x

Gambar oleh Sasin Tipchai dari Pixabay

Iklan

Juli Yandi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 November 2021

Sabtu, 13 November 2021 13:04 WIB

Aku pun Ingin Kuliah

Cerita pendek ini berisi sedikit kisah hidupku dimana terjadi perubahan yang teramat besar yang telah mengubah nasibku.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aku pun Ingin Kuliah

Cerpen Karangan: Juli Yandi Rahman

Pagi hari telah tiba, matahari kembali memancarkan sinarnya ke seluruh penjuru. Burung-burung kecil bernyanyian di dekat sungai yang menderu, udara segar pedesaan menemani pagiku setiap kali aku bangun. Sepiring nasi dengan taburan garam menungguku di atas meja makan. Aku menyantap sarapanku dan mengenakan seragam sekolahku yang telah lusuh dan bersiap berangkat ke sekolahku di pagi hari. Ku kenakan sepatu lusuhku yang telah robek sejak lama, cukuplah untuk melindungi kakiku dari kejamnya batuan di sepanjang perjalanan menuju ke sekolahku. Aku berjalan setiap hari dengan senyum yang selalu ku kenakan setiap pagi, berharap dengan sekolah aku bisa membahagiakan ibuku. Di tengah jalan, tampak olehku pedagang telur gulung di tepi jalanan, seketika cacing-cacing di perutku menghempas-hempas lambungku meminta makan, air liurku mengalir. Namun, apa dayaku untuk membelinya karena aku ingin menabung uang jajanku untuk hari ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sesampainya aku di sekolahku, ku letakkan tasku di atas kursi di dalam kelasku lalu bersiap untuk belajar. Bu guru pun masuk ke kelas dan menyapa kami dengan hangat. Pelajaran pun dimulai, aku selalu mengikuti pelajaran setiap harinya dengan semangat agar aku bisa mendapat peringkat pertama di kelas. Motivasi besarku untuk belajar adalah ingin melihat senyum ibuku. Ibuku adalah seorang wanita pekerja keras yang membanting tulang demi mencari makan untuk anak-anaknya. Saat aku beruntung mendapatkan peringkat 3 besar di kelas, ibuku tersenyum bangga. Aku sangat ingin melihat senyum itu lagi, maka dari itu aku belajar sekeras yang ku bisa agar aku bisa menjadi anak yang pintar dan membuat ibuku bangga. Semua itu terus berlanjut sampai aku masuk ke Sekolah Menengah Atas.

Selama aku menimba pendidikan di SMA, aku belajar sembari membantu ibuku memenuhi kebutuhan keluarga. Ibuku membuat kue-kue kecil dan jajanan untuk nantinya ku jual di sekolah pada teman-teman dan guruku di sekolah. Setiap harinya ku bawa 3 sampai 4 kotak yang penuh dengan manisan maupun gorengan untuk ku jajakan kepada teman-temanku dan guruku selama jam istirahat yang hanya 15 menit. Ku jual 150 sampai 200 buah kue setiap harinya hanya seharga 2000 rupiah per kuenya.. Ku tak lagi peduli dengan setiap tetes keringat yang mengucur karena berlarian kesana kemari melayani pelanggan, sebab aku harus menghabiskan sebanyak mungkin kue dalam waktu singkat. Setelah jam istirahat selesai, aku harus segera kembali ke kelas untuk mengikuti mata pelajaran selanjutnya walaupun dalam keadaan penuh keringat.

Suatu hari ku dengar cerita dari kakak kelasku yang telah lulus dan mengenyam pendidikan di universitas ternama di Indonesia yang terdengar keren dan membanggakan karena kakak kelasku itu juga berasal dari keluarga yang kurang mampu. Setelah mendengar itu aku pun bertekad untuk masuk ke Universitas dan membuat ibuku bangga. Aku belajar dengan sungguh-sungguh setiap harinya sambil terus berjualan membantu ibuku menjual kue-kue buatannya di sekolah. Hingga, tibalah saat aku telah menginjak kelas 3 SMA. Aku mulai memikirkan bagaimana kelanjutan hidupku setelah lulus dari sekolah. Aku yang sudah bertekad ingin masuk universitas pun tetap mempertahankan tujuanku dan sedang menunggu pendaftaran masuk perguruan tinggi dibuka. Aku berniat mengambil jalur prestasi dan ingin mendapatkan beasiswa agar tidak memberatkan ibuku untuk membiayaiku sekolah. Namun, ternyata rencana Tuhan berbeda. Suatu saat ibuku memanggilku dan bicara padaku, “Nak, kamu tidak usah kuliah ya, ibu tidak punya uang untuk membiayaimu dan juga ibu tidak bisa berpisah jauh darimu, Nak. Kamu anak ibu yang paling besar dan kamu yang selalu membantu ibu saat bekerja, ketiga adikmu masih kecil semua dan tidak bisa membantu banyak.”. Tersentak hatiku seketika mendengar ibuku mengucap kalimat tersebut. Tapi, di balik rasa sedihku karena ibuku sendiri memintaku mengubur impianku untuk kuliah, aku tutupi semua itu dengan senyuman,  “Iya, Bu. Lagipula aku memang tidak ingin kuliah. Kuliah itu merepotkan, mahal, dan aku sudah lelah untuk belajar, hehehe. Lagipula masih banyak orang sukses walaupun tidak kuliah.” Ujarku. Pupuslah harapanku untuk kuliah dan sekolahku menjadi berantakan setelah itu karena aku tak lagi punya motivasi untuk sekolah.

Bencana pandemi muncul, berbagai masalah timbul dimana-mana, pemecatan karyawan, bangkrutnya perusahaan, kelaparan, pengangguran dan berbagai masalah lainnya terus bermunculan. Keluargaku pun ikut merasakan pengaruh dari bencana ini, penghasilan ibuku makin menipis, toko yang biasanya menjadi tempat ibuku menjual kue-kuenya pun menjadi sepi karena orang-orang ketakutan untuk keluar rumah, pesanan kue pun makin sedikit. Sekolah-sekolah pun ikut ditutup, sehingga aku tak bisa lagi berjualan di sekolah untuk membantu ibuku mencari nafkah. Awalnya aku ingin bekerja sebagai tour guide wisatawan asing di tempat wisata di dekat tempat tinggalku, namun karena pandemi ini, negaraku telah di-lockdown sehingga wisatawan asing maupun lokal menjadi sangat sedikit bahkan hampir tak ada. Aku pun dilanda kebingungan bagaimana cara untuk membantu perekonomian keluargaku sambil terus membantu ibuku mengurus pesanan kue di rumah.

Saatku dilanda kebingungan tiba-tiba ibuku berteriak dari dapur tempatnya bekerja untuk memanggilku. Aku yang keheranan menghampirinya dan menanyakan sebab ibuku memanggilku. Lalu ibuku menjelaskan bahwa aku berhasil mendapat kesempatan untuk kuliah di luar pulau. Rasa senang dan sedih bercampur aduk dalam hatiku, dalam kebingungan ku naiki sepeda motorku dan bergegas menuju ke sekolah untuk menemui kepala sekolahku disana. Sesampainya aku di sekolah, ku tunggu setengah jam lebih di depan pintu ruang kepala sekolah dengan hati yang gundah bersama dua temanku yang juga dipanggil. Sampai akhirnya kepala sekolah keluar dari ruangannya menemui kami dan berkata “Ibu baru dapat info bahwa ada sebuah universitas yang baru buka program sarjana S1 tahun ini, sekolah ini menawarkan beasiswa penuh bagi para mahasiswanya, uang saku 1 juta per bulan, tinggal di asrama dan berbagai tunjangan lainnya.”. Aku kaget dan gundah, aku sudah mendapat kesempatan untuk mengejar impianku namun permintaan ibuku agar aku tidak kuliah kembali terngiang di kepalaku. Setelah selesai berbincang-bincang tentang universitas tersebut bersama kepala sekolah, aku pulang ke rumahku untuk menemui ibuku. Setelah ku ajak mengobrol, ternyata ibuku sudah setuju untukku pergi kuliah dan sudah ikhlas jika aku berangkat walaupun harus pergi dari pulang Kalimantan ke pulau Jawa.

Setelah mendapat restu orang tuaku, akhirnya aku mulai berjuang untuk lolos masuk ke universitas. Aku baru mendaftar pada website-nya 1 hari sebelum pendaftarannya ditutup karena aku baru mendapat kabar dibukanya pendaftaran mahasiswa baru di universitas itu pada 5 hari sebelum pendaftarannya ditutup. 17 Juni, pendaftarannya akhirnya ditutup dan aku berhasil mendaftar setelah berhari-hari mengurus berkas yang begitu banyak dan rumit. Sayangnya, 2 orang temanku tidak berhasil mendaftar, satu orang memang tidak tertarik masuk ke universitas tersebut dan satunya lagi tidak berhasil mendaftar karena dia mendaftar di hari terakhir dan pada hari itu sayangnya servernya mengalami error. Tinggallah aku sendirian berjuang mengejar mimpi. Kini, aku hanya tinggal menunggu hasil seleksi administrasinya diumumkan, dan selama menunggu aku belajar mati-matian setiap harinya untuk mengingat semua materi sekolah yang telah aku lupakan sejak aku putus asa untuk kuliah.

Saat tanggal pengumuman tiba, aku mendapat kabar yang tak pernah ku duga, pengumuman hasil seleksi administrasinya ditunda tanpa tanggal yang jelas. Setiap harinya aku gundah dan bingung, aku takut aku tak bisa lolos seleksi administrasinya karena aku sadar nilai-nilai sekolahku tidak setinggi anak-anak di pulau Jawa. Berhari-hari ku periksa website tempatku mendaftar, namun tak kunjung ku temukan apa yang aku cari. Ketidakpastian akan lolosnya aku pada seleksi administrasi ini membuatku takut, aku mulai berpikir untuk mencari universitas lain. Aku bahkan sempat mencoba untuk mendaftar di universitas lain setelah 2 minggu tak kunjung ku dapat hasil seleksi administrasi dari universitas tempatku mendaftar sebelumnya, tapi aku berhenti karena di universitas yang kedua ini diharuskan membayar uang pendaftaran yang cukup besar. Namun keesokan harinya pada jam 9 malam di dalam kamar, ku periksa website itu sekali lagi dan betapa terkejutnya aku melihat pengumuman hasil seleksi administrasi yang terpampang di beranda website yang sedang ku tatap sekarang ini. Tubuh ku menggigil karena gugup, rasa takut gagal dan penasaran bercampur dalam hatiku. Dengan tangan gemetar ku buka berkas yang tertera disana, ku tatap daftar nama-nama yang dinyatakan berhasil lolos dari seleksi itu. Ku scroll terus ke bawah ke daftar nama yang berawalan sama dengan namaku, namun aku terkejut karena ternyata namaku tak ada disana. Aku langsung terdiam kecewa, namun ada hal janggal yang ku lihat di sebelah kanan nama-nama itu, ada kolom yang berisi nama program studi dari peserta yang lolos dan ternyata program studi dari nama-nama itu sama namun berbeda dari program studi tempat aku mendaftar. Aku terus scroll cepat ke bawah sampai aku mendapati program studiku dan akhirnya ku temukan namaku disana. Aku berteriak kegirangan sambil berdiri saking kegirangannya. Motivasi dan semangatku pun kembali untuk terus berjuang.

Seleksi tahap selanjutnya masih ada TPS/TPA, TOEFL dan juga psikologi yang berbasis online. Beruntungnya aku, kepala sekolahku yang sudah akrab denganku karena sering bertemu denganku saat aku berjualan di ruang guru, beliau senang padaku karena melihat aku adalah anak yang ulet dan pekerja keras. Kepala sekolahku mengizinkanku untuk memakai komputer dan WIFI sekolah selama proses seleksiku berlangsung. Berbagai hal terjadi selama proses seleksi online tersebut, mulai dari sinyal WIFI yang tiba-tiba menghilang, lupa ikut tahap try out sehari sebelum tes, sakit kepala setiap kali selesai tes, teriak kegirangan setiap lolos dari satu tes. Akhirnya aku bertemu akhir dari tahap seleksi online, peserta yang mendaftar benar-benar menurun drastis. Yang awalnya berjumlah 1806 saat lolos seleksi administrasi, sekarang hanya tersisa 902 setelah tes psikologi online usai. Sekarang aku harus bersiap untuk berangkat ke ujung barat pulau Jawa untuk mengikuti seleksi secara langsung di kampus tersebut. Namun, ada satu lagi kenyataan pahit yang ku hadapi. Aku tak punya uang untuk membeli tiket pesawat maupun taksi sekalipun. Tapi ternyata Tuhan masih melihat perjuanganku, di saat aku kesulitan, datang orang-orang baik yang mendukungku, mulai dari keluarga yang satu per satu datang ke rumah untuk memberi selamat dan memberi sedikit rezeki untukku, teman-teman yang memberi dukungan tanpa henti, bahkan sampai kepala sekolah dan juga guru-guruku di SMA yang berbaik hati memberi bantuan yang teramat besar, yaitu tiket pesawat, uang taksi menuju kampus dari bandara, uang penginapan, bahkan tas dan sepatu baru. Semua itu membuatku terharu dan sangat bersyukur, do`aku di sepertiga malam didengar oleh Yang Maha Kuasa.

Dengan uang yang ku punya sekarang, akhirnya aku memutuskan untuk pergi berangkat ke bandara. Namun, cobaan tak berhenti sampai disitu, maskapai bandara yang ternyata memberi kabar buruk di malam hari sehari sebelum hari keberangkatanku. Akhirnya lagi-lagi kepala sekolahku membantuku dengan mencarikan tiket lain sesegera mungkin dan akhirnya beliau mendapatkannya walaupun di tempat yang sangat jauh, aku yang tinggal di Kalimantan Tengah, harus berangkat ke Kalimantan Selatan untuk take off. Lagi-lagi di balik cobaan, ada berkah selama kita tidak berputus asa, salah satu kenalan keluargaku membantuku dengan mengantarkanku menuju bandara Kalimantan Selatan dengan ongkos yang tidak terlalu mahal. Aku berangkat bersama ibu dan pamanku yang menemaniku sampai ke bandara, 17 jam ku lalui dan akhirnya sampai pada pagi buta di bandara Kalimantan Selatan pada 10 Juli.

Pagi hari tiba, aku bersiap untuk masuk ke bagian check-in tiket sendirian, aku berpamitan dengan ibu dan pamanku dan berterima kasih pada paman yang sudah bersedia mengantarkanku jauh-jauh sampai ke ujung selatan pulau Kalimantan. Aku masuk ke dalam bandara sendirian, menjaga baik-baik tiket pesawat yang ku simpan di tas kecil yang ku pakai. Aku tiba di dalam ruang tunggu untuk check in tiket, namun aku bertemu seorang kakek tua yang ingin naik pesawat sendirian, ku sapa kakek itu dengan senyuman hangat sembari berdiri di sebelahnya. Namun tiba-tiba hal tak terduga lagi-lagi terjadi, pihak maskapai mengumumkan bahwa ada peraturan baru yaitu penggunaan aplikasi untuk check in, aku sudah selesai mengurus akunku, namun kakek tua di sebelahku kesulitan, aku pun berniat membantu kakek tersebut dengan menanyakan kejelasan aplikasi tersebut pada pihak maskapai di dekatku. Ku letakkan tas kecilku yang terbuka dimana terlihat amplop berisi tiketku dengan jelas di atas kursi di samping kakek tua itu. Setelah aku kembali, tiketku hilang dan aku panik karena takut akan gagal berangkat ke Jawa. Namun beberapa saat sebelum giliranku tiba, aku mengadu pada pihak maskapai dan ternyata salah satu pihak maskapai lah yang mengamankan tiketku. Aku bersyukur juga lega dan akhirnya berangkat ke Jawa, sesampainya disana aku naik taksi dan tiba di kampus. Aku mengikuti berbagai tes offline disana dan mendapat beberapa teman baru dari berbagai daerah. Saat hasil seleksi diumukan di tengah lapangan upacara kampus, aku dan teman-temanku berteriak bahagia  karena berhasil lolos dan bisa kuliah disana walaupun ada beberapa temanku yang gagal.

 

Ikuti tulisan menarik Juli Yandi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu