x

Iklan

Alin FM

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Maret 2020

Jumat, 12 November 2021 06:04 WIB

Harga Minyak Goreng Selangit, Emak-emak Meringis

Alin FM Praktisi multimedia dan Penulis

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ironis memang, Indonesia dikenal dengan perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia harus mencicipi harga minyak goreng selangit. Akhirnya banyak emak-emak meringis dan memilih menyajikan  masakan ala rebusan atau stemboat. Tapi tetap saja, bahan pangan yang satu ini masih menjadi primadona dapur untuk menggoreng aneka masakan.

Bak tikus lumbung padi, peribahasa  yang menggambarkan betapa kayanya Indonesia akan perkebunan kelapa sawit namun tidak merasakan gurihnya harga minyak goreng. Minyak goreng yang sering digunakan emak-emak adalah minyak crude palm oil (CPO). Bahan pangan yang terbuat dari kelapa sawit yang diproses dan dimurnikan sehingga bisa menggoreng aneka masakan. Miris bukan, kenaikan harga minyak goreng diawal bulan  November ini memperberat anggaran belanja emak-emak di tengah pandemi saat ini

Dari situs resmi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, Selasa (8/11/2021), secara nasional minyak goreng kemasan bermerk 1 tembus Rp 18. 250 per kilogram.Angka ini naik sebesar 1,11 persen atau Rp 200.Kemudian untuk komoditas minyak goreng bermerk 2 dibanderol Rp 17.750 per kilogram. Angka ini telah naik sebesar 0,85 persen atau Rp 150 per kilogram.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Solusi mengemuka adalah usulan penghentian ekspor minyak sawit mentah atau CPO (Crude Palm Oil ), dinilai tidak akan membuat harga minyak goreng turun. Karena Kenaikan harga CPO dunia disebut menjadi alasan utama melonjaknya harga minyak goreng dalam negeri. Meskipun Indonesia adalah produsen crude palm oil (CPO) terbesar, sayangnya, sebagian besar produsen minyak goreng tidak terintegrasi dengan produsen CPO sehingga tidak bisa menentukan harga jual dalam negeri.

Industri yang terpisah ini, membuat produsen minyak goreng harus membeli dengan harga patokan dunia. Para produsen minyak goreng dalam negeri harus membeli CPO sesuai dengan harga pasar lelang dalam negeri, yaitu harga lelang KPBN Dumai yang juga terkorelasi dengan harga pasar internasional.

Sejatinya, masalah mendasar yaitu  adanya sistem ekonomi neoliberal yang digunakan untuk mengelola komoditas  kelapa sawit. Harga ditentukan oleh harga internasional. Terlihat adanya permainan harga yang mengendalikan harga minyak goreng yang satu ini yaitu kaum kapitalis global. Jelaslah, ekonomi neoliberal hanya menguntungkan para pemilik modal dan tidak berpikir pada hajat hidup masyarakat.

Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) neoliberalisme, merupakan aliran politik ekonomi yang ditandai dengan tekanan berat pada ekonomi pasar bebas, disertai dengan usaha menekan campur tangan pemerintah, dan konsentrasi kekuasaan swasta terhadap perekonomian.

Disinilah kita memahami kenapa sistem ekonomi neoliberal yang mengatur pasar bebas bisa mempengaruhi harga minyak goreng di pasar. Ketika harga minyak CPO  di pasar internasional mengalami kenaikan maka di harga minyak CPO di Indonesia ikut  naik. Karena pasar bebas yang berlaku di negeri ini. Walaupun Indonesia memiliki segudang perkebunan kelapa sawit. Inilah buah dari sistem ekonomi neoliberal, emak-emak harus harga minyak goreng selangit di perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia ini.

Belum lagi pihak-pihak yang menggunakan momentum kenaikan harga minyak dunia untuk mengambil keuntungan. Yang perlu diwaspadai adanya spekulan yang memanfaatkan kesempatan. Sehingga menyebabkan harga minyak goreng terus melambung. Seharusnya pengawasan pasar perlu dilakukan oleh kemendag. 

Akankah kita bertahan dengan sistem ekonomi neoliberal ini? Bukankah sahabat nabi Saw. Umar bin Khattab telah mencontohkan dalam mengawasan pasar agar tidak adanya spekulan?

Amirul Mukminin Umar bin Khattab mencontohkan adanya satu mekanisme pengawasan pasar. Zaman dulu, ada satu profesi dalam sejarah Islam yang disebut al-hisba, pengawas pasar. Orang yang melakukan pengawasan disebut muhtasib. Pengawas pasar ini bertugas memeriksa apakah ada timbangan yang kurang, penipuan, manipulasi, dan bentuk-bentuk kecurangan lain. Selain pengawas laki-laki, Khalifah Umar bin Khattab juga menetapkan pengawas pasar perempuan, disebut asy-syifa.

Asy-Syifa ini juga terkenal sebagai yang bisa menyembuhkan. Amany mengartikan, mungkin perempuan tersebut semacam perawat atau tabib, sekaligus mengawasi pasar. Hal ini menunjukkan, perempuan juga harus sensitif terhadap barang-barang yang ditawarkan di pasar.

Supaya tidak ada penipuan dan kekecewaan antara penjual dan pembeli bahkan spekulasi, harus ada pengawasan. Ini peran pemerintah seharusnya. Pemerintah yang berlandaskan aqidah Islam dan ketakwaan individu menjadi pilarnya.

Ikuti tulisan menarik Alin FM lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB