah, Budi mendatangi Adi, "Jadi gimana Di, apa jawabannya?" tanya Budi penuh semangat. 

 

"Emm, jadi potongan kertas yang ada di rumahku dibuang Ibuku," terang Adi dengan suara kecil. 

 

"Hah, jadi kamu gimana? Hasil kerja kita hilang gitu aja?" tanya Budi panik. 

 

"Tenang-tenang, hasil kerja kita gak sia-sia. Aku dapat ide yang sangat baik," seru Adi dengan semangat. 

 

"Apaan Di?" tanya Budi lagi. 

 

"Nanti kamu juga bisa tahu, tunggu aja," ucap Adi sambil tersenyum. 

 

Beberapa hari setelah pengumpulan tugas cerpennya, ibu guru mendatangi Adi untuk berbicara mengenai cerpennya. Selesai percakapan, Adi tampaknya tersenyum lebar. "Hah, jadi cerpen yang ibu guru minta dari salah satu murid itu cerpenmu Di?" tanya Budi terpukau. 

 

"Iya, pintarkan idenya," ucap Adi. 

 

"Jadi temamu tentang perjalanan membuat cerpen? Lumayan pintar juga, semua kegiatan yang kita lakukan berguna juga,” seru Budi. 

 

"Iya, sepertinya jawabannya itu bukan pada potongan - potongan kertas itu tetapi pada kegiatan-kegiatan yang kita lakukan," jelas Adi. 

 

Ikuti tulisan menarik Kevin Sie lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler