x

Iklan

Choirul Amin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 September 2020

Selasa, 16 November 2021 12:33 WIB

Angkat Potensi Lokal Pedesaan dengan Ekosistem Literasi Digital


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

FGD Gerakan Kesetaraan Kabupaten Malang Jawa Timur (dokpri) 

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

DIGITALISASI kini bukan hal baru, dan sudah mulai hadir di hampir semua lini kehidupan manusia. Tetapi, digitalisasi akan tetap saja menjadi barang asing, jika perwujudannya hanya parsial dan tidak bisa menjadi praktik baik yang jarang dilakukan. Perlu kerangka literasi digital yang lebih massif dan holistik. 

Bagi generasi milenial dengan latar belakang pendidikan yang memadai, digitalisasi dan literasi digital lebih mudah diadopsi. Tetapi, bagi mereka yang berpendidikan rendah, karena keterbatasan akses dan kesulitan kehidupan perekonomiannya, masih butuh perhatian serius. Tidak adil tentunya jika kelompok masyarakat ini dibiarkan tetap selamanya tertinggal! 

Kondisi kelompok masyarakat dengan keterbatasan akses dan keterbelakangan tersebut perlu atensi lebih serius. Melalui upaya bersama, maka semua kalangan masyarakat semestinya bisa dirangkul dan lebih diangkat harkat kehidupannya. Yakni, melalui literasi digital dan membangun ekosistem digitalisasi yang lebih memberdayakan mereka. 

Karuan saja, kelompok masyarakat dengan kehidupan rendah ini kerap menjadi biang bagi rapor minus pembangunan negara. Reputasi pemerintah Indonesia seakan tercoreng manakala didapati angka cukup signifikan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang masih di bawah rata-rata ini. 

Sebut saja, angka kemiskinan dan harapan hidup layak yang masih saja mewarnai kinerja pembangunan hingga lingkup pemerintahan terkecil. Kondisi ini yang pada akhirnya muncul pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Belum lagi, dari laporan hasil survei global dalam berbagai indikator yang berbeda-beda. 

Sekadar informasi, dalam Ringkasan Informasi APBN 2022, disebutkan IPM di Indonesia tercatat di kisaran 72,78 - 72,95. Sementara, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, Indeks Pembangunan Manusia (Metode Baru) 2020 adalah di angka 71.94. 

BPS juga mencatat, pada 2020 secara nasional pertumbuhan IPM di daerah justru melambat akibat pandemi COVID-19 yang terjadi. Bahkan, Kemendikbud ristek merilis (16/9/2021), angka putus sekolah secara nasional naik 10 kali lipat lebih besar jenjang Sekolah Dasar (SD) dibanding pada 2019 hingga sebesar 1,12 persen. Fakta ini tentunya memprihatinkan dan perlu atensi serius. 

Hemat penulis, digitalisasi kini adalah kunci bagi semua hal. Namun kerangka dan platformnya harus melingkupi banyak aspek. Literasi digital tidak semata kemampuan mengadopsi teknologi digital, melainkan lebih luas menyentuh pada kemampuan lain yang memperhatikan aspek komunikasi dan keberagaman sumberdaya lokal. 

Nah, konteks membangun dan mendorong literasi digital yang adil dan kemanfaatannya bisa lebih merata, itulah yang perlu menjadi atensi bersama. Bahwa mendapat kecakapan dan kesempatan literasi digital bukan milik segelintir pihak, apalagi sifatnya hanya untuk gagah-gagahan dan mercusuar. 

Apa yang diinisiasi oleh Kementerian Kominfo misalnya, setidaknya sudah cukup bagus dengan terus melakukan agenda literasi digital. Sedikit agak terlambat memang, namun setidaknya ini sudah bisa menjadi titik awal membuka wawasan masyarakat soal pentingnya melek teknologi informasi dan digitalisasi. Bahwa, bangsa Indonesia kini tentunya harus lebih terbuka dan adaptif terhadap cepatnya cara baru melalui perkembangan teknologi yang ada. 

Sedikit disayangkan, jika cakupannya sebatas mengenalkan perkembangan teknologi semata. Terlebih, ketika sasarannya terbatas, dan tidak dibarengi penguatan dengan orientasi project kecakapan nyata dan dengan pendampingan yang berkesinambungan. Apalagi, program pemerintah seperti ini pun kerap terjebak sebatas simulasi dan pemodelan, yang belum tentu langsung bisa diterapkan lebih meluas. 

Literasi Digital Ekosistem Pedesaan
Membangun literasi digital pada kelompok masyarakat dengan sumberdaya manusia pas-pasan, maka bisa diusulkan adanya sebuah ekosistem yang memang fokus pada hal ini. Literasi digital pada ekosistem kawasan pedesaan bisa dikembangkan sebagai satu alternatif. 

Ekosistem literasi digital kawasan ini bisa mengadopsi dan memadukan konsep smart village, kampung tematik digital, kampung eduwisata, atau one village-one destination. Konsep-konsep ini sebenarnya sudah lama digagas pemerintah, namun tak kunjung menjadi kebijakan dan program konkrit yang benar-benar mengangkat masyarakat dalam konteks ekosistem literasi digital yang mapan. 

Skenario yang bisa dirancang dalam ekosistem literasi digital ini, membangun pusat inkubasi pemberdayaan dengan memanfaatkan potensi lokal desa dan dukungan kecakapan digitalisasi berbasis kawasan. Ini bisa dimulai dengan keberadaan rumah baca atau perpustakaan desa atau semacam sekolah rakyat, dan dilengkapi infrastruktur TIK. Tentu saja, pengelolaannya berbasis kebutuhan dan melibatkan penuh masyarakat lokal. 

Tempat ini bisa menjalankan banyak fungsi selain meningkatkan melek literasi. Seperti, sebagai sarana membangun serapan informasi yang mencerahkan, sekaligus membentengi warga dari disinformasi atau hoax yang destruktif. Selebihnya, bisa menjadi pusat inkubasi pemberdayaan padat karya, bahkan inkubasi bisnis wirausaha ekonomi kerakyatan, yang mengedepankan kecakapan dan literasi digital untuk meningkatkan hajat hidup masyarakat setempat dan sekitarnya. 

Sebagai pemantik awal dan menarik, maka pilihan tempatnya mengusung konsep destinasi wisata desa. Wisata desa ini yang kemudian dikemas dan diramaikan dengan berbagai program berorientasi penguatan literasi digital, yang nantinya bisa mengangkat berbagai keahlian vokasional, serta mendorong lahirnya ide-ide kreatif seperti ekonomi kreatif dan gelaran entertainment lainnya. 

Nah, para pemuda atau penduduk usia produktif yang berlatarbelakang pendidikan dan ekonomi masih rendah menjadi subyek sekaligus sasaran utama program ini. Semua bisa diangkat sekaligus, melalui pendidikan kesetaraannya juga penguatan kecakapan literasi digital untuk pemberdayaannya. Pada saat yang sama, semua sumberdaya dan potensi lokal yang ada bisa dikelola dan dikembangkan lebih fokus dan terarah. 

Dalam lingkup mengembangkan ekosistem literasi digital kawasan berbasis sumberdaya lokal ini, kontribusi dan dukungan berbagai kalangan bisa terus digali. Yang terpenting, harus selalu dipastikan bahwa kemanfaatan ikhtiar ini adalah sebesar-besarnya bagi kemakmuran warga masyarakat, dan untuk meningkatkan taraf hidup lebih baik yang berkelanjutan dari masa ke masa. (*)

*) Penulis adalah pegiat Gerakan Kesetaraan  Malang dan fasilitator learning society di PKBM Aksara Cendekia Malang, Jawa Timur. 

 

Ikuti tulisan menarik Choirul Amin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler