x

Cover untuk fiksi \x22Hujan Kenangan\x22

Iklan

Amalia Nurul K.

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 November 2021

Minggu, 14 November 2021 16:04 WIB

Hujan Kenangan

Tetes air hujan itu mengetuk daun jendela lantas mengapa pintu kenanganku yang terbuka?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

HUJAN KENANGAN

 

Hangatnya mentari yang bertemu dinginnya udara pagi ini mengawali langkahku melewati satu dari banyaknya jalan setapak di dunia ini. Romansa pelangi diatas putih abu–abu mewarnai indahnya jurnal hidupku.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kamu dan aku telah melawati berbagai terjalnya kehidupan, berbagi kebahagiaan, kesedihan bahkan kesengsaraan bersama. 730 hari lamanya yang kutempuh bersamamu membuat diriku lebih mengenal sifat, sikap, watak, kepribadian, bahkan aku sudah paham dengan kebiasaan–kebiasaanmu, dan semuanya tentangmu.

Ini tentang aku si introvert dan tentang kamu si beku yang tak tersentuh. Tentang aku yang hanya bisa diam memandangmu seolah–olah kamulah pusat duniaku. Tentang kamu yang masih setia dengan keheninganmu. Dan satu hal yang harus kamu tau, aku selalu ada untukmu tuk mendengar seluruh isi jurnal hidupmu.

Kamu tau tak selamanya yang dingin itu menegangkan terkadang yang dingin itu menghangatkan.

Kita memang saling diam dan acuh saat berada ditempat yang sama tapi percayalah dalam lubuk hati kita masih saling peduli.

Aroma petrichor menyambut pagiku, di sepanjang jalan kulihat genangan kenangan air hujan semalam masih ada. Hmmm.... hujan selalu berhasil mengingatkanku denganmu.

Aku teringat dengan pertanyaanmu kepadaku, “apa yang membuatmu menyukai hujan?”. Kamu menanyakan itu padaku dengan wajah yang sangat– angat datar.

Aku tersenyum mendengar pertanyaanmu,

"Melodi saat air hujan menyapa tanah, dinginnya udara dan yang paling kusuka adalah petrichor, menurutku hujan itu cukup romantis” Kataku sembari menoleh ke arahmu.

Aku melanjutkan ucapanku tadi “... dan hujan akan selalu mengingatkanku tentang dirimu dimanapun kamu berada” namun kali ini hanya diriku saja yang mendengarnya.

“Dasar bocah” kamu terkekeh sembari mengatakan itu.

Tiba–tiba saja kamu menarik tanganku untuk menari bersama dibawah derasnya hujan, baru kali ini aku melihat dirimu tertawa bahagia seolah–olah tak ada beban yang sedang kamu tanggung. Ah suara itu... aku sangat merindukannya. Hal–hal seperti inilah yang akan selalu aku rindukan. Aku teringat kembali dengan wajahnya, benar bukan kataku tadi hujan itu romantis, dan kamu tau ketika dingin menyergapku, hangatku tetaplah kamu.

Langkahku terhenti tatkala melihat sepasang muda–mudi yang bercengkrama duduk di bangku taman itu, salah satu tempat yang berkesan bagiku. Kepingan–kepingan kenangan itu muncul begitu saja melewati penglihatanku, dan aku sangat merindukan kenangan–kenangan itu.

Jika aku bisa melintasi waktu, aku hanya ingin kembali menghabiskan waktuku bersamamu, andai saja ku tahu aku pasti takkan menyia–nyiakkannya. Kamu tau aku selalu iri jika melihat pasangan muda–mudi yang hilir mudik dihadapanku, seakan–akan mereka sedang mengejekku.

Aku menghembuskan nafasku yang telah kutahan tadi, saat aku menunduk ku lihat ada bayangan warna–warni pelangi yang terpampang di jalan.

Dia tiba–tiba saja menunjuk ke langit, aku pun mengikuti ke arah yang ia tunjuk, oh... ternyata pelangi.

“Aku ingin sekali menjadi pelangi” katamu tiba–tiba.

“Eh kenapa?” kataku yang kebingungan mendengar perkataanya.

“Akan ada pelangi setelah hujan, akan ada kebahagiaan setelah air mata, aku ingin menjadi pelangi dengan warna–warna yang indah, pelangi bisa membuat orang yang melihatnya bahagia walaupun sesaat, dan aku pun ingin seperti itu, bisa membuat orang lain bahagia dengan kehadiranku ini” ucapmu tulus.

Tiba–tiba kamu menoleh dan mentapku cukup lama, kupandangi mata hazelmu itu. Ah mata hazel itu benar–benar membuatku terperosok jauh ke dalam pesonamu. Namun aku merasa risih karena kamu menatapku cukup lama, kamu yang melihatku mulai risih malah terkekeh. Dasar si kutub ini bisa saja mengubah–ubah ritme jantungku.

Aku menghembuskan nafasku, ditemani dengan alunan musik yang sedang kudengarkan, ku biarkan langkah ini membawaku pergi dengan sendirinya. Langkahku terhenti saat melihat toko bunga, tiba-tiba saja aku ingin membeli satu buket bunga.

“Selamat sore, ada yang bisa dibantu?” ucap florist itu.

“Sore, satu buket mawar putih mix mawar merah 33 tangkai ya mba” ucapku.

“Baik mba” jawab florist itu.

Tak butuh waktu lama, florist itu kembali menghampiriku dengan membawa buket bunga pesananku, buket itu terlihat cantik

“Aku mencintaimu dari dasar hati yang terdalam” kata florist itu.

“Eh” aku menatap florist itu dengan kebingungan.

Florist itu tersenyum kearahku yang terlihat kebingungan, “Itu arti dari jumlah 33 tangkai”.

“Kalau 111 tangkai apa artinya?” Tanyaku penasaran.

“Cinta abadi!” serunya dengan ceria.

“Umm... 999 tangkai ? ” aku semakin penasaran.

“Cinta yang bertahan selamanya dan abadi” Jawab florist itu lagi.

“Jadi jumlah masing–masing tangkai ada artinya ya” kataku dengan takjub.

“Iya itu benar” ucap florist itu.

“Terima kasih mba” ucapku sembari memberikan uang.

“Sama–sama, terima kasih sudah datang” ucap florist itu sembari tersenyum ke arahku.

Aku memasuki taksi yang sudah ku pesan tadi saat menunggu pesananku.

“Pa tolong ke sini ya ” ucapku sambil memperlihatkan alamat yang ingin ku tuju. 30 menit berlalu, sekarang aku sudah sampai ditempat tujuanku.

“Tunggu sebentar ya pa” ucapku dengan nada getir.

“Baik mba”

Ilalang–ilalang itu menari–nari mengikuti irama angin menyambut kehadiranku hari ini.

“Hai, bagaimana kabarmu?” Aku menghentikan ucapanku, nafasku tercekat aku tak sanggup melanjutkan ucapanku. Aku menghembuskan nafasku lalu melanjutkan ucapanku.

“Kamu sudah tak merasakan hal yang bernama sakit lagi kan?” ucapku lirih... sembari menatap nisanmu.

“Maaf jika aku baru mengunjungimu sekarang, maafkan aku yang terlalu sibuk sehingga tak sempat mengunjungimu” Aku melirik arlojiku, ternyata sudah pukul 15.45 WIB.

Aku menghembuskan nafasku dengan berat, “maafkan aku... , aku harus kembali pulang ke rumah” sebelum pulang aku menyempatkan diri tuk berdoa dan meletakkan buket bunga itu.

Aku tersenyum melihat makammu, hujan tiba–tiba saja turun. Aku mempercepat langkahku agar tak kehujanan. Saat–saat seperti ini jika dingin menyergapku setelah kamu pergi, siapa yang akan menjadi hangatku ?

Seringan hembusan angin sore, ku teringat saat kamu meminta ku tuk melupakanmu, dengan segala kenagannya pula, tanpa memberikanku saran bagaimana cara melupakanmu. Keesokan harinya kamu sudah pergi jauh, jauh sekali sampai tak terlihat lagi senyummu.Tetes air hujan itu mengetuk daun jendela lantas mengapa pintu kenanganku yang terbuka?

Kamu tau apa yang paling dibenci oleh perempuan? saat mereka kehilangan orang yang mereka sayang tanpa alasan yang jelas, hal itulah yang terjadi padaku. Kamu tau aku merasa bahwa diriku ini sekarang menjadi perempuan yang jahat, aku selalu memberitahu semua keluh kesahku padamu dan kamu.... bahkan aku tidak tahu apa yang telah terjadi padamu, aku selalu membagi bebanku padamu dan kamu yang selalu membawa bebanmu tak mau membaginya kepadaku.

Kamu tau bagaimana sakitnya ditinggal selamanya oleh kamu tanpa mengetahui apapun, aku paling membenci laki–laki yang menyembunyikan penyakitnya dengan alasan klise... agar perempuannya itu bisa hidup bahagia dengan orang lain, padahal pusat kebahagiaan perempuan itu ada pada diri laki–laki itu, dan pada saat si laki–laki itu meninggal si perempuan itu seperti orang gila karena ditinggal tanpa pamit begitu saja. Untungnya hal seperti itu tak terjadi padaku.

Kamu tau seberusaha apapun, sekuat apapun  aku tegar tanpamu, usaha itu takkan bertahan lama, usaha itu hanya bertahan satu menit saja. Bukankah ini sudah waktunya tuk melupakanmu?. Tapi bagaimana jika hati menolak tuk pergi, sesuatu yang dipaksakan takkan berakhir dengan baik bukan? salahkah aku selama ini hidup ditemani dengan bayang–bayangmu ?

Lepaskan daripada memaksakan, ikhlaskan daripada menyakitkan, relakan daripada harus berjuang sendirian.

Dari: Tania si pluviophile

Untuk: Narren si pecinta pelangi

Terimakasih atas segalanya yang telah kamu berikan, maafkan aku yang tak tau menau tentang penyakit yang kau sembunyikan, sekarang kau telah bebas dari bebanmu ini, dari segala hal yang berhubungan dengan leukimia sekarang kau tak merasakan sakit lagi. Aku akan belajar cara melupakanmu, sesemangat aku mempelajari praha sore ini, dan aku akan selalu merindukanmu, senyummu, tawamu, keheninganmu, mata hazelmu dan semua bentuk perhatian yang kamu berikan.

Aku masih terjebak dalam dimensi rindu yang kau buat

Masih disini, dengan satu nama, dan perasaan yang sama

Karena cinta selalu tau kemana ia harus berlabuh

Dan rindu selalu tau kepada siapa ia harus mengadu

Jejakmu masih terpatri dalam memoriku dan tak ada niatan sedikitpun tuk menghapusnya.

 

Dibalik hujan yang turun ada 1001 cerita yang beragam, cerita tentang perjuangan hidup seseorang yang diwarnai dengan kebahagiaan atau kesedihan. Aku percaya dibalik kesedihan seseorang pasti akan ada hal yang membuatnya bahagia walaupun sesaat, seperti pelangi yang datangnya hanya sesaat dan kadang tak muncul tepat setelah hujan.

 

Ikuti tulisan menarik Amalia Nurul K. lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu