x

art: Arfan\xd \xd

Iklan

Arfanuriza

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 November 2021

Minggu, 14 November 2021 16:28 WIB

Hadiah Terindah Untuk Mirai

Pernahkan kita berpikir apa hadiah yang cocok untuk diberikan kepada seorang sahabat? Tentu saja sesuatu yang dekat dengan kita, terkadang hadiah itu datang dalam bentuk yang tidak terduga. CErpen ini menceritakan tentang dua sahabat yang berusaha mencari hadiah terbaik untuk ulang tahun sahabatnya di dunia yang ajaib. Hingga mereka sadar kalau hadiah itu sebenarnya lebih indah dari apa yang bisa dibeli dengan uang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sungguh hari yang indah, burung-burung berkicau, udara sejuk membelai lembut perasaan yang penuh dengan kebahagiaan. Musim semi telah tiba, dan ini saatnya Mirai untuk kembali ke desa tempatnya dibesarkan. Bersama dengan Yurika, sahabatnya, mereka baru saja kembali dari perjalanan yang jauh di negeri orang. Akhirnya waktu-waktu yang indah di Elafria Berakhir juga, mereka bisa menghela napas lega sambil menikmati gugurnya kelopak bunga sakura.

“Waaa... Rasanya sudah lama sekali kita tidak kembali ya, Yurika...” 

“Biasa aja, kamunya yang terlalu betah di sana. Dasar Mirai.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Ehehe, maaf-maaf.”

Kedua gadis itu turun dari kereta. Di sana sudah banyak sekali orang yang menyambut dengan wajah gembira. Semuanya senang tidak terkira saat melihat pintu kereta perlahan mulai terbuka. Seorang gadis cantik berambut biru langit pun melangkahkan kakinya keluar kereta, Ia terlihat seperti putri dari negeri dongeng saja. Mungkin memang begitu karena Mirai adalah Putri Cahaya.

“Selamat datang di rumah, Harunohi Mirai, Sawamura Yurika. Kami sudah lama menunggumu.” 

Salah satu gadis lain datang menghampiri keduanya. Ia memiliki rambut seputih susu dan senyuman yang menenangkan. Matanya bersinar seperti emas di padang pasir. Siapapun yang melihatnya pasti sadar kalau Ia bukan orang sembarangan.

“Ayane, terima kasih atas sambutannya.” balas Mirai dengan senyuman manis di wajahnya. “Kalian semua juga, terima kasih banyak...” tambahnya kepada yang lain. Mirai tidak akan melupakan yang lainnya, mereka sudah sejak tadi di sana hanya demi dirinya dan Yurika. Jujur saja, pertemuan ini hampir membuatnya menangis, tapi Mirai menyembunyikannya agar tidak seorangpun merasa bersalah.

Lupakan soal kesan pertamanya, teman-teman Mirai yang lain pun ikut memberikan sambutan mereka. Mulai dari seorang gadis cantik dengan telinga dan ekor kucing berwarna putih, Aiko, sampai gurunya sendiri di sekolah lamanya, Akiko. Mereka semua memperlakukan Mirai dan Yurika layaknya tuan putri sungguhan. Bahkan mobil milik Keluarga Yukihara pun sudah menunggu di depan stasiun, ini benar-benar penyambutan yang luar biasa.

“Yosh, ayo kita pulang ke rumah!” seru Mirai.

“Ah, aku ada urusan sebentar.” ucap Yurika.

“Sepertinya aku juga ada urusan sebentar di sekolah, nanti aku menyusul.” tambah Ayane.

Mirai baru saja ingin mengajak kedua sahabatnya itu ke rumah untuk merayakannya. Tidak disangka kalau Yurika dan Ayane tiba-tiba sibuk di saat-saat penting seperti ini. Saat Mirai bertanya lebih lanjut, tiba-tiba saja mobil mulai berjalan, gadis itu kini pergi meninggalkan Yurika dan Ayane yang masih ada di depan stasiun. Aneh memang, tapi syukurlah Mirai belum sadar kalau ini semua sudah direncanakan.

“......” Mobil semakin jauh dari pandangan, perlahan mulai menghilang dan suaranya tidak terdengar lagi. Sepertinya ini adalah waktu yang tepat untuk membahasnya. Di bawah pohon sakura yang menggugurkan kelopak bunganya, juga di tengah hawa musim semi yang begitu kental, kedua gadis cantik itu saling menatap dalam keheningan, sejenak berpikir apa yang akan mereka katakan selanjutnya.

“Jadi, sekarang apa?” tanya Yurika.

“Baguslah kamu bertanya, berhubung ini adalah hari itu, aku ingin mengajakmu beli hadiah untuk Mirai, kamu mau, kan?” 

“Hari itu? Jangan-jangan ini?!!”

“Ya, sepertinya kamu hampir lupa juga ya. Tapi itu wajar, kita sudah tidak merayakannya selama lebih dari lima tahun belakangan. Sepertinya Mirai juga sudah lupa dengan hari ulang tahunnya sendiri. Lagian kita bukan manusia yang fana lagi sekarang, 1000 tahun mungkin akan membuat kenangan indah memudar dengan cepat, jauh sebelum kita sendiri bisa menyadarinya.” jelas Ayane.

“Bener juga sih, sudah lama kita bersama Mirai, tapi belakangan ini kita tidak memperhatikannya. Baiklah kalau soal ini aku akui aku memang salah karena tidak mengingatnya.”

“Hahaha...”

“Kenapa kamu tertawa?”

“Tidak apa-apa, hanya saja kamu sudah banyak berubah ya, Yurika. Padahal dulu kamu selalu keras terhadapnya, sekarang kamu jadi sedikit lebih lembut ya.” ucap Ayane sambil setengah tertawa.

“Hah, suka-suka kamu menyebutku bagaimana. Sekarang cepat kita cari hadiahnya!”

Tanpa membuang waktu lagi, keduanya pun beranjak dari tempatnya. Alih-alih menggunakan transportasi seperti kereta atau taksi, Yurika dan Ayane lebih memilih untuk menggunakan kekuatan sihir teleportasi mereka. Dalam sekejap mata, tepat saat kelopak sakura jatuh ke atas tanah, keduanya pun menghilang tanpa jejak. Di dunia sihir ini, bahkan kemustahilan sering kali tiada artinya.

“......”

Suara deru mesin kendaraan terdengar di mana-mana. Orang berjalan ke sana-kemari membawa kesibukan di tangannya masing-masing. Di tengah keramaian tersebut, kedua gadis tadi muncul begitu saja, dan tidak seorangpun menyadarinya. Mereka sudah berpindah tempat sejauh lebih dari 300 kilometer hanya dalam hitungan detik. Lagi-lagi kemustahilan ini juga sudah biasa terjadi.

“Tokyo? Jadi di sini kita akan mencarinya? Bukannya di sini semuanya mahal ya...” tanya Yurika.

“Tidak masalah, aku sudah mempersiapkannya kok.” Ayane kemudian mengeluarkan sesuatu dari balik sakunya. Itu tidak lebih dari sekadar smartphone biasa. Hal itu awalnya membuat Yurika terdiam sejenak, Ia masih tidak paham dengan apa yang akan dilakukan oleh sahabatnya. Sampai Ayane mulai menampilkan sesuatu di layar smartphone.

“I-ini!!! Ka-kamu, huh, dasar kamu ini.” 

Sontak saja Yurika 

terkejut, Ia melihat angka yang sangat banyak di dalam rekening sahabatnya tersebut. Sudah bukan hal baru sebenarnya, Ayane memang sejak dulu selalu hidup bergelimang harta. Sebagai putri satu-satunya dari Keluarga Yukihara, sudah pasti Ia punya uang yang sangat banyak. Berbeda jauh dengan Yurika yang membeli komik saja masih harus menabung.

Setelahnya mereka pun melanjutkan perjalanannya. Menghampiri toko demi toko untuk melihat apa yang mereka jual di sana. Semuanya barang bagus, mulai dari tas, pakaian, sampai aksesoris mewah dengan harga selangit lainnya. Ini mengerikan, meskipun mereka berdua adalah sahabat dekat Mirai sejak kecil, tapi tidak satupun yang benar-benar mengetahui kesukaannya. Gadis berambut biru itu hampir suka apapun, dan itu masalahnya.

“Haa!!! Aku menyerah!!!”

Hari sudah menjelang sore, lampu-lampu jalan bahkan sudah mulai dinyalakan. Yurika yang lelah seharian mencari hadiah yang sesuai untuk Mirai hanya bisa merebahkan tubuhnya di atas bangku kayu taman. Ayane juga ada di sana, Ia juga terlihat kecewa lantaran keduanya belum berhasil menemukan hadiah yang sesuai. Ini jauh lebih sulit dari yang diperkirakan. Sepertinya mereka butuh sedikit petunjuk.

“Yurika, kamu tidak apa-apa? Semangatlah, mungkin setelah ini kita bisa menemukannya.” ucap Ayane menyemangati.

Namun Yurika tidak banyak merespon kecuali dengan raut wajah kusamnya. Ia lantas menatap ke arah Ayane dengan penuh keseriusan dan bertanya, “Kamu seorang dewi kan? Seharusnya kamu bisa tahu kesukaan Mirai bukan?” Kata-kata itu membuat Ayane sedikit terdiam. Ia pun duduk di samping Yurika dan sejenak menenangkan suasana.

“Mungkin benar, tapi Luna memberitahuku kalau melihat isi pikiran orang tanpa alasan mendesak adalah sebuah pelanggaran, aku bisa dihukum kalau melakukannya.” jelas Ayane.

“Ah sama saja! Terus apa yang akan kita lakukan di sini?!!”

Malam akan segera tiba. Semburat senja semakin memudar, semuanya mulai berubah menjadi hitam pekat. Sementara itu, Yurika dan Ayane masih berpikir keras tentang hadiah Mirai. Mereka terdiam seperti patung di atas bangku taman. Tidak peduli meski udara dingin berulang kali menerpa keduanya, hanya satu hal yang ada di pikiran mereka sekarang.

“Bagaimana kalau itu saja?”

“Hah, apa maksudmu?” tanya Yurika kebingungan.

“Yurika, apa kamu masih ingat kenangan-kenangan kita bersama Mirai? Mungkin salah satunya bisa memberi kita sedikit petunjuk.”

“Kenangan? Seperti aku selalu menyelamatkannya saat dia hampir mati untuk kesekian kalinya.”

“Bukan, kenangan yang menyenangkan.”

“Kenangan yang menyenangkan...” Yurika kembali jatuh dalam pemikirannya sendiri. Ia berusaha mengingat-ingat semua kenangan menyenangkan yang dilalui bersama Mirai. Jujur saja itu adalah hal yang mudah dan sulit di saat yang bersamaan. Banyak kenangan indah, di saat yang sama pula kenangan itu sering kali bercampur dengan kenangan lainnya. Sepertinya menganalisisnya satu per satu akan merepotkan. Ini semua mulai menyebalkan.

Waktu terus berlalu dengan sangat cepat. Yurika dan Ayane masih tidak meninggalkan bangku taman itu. Malam semakin larut, ini hampir waktunya gadis seperti mereka harus benar-benar kembali kerumah, atau pihak keamanan akan memulangkan mereka dengan paksa. Yang lebih parah lagi, mungkin toko-toko akan segera tutup, mereka tidak punya banyak waktu sebelum hal itu benar-benar terjadi.

“Sepertinya tidak ada pilihan lain ya.”

“Ayane? Apa yang?!!”

Ayane beranjak dari bangku taman tersebut dan sontak saja hal itu membuat Yurika terkejut, Ia hendak bertanya tapi tiba-tiba lingkaran sihir muncul di sekitar mereka. Ayane mungkin sedikit melanggar aturan para dewa dan dewi, tapi jika hanya sedikit sepertinya tidak masalah. Mereka akan mengintip kenangan itu secara langsung.

“......” Dalam sekejap saja keduanya menghilang bersama dengan kilauan cahaya bak kunang-kunang yang berterbangan ke angkasa. Melintasi ruang dan waktu, mereka menuju ke tempat yang terlupakan, tempat di mana kenangan indah tertulis di atas lembaran sejarah kehidupan. 

“......” 

Lingkaran sihir kembali muncul, kali ini jauh di tempat lain. Yurika dan Ayane mulai membuka matanya di sebuah ruang kelas yang tampaknya tidak asing. Meja kursi berjajar rapi, begitu pula dengan banyak aksesoris aneka warna dan bentuk yang indah di dindingnya. Semburat cahaya senja menghiasi seluruh kelas dengan warna emasnya. Yang lebih indah lagi, kelopak bunga sakura yang berguguran terbawa angin sampai ke dalam. Seseorang pasti lupa menutup jendelanya.

“Tempat ini, bukankah ini...”

“Tempat pertama kali aku bertemu dengan kalian bukan? Seharusnya ada hal penting yang bisa kita temui di sini.” jelas Ayane singkat.

“Kau ini payah! Mending jangan temenan sama kami!!! kau kan cewek dah gitu kaya, buat apa punya temen kalau kamu bisa beli apa yang kamu suka hah!!” 

Tiba-tiba saja terdengar suara seorang laki-laki yang marah. Hal itu sontak membuat penasaran Yurika dan Ayane. Yurika yang sudah terlalu penasaran sampai hendak berlari untuk melihatnya. Namun, belum sempat Ia bergerak, Ayane langsung menarik tangan kirinya sehingga Ia tidak bisa pergi ke manapun. 

“Yurika, saat ini kita benar-benar ada di masa itu, lebih baik kita tenang atau mereka akan sadar kita di sini.” 

“Sialan, kenyataan macam apa itu. B-baiklah...” Yurika pun menurut, meski Ia sendiri tampaknya masih tidak bisa berhenti penasaran. Perlahan, keduanya hanya bisa mengintip dari balik tembok, seorang gadis kecil berambut putih itu sedang dalam masalah dengan beberapa anak laki-laki nakal di sana. Air matanya mengalir, Ia sampai berulang kali meminta tolong dengan suara yang serak.

“... Tolong...”

“Dasar cewek, baru begini aja udah nangis!!!”

Karena kesal, salah satu anak laki-laki itu pun mulai menanggapi tangisan Ayane kecil dengan kekerasan. Ia mengangkat tangannya ke atas dan langsung mengayunkan pukulan keras itu kepadanya. Ketegangan pun memuncak tepat sebelum hal itu terjadi. Sampai tiba-tiba serangan sihir datang dan membuat anak laki-laki itu terjatuh ke lantai dengan sangat keras.

“Itu, Mirai?” tanya Yurika perlahan.

“Ya, begitulah. Syukurlah kamu masih mengingatnya.”

“Jelas lah, karena aku juga...”

“!!!” Baru saja Yurika hendak mengatakannya, tiba-tiba terdengar suara seseorang berlari di lorong. Sosok gadis kecil berambut ungu datang membantu, tidak salah lagi, itu adalah Yurika waktu kecil. Dengan sigap Ia menghadapi anak laki-laki itu sendirian. Disusul juga oleh Mirai kecil yang datang dari arah lain. Mereka berdua sampai harus berkelahi dengan anak-anak laki-laki itu sebelum akhirnya keluar sebagai pemenang.

“Kamu tidak apa-apa? Siapa namamu?”

“Yukihara… Ayane...” 

Senyuman Mirai tampak begitu indah di wajahnya. Mengintipnya dari kejauhan saja sudah membuat Yurika terdiam dengan wajah yang mulai memerah. Ini benar-benar kenangan yang indah, meski terkadang kenangan indah itu tidak memiliki alur yang benar-benar indah. Setidaknya mereka tahu kalau Mirai senang bisa berteman dengan Ayane.

“Hmm?”

“MIrai, kamu lihat ke mana?”

Di sana, tiba-tiba saja Mirai rai kecil melihat ke arah lorong. Atau mungkin lebih tepatnya, gadis kecil itu melihat ke arah di mana aura sihir aneh sedang mengintipnya dari balik dinding. Ini gawat, Yurika dan Ayane lupa kalau Mirai adalah penyihir cahaya, sudah tentu Ia bisa melihat aura sihir seseorang yang terpisah oleh ruang sekalipun.

“Gawat! Yurika!!!”

“Mirai?!!” Mirai kecil pun berlari ke kelasnya untuk memastikan apa yang dilihatnya tadi. Namun sayang sekali, saat gadis kecil itu membuka lebar-lebar pintunya, tidak ada apa-apa di sana selain kelas kosong yang disinari cahaya senja dan kelopak bunga sakura di mana-mana. Sepertinya orang asing dengan aura sihir aneh itu sudah pergi.

“Hey, kamu ini kenapa?!” 

“T-tidak apa-apa kok, paling aku hanya salah lihat...”

Untunglah Ayane melakukan tugasnya tepat waktu. Alhasil mereka bisa pergi sebelum Mirai menyadari kedua sahabatnya yang datang dari masa depan. Perjalanan pun mereka lanjutkan melalui ruang dan waktu. Mungkin ini akan menjadi kenangan yang berikutnya yang layak untuk disorot. Jika tadi Ayane, ini saatnya mereka untuk mengintip sedikit kenangan Mirai dengan Yurika.

“Huaa!!!” 

Lingkaran sihir kembali muncul, kali ini membawa keduanya sampai ke trotoar di pinggir jalan. Yurika yang belum siap sampai terjatuh dan mencium kerasnya beton trotoar. Itu menyakitkan, tapi setidaknya Ia tahu kenapa hal itu terjadi, ini juga bagian dari kelengahannya.

“Dasar payah, kalau mau berpindah lagi bilang dulu!!!” tegas Yurika.

“Maaf-maaf, tadi itu hampir saja, jadi aku tidak punya pilihan.” balas Ayane dengan senyum kecut di wajahnya.

“Lalu tempat ini... Jangan-jangan ini taman tempatku dan Mirai pertama kali bertemu ya?”

“Mungkin, aku tidak terlalu yakin, tapi sepertinya iya.”

Yurika melihat ke sekelilingnya. Jalanan yang sepi khas desa yang jauh dari kota, sampai pagar yang memisahkan trotoar dengan taman di dalamnya. Ada banyak pepohonan di sana, membuat suasana cukup sejuk meski matahari masih bersinar cukup terang di angkasa. Kalau dilihat-lihat lagi, sepertinya benar kalau ini adalah tempat di mana Ia pertama kali bertemu dengan Mirai. 

“Huaaa... Tolong aku!!!”

Suara teriakan terdengar sampai ke seluruh penjuru taman. Yurika dan Ayane yang mendengarnya langsung dibuat terkejut. Suara minta tolong tadi terdengar begitu khas, siapa lagi kalau bukan suara Mirai. Hal itu membuat keduanya semakin penasaran, mereka sampai harus berdesakan di balik semak-semak untuk melihatnya.

Ternyata benar apa yang mereka pikirkan, tidak jauh di tengah taman, terlihat seorang gadis kecil berambut biru yang tengah menangis di hadapan beberapa anak laki-laki. Sepertinya mereka sedang mengganggunya. Tentu saja Yurika tidak tahan melihat hal tersebut, tapi lagi-lagi Ayane menarik tangannya, meminta gadis itu untuk menahan diri agar masa depan tidak kacau.

“Yurika tenang dulu. Serahkan ini semua kepada dirimu yang ada di sana.” ucap Ayane.

“Cih, terserahlah...”

“Ahahaha… Minta tolonglah sesukamu, emang kami takut?! Ahahaha…” Anak laki-laki itu terus menerus mengganggu Mirai, membuat tangisannya semakin kuat setiap saat. Benar-benar tidak bisa dimaafkan, mereka yang membuat Mirai menangis tidak akan mendapatkan maaf dari Yurika. Hal itu terbukti saat Ayane sekali lagi melirik ke arah sahabatnya. Yurika seolah mengeluarkan aura membunuhnya, ini bukan pertanda yang bagus apalagi Mirai bisa melihat aura sihir dari kejauhan.

“......” Mencegah hal itu terjadi, Ayane menggenggam tangan Yurika semakin erat dan mulai menggunakan kekuatannya. 

“A-apa yang kamu lakukan?!” Yurika terkejut, seluruh kekuatannya seakan menghilang. Tapi Ayane hanya balik menatap dengan penuh keseriusan, seolah itu jawaban kalau Yurika harus bisa lebih mengendalikan emosinya, setidaknya untuk sementara ini saja.

“Kumohon, tahanlah sebentar lagi, dirimu di dunia ini akan segera datang, bukan?” 

“Hey kalian! Cepat hentikan itu!”

Dan benar saja apa yang Ayane katakan. Tidak lama kemudian, sosok gadis kecil berambut ungu datang dan menggertak pada anak laki-laki itu dengan keras. Sontak saja mereka terdiam. Salah seorang anak yang hampir memukul Mirai juga langsung menghentikan aksinya. Kini seluruh perhatian tertuju pada Yurika kecil, termasuk Mirai sendiri di sana. 

“Hah, siapa kamu ini? Jangan ganggu kami!”

“!!!” Tidak terima dengan kata-kata tersebut, Yurika kecil lantas mencoba menggunakan sihir petirnya untuk menyerang. Namun sayang sekali, sihirnya bahkan tidak keluar. Mungkin saja itu karena Ia masih sangat muda untuk bisa melakukannya. Alhasil anak laki-laki itu justru tertawa dan membuat Yurika kecil menjadi marah besar.

Perkelahian fisik pun terjadi. Yurika kecil sendirian melawan anak-anak laki-laki itu. Pukulan demi pukulan mendarat di tubuh masing-masing. Yurika tidak menyerah begitu saja eski bibirnya sampai berdarah akibat serangan tadi. Setelah beberapa saat berlalu, akhirnya anak-anak laki-laki itu kabur meninggalkan keduanya sambil menangis dan memanggil ibu mereka. 

“Hey, kamu tidak apa-apa?” tanya Yurika kecil kepada Mirai.

“Te-terima kasih,” balasnya lirih.

Sama seperti yang terjadi pada Ayane sebelumnya. Sang Putri Cahaya pun berawal dari diselamatkan. Ia terlihat lemah karena tidak bisa apa-apa, tapi Yurika kecil memberinya harapan untuk menjadi kuat. Keduanya berbincang sejenak dalam suasana yang mulai berubah secara perlahan. Mirai yang sedih dan ketakutan, kini mulai ceria setelah Yurika memberikan kata-kata penyemangat kepadanya. 

Yang lebih mengejutkan lagi, Yurika dan Ayane dibuat tidak bisa berkata-kata saat Mirai mulai mengusapkan sapu tangannya di bibir Yurika kecil yang sakit. Melihatnya saja sudah sangat memalukan, sampai-sampai membuat wajah Yurika memerah. Ayane hanya tersenyum kecut menanggapinya. Sepertinya memang tidak salah, Yurika dan Mirai sudah sangat dekat bahkan sejak hari saat pertama mereka berjumpa.

“Jadi, menurutmu hadiah apa yang cocok untuknya?” tanya Ayane.

“Kenapa tanya aku? Bukannya kita di sini masih mencarinya?”

“Memang benar, tapi... Bukannya kita sudah melihatnya sejak tadi?”

“Apa maksudmu, Ayane?”

“......” Lingkaran sihir muncul tepat di bawah mereka. Dalam sekejap mata keduanya pun menghilang begitu saja. Melintasi ruang dan waktu untuk kesekian kalinya, dan kembali ke dunia nyata tempat seharusnya mereka berada.

“Tempat ini? Sekolah Sihir Kakeruboshi?” Yurika membuka matanya dan menyadari kalau mereka sedang berada di depan gerbang sekolah sihir lamanya. Hari sudah gelap dan jam di smartphone-nya sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Pantas saja jalanan desa ini begitu sepi dan sunyi, pepohonan sakura yang bermekaran juga tidak lagi memancarkan pesonanya. 

“!!!” Dari kejauhan, terdengar suara langkah kaki yang memburu. Semakin dekat dan terus mendekat dengan cepat, hal itu membuat Yurika dan Ayane penasaran. Saat keduanya berbalik tampaklah sosok gadis berambut biru itu datang menghampiri mereka. Napasnya terengah-engah seakan Ia baru saja lari keliling desa. 

“Yurika! Ayane! Syukurlah aku menemukan kalian...” ucap Mirai sambil menghela napas lega. Akhirnya Ia bisa menemukan kedua sahabatnya setelah mencari seharian ke berbagai tempat. 

“Mirai?”

“Kenapa kalian malah pergi begitu?! Apa yang harus aku katakan kepada yang lainnya?! Seharian aku mencari, katanya kalian sedang ada urusan, tapi kenapa lama sekali?!” Mirai tampak begitu kesal, Ia bahkan meneteskan air mata di antara kata-katanya yang menyakitkan. Ternyata membeli hadiah bukan hal yang tepat jika hal itu dapat membuat mereka lupa akan siapa yang diberi hadiah. Ini murni kesalahan Yurika dan Ayane, mereka pantas mendapatkannya.

“Mirai, anu...”

“Ehh?!!!”

“Kumohon... Jangan pergi lagi...” Tanpa memberi aba-aba, Mirai langsung melompat dan memeluk erat kedua sahabatnya sekaligus. Air mata masih bercucuran dari kedua kelopak matanya, membuat Yurika dan Ayane tidak bisa berkata apa-apa untuk menghentikannya. 

Jadi ini yang mereka cari sejak tadi. Tidak ada hadiah yang perlu mereka cari bahkan sampai ke ujung dunia sekalipun. Hadiah terbaik untuk Mirai selalu ada di sini bersama mereka. Sebagai seorang sahabat, hadiah terindah ada jauh di dalam hati mereka. Mirai sendiri tidak menginginkan yang lain, hanya bisa bersama kedua sahabatnya saja sudah cukup. Saat itu pula Yurika dan Ayane tersadar.

Hadiah terindah untuk Mirai adalah Yurika dan Ayane yang selalu ada di sisinya. Dulu, sekarang, dan kapanpun itu di masa depan. Mereka akan selalu bersama menjalani cerita yang tidak ada habisnya dalam keabadian. Sebagai sahabat sejati.

“Selamat ulang tahun, Mirai...” Yurika dan Ayane kemudian bersama-sama mengucapkan selamat kepada Mirai atas ulang tahunnya yang terlupakan. Hal itu sontak saja membuat tangis dan pelukannya semakin kuat. Tentu saja Yurika dan Ayane membalasnya dengan hal yang sama. Mereka tidak akan pergi lagi, karena mereka adalah hadiah terindah yang selama ini Mirai telah dapatkan.

“Terima kasih, Yurika, Ayane. Kalian memang hadiah terindah sepanjang masa...”

 

Ikuti tulisan menarik Arfanuriza lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu