x

Iklan

Rikadj Milas Esa Prasetio

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 17 November 2021

Jumat, 19 November 2021 06:52 WIB

Hidupku yang Tidak Hidup

Cerpen yang mengisahkan tentang kisah pencarian makna kehidupan sesorang yang hidup dalam sebuah penderitaan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aku benci orang-orang yang berfikir dirinya sangat menderita. Aku benci orang-orang yang tak pernah bersyukur akan apa yang mereka punya. Aku benci ketika orang-orang mengeluh tentang hal-hal kecil yang tak bisa mereka dapatkan. Aku benci ketika orang-orang mengeluh tentang kondisi keuangan mereka. Aku pun juga membenci orang-orang yang sudah menyia-nyiakan hidupnya dengan hanya berdiam diri di rumah. Dan diantara itu semua, hal yang paling aku benci adalah mereka yang ingin mengakhiri hidup mereka karna hal-hal yang sepele. Aku benci itu!

Aku membenci mereka semua bukanlah karna semata-mata menyimpan dendam kepada orang-orang tersebut. Hanya saja aku membenci mereka karna mereka sudah melupakan dan menyia-nyiakan sebuah nikmat yang diberikan oleh Tuhan yang maha Esa. Dan Nikmat tersebut adalah Sehat.

Ya, sehat. Sesuatu nikmat yang sering kali dilupakan oleh sebagian manusia yang pernah hidup dimuka bumi ini ketika mereka mendapatkanya. Namun ketika mereka kehilangan nikmat tersebut, barulah mereka tersadar bahwa sehat adalah sebuah nikmat yang tak akan pernah ternilai harganya.

Ketika mereka sakit, mereka akan melakukan apa pun demi mendapatkan nikmat tersebut kembali kepada dirinya. Mereka pun pada akhirnya mulai mengeluarkan segala sesuatu yang mereka punya, mulai dari harta hingga bahkan harga diri mereka sendiri, bahkan sampai beberapa dari mereka rela untuk mengambil nyawa orang lain demi bisa mendapatkan nikmat yang hilang tersebut.

Sehat... adalah sesuatu yang selalu aku idam-idamkan sejak kecil. Aku membenci orang-orang yang telahku sebutkan tadi, karna aku merasa bahwa mereka tidak pernah merasa bersyukur akan nikmat yang paling berharga yang telah tuhan berikan kepada mereka, mereka menyia-nyiakan akan sesuatu yang selalu aku idamkan.

Itu semua terjadi karna jauh di dalam lubuk hatiku, Aku iri terhadap mereka semua. Aku iri terhadap mereka yang bisa pergi keluar rumah tanpa harus berfikir akan penyakit yang mereka punya, iri terhadap mereka yang memiliki sebuah pilihan untuk hidup tanpa harus terus diatur hidupnya, iri terhadap mereka yang bisa memiliki seseorang untuk diajak berbicara, iri terhadap mereka yang bisa melakukan sesuatu tanpa harus menyakiti seseorang yang mereka cintai. Dan yang paling penting, aku iri karna mereka mendapatkan apa yang tak pernah bisa kudapatkan sejak kecil namun mereka menyia-nyiakanya.

Semenjak kecil aku sudah menderita penyakit Leokimia, penyakit yang cukup serius bahkan untuk orang dewasa sekali pun. Tubuhku lemah karna kekurangan darah putih.

Aku tak boleh sedikit pun mengalami kelelahan, oleh karna itu Orang tuaku melarangku untuk bermain keluar sejak aku kecil. Jangankan untuk bermain keluar, untuk mengundang temanku dan bermain dirumah saja Orang tuaku pun melarangnya.

Semenjak Dokter memfonisku terkena pentakit Leokimia, disaat itulah semua kebahagianku telah hilang, disitulah kehidupanku terasa hilang. Aku tak lagi mempunyai teman, aku tak lagi mempunyai kebebasan utuk bermain keluar rumah. Orang tuaku benar-benar mengurungku, dengan alasan untuk melindungi diriku.

Apa yang orang tuaku lakukan mungkin adalah hal yang paling terbaik menurut mereka, karna bagi mereka, mereka akan melakukan apa pun agar mereka bisa terus hidup bersama putri kesayanganya, meski itu harus mengurungku seperti tahanan rumah.

Sewaktuku kecil, aku selalu melihat orang orang bermain dari jendela rumahku, membayangkan diriku berada disana dan bermain bersama mereka, dan ketika aku membayangkan itu entah kenapa aku selalu tersenyum, aku bahagia, meski hanya membayangkanya saja.

Sewaktu aku kecil sebetulnya Ayah dan Ibuku sesekali mengizinkanku untuk keluar rumah, bahkan terkadang mereka mengajakku untuk ke taman atau lapangan melihat anak-anak yang sedang bermain disana, karna mereka tau, meski hanya dengan melihat mereka bermain saja aku sudah sangat bahagia.

Namun semua itu tak berjalan lama, setelah 3 tahun aku terkena penyakit itu, disaat umurku menginjak 8 tahun, Penyakit milikku semakin parah, disaat Ibu sedang menemaniku melihat orang-orang bermain di taman, yang mana itu kulakukan hanya sesekali dalam beberapa bulan saja.

Tiba-tiba saja tubuhku merasa sakit yang bukan main, sampai sekarang bahkan aku masih sangat ingat betapa sakitnya tubuhku saat itu. Itu seperti tubuhku sedang digencit oleh sesuatu, nafasku juga sesak saat itu. Aku yang saat itu masih anak-anak tak bisa berbuat apa-apa selain berteriak kesakitan.

Karna aku yang tiba-tiba saja berteriak kesakitan, membuat ibuku seketika panik, wajahnya ketakutan, air matanya tanpa sadar mengalir ke pipinya. "Kamu kenapa Lia ?!" Begitulah teriak Ibuku selagi memeluk hangat diriku yang sedang kesakitan. Dan saat itu aku juga masih ingat kata-kata apa yang aku lontarkan sebelum akhirnya aku jatuh pingsan karna tak sanggup menahan rasa sakit yang teramat sakit itu. "Ma... Lia sakit." Begitulah Kataku dengan menatap mata Ibuku dengan tatapan wajah memelas.

Setelah aku pingsan aku tak tau apa yang terjadi setelahnya, yang aku tau aku sudah terbangun dirumah sakit saat itu. Saat itu aku rasa bahwa aku sadar diwaktu yang tidak tepat. Aku sadar tepat ketika Dokter mengatakan bahwa penyakit yang aku derita ini sudah semakin parah, bahkan aku masih ingat saat dokter memvonis hidupku tinggal 2 tahun lagi. Dan aku juga masih ingat reaksi Ayah dan Ibuku saat mendengarkan hal itu, mereka menangis sejadi-jadinya, mereka mengeluh kepada tuhan. Mereka mengeluh kenapa mereka harus mengalami semua kepedihan ini.

Aku benar-benar tau dan paham kenapa Ayah dan Ibuku begitu sedih dan bereaksi berlebihan seperti itu. Itu karna aku adalah putri kesayangan mereka, dan aku adalah anak sematawayang mereka, maka dari itu mereka sangatlah sedih mendengar berita tersebut.

Aku yang saat itu juga mendengarkan hal itu pun tak bisa berbuat apa-apa, aku hanya terdiam dan meratapi nasib, sama seperti mereka, aku mengeluh dan bertanya-tanya kepada tuhan, kenapa harus aku yang menghadapi ini semua, aku merasa dunia ini tak adil padaku. Lalu tak lama kemudian air mataku pun juga ikut mengalir.

Setelah aku divonis oleh dokter seperti itu, hidupku tak pernah lagi sama seperti beberapa tahun sebelumnya, kali ini aku tak boleh keluar sama sekali, Ayah dan Ibuku takut akan terjadi hal yang sama, karna kata dokter aku tak boleh kelelahan atau kepanasan, dan jika aku mengalami hal tersebut, aku bisa saja mengalami hal yang sama seperti tadi dan akhirnya menemui ajalku jauh lebih cepat dari yang dokter perkirakan.

Hari-hari setelahnya aku seperti merasa tidak hidup, yang bisa aku lakukan hanyalah menonton tv, makan, minum, tidur, dan buang air saja, bahkan jika mataku merasa lelah maka sesekali tubuhku merasa sakit, dikarenakan mataku yang lelah, namun meski itu sangat sakit aku tak pernah mau menceritakan hal tersebut kepada orang tuaku, apalagi bereaksi kesakitan.

Karna jika tidak maka aku pasti tidak akan pernah diizinkan menonton tv lagi, yang mana tv hanyalah satu-satunya hiburan yang bisa aku dapat.

3 tahun berlalu setelah Vonis dokter. Meski penyakit yang aku derita ini tidak sama sekali membaik, namun aku masih tetap bertahan hidup, meski hanya dengan itu saja orang tuaku begitu bahagia, aku rasa mereka benar benar tidak ingin kehilanganku.

Jujur saja, sejak kecil aku selalu mengidam-idamkan kematian, aku selalu menginginkan hal tersebut. Karna aku selalu merasa bahwa aku tak pernah merasakan kebahagian sama sekali semenjak itu. Hanya kesedihan, kesendirian, dan sakit saja yang bisa kurasakan. Dan hidup dengan hal tersebut, sama saja sudah mati bagiku.

Hidupku selalu dipenuhi oleh kepedihan, dan tak ada kebahagiaan. Satu-satunya kebahagiaan yang masihku ingat mungkin adalah sewaktu aku berada di play group dan merayakan ulang tahunku yang ke- 4 bersama-sama dengan teman-teman disana, beserta Ayah dan Ibuku yang tersenyum melirik ke arahku.

Ayah dan Ibu..., mungkin merekalah yang membuatku bisa bertahan hingga sekarang, meski di dalam hatiku, aku menginginkan kematian, akan tetapi aku sendiri tidak sanggup untuk itu. Karna aku tak menginginkan Orang tuaku sedih, aku ingin mereka tersenyum seperti saat mereka melihatku dipesta ulang tahun ku yang ke-4. Aku ingin mereka tersenyum sama seperti saat melihatku hidup untuk pertama kalinya. Aku ingin mereka tersenyum sama seperti saat itu, meski hanya sekali saja. Aku ingin itu.

Semakin lama aku semakin beranjak dewasa, disaat umurku menginjak 12 tahun, aku secara khusus meminta kepada orang tuaku untuk mendatangkan guru privat untuk mengajarkanku ilmu-ilmu yang tak pernah aku ketahui sebelumnya, pelajaran-pelajaran yang juga diajarkan kepada orang seumuranku pada umumnya. Tentu saja pada awalnya orang tuaku menolak itu dikarnakan takut aku mengalami stress akibat semua pelajaran tersebut.

Namun pada akhirnya orang tuaku mengizinkan aku untuk mendatangkan guru privat, setelah aku memohon-mohon kepada mereka dan berkata kepada mereka jika aku hanya diam dirumah tanpa melakukan apa pun aku akan lebih stress.

Bukanya aku berniat untuk menyombongkan diri, akan tetapi aku terbilang anak yang cukup cerdas, aku dapat memahami dengan cepat apa yang guruku ajarkan kepadaku. Entah kenapa itu semua terasa sangat mudah bagiku, bahkan meski aku harus mengejar pelajaran yang tertinggal sewaktu umurku masih dibawah 12 tahun, tapi itu semua bisa aku lalui dengan mudah.

Meski karna penyakit ini aku tidak membutuhkan uang, kecuali untuk pengobatan terapi dan sebagainya, Ayah dan Ibuku masih saja selalu rutin memberikanku uang jajan bulanan, yang nominalnya menurutku itu cukup besar, terlebih untuk orang yang tak bisa melakukan apa-apa selain menikmati segala sesuatu yang ada di rumahku.

Kata mereka uang yang mereka berikan kepadaku bisa saja suatu saat akan berguna untuk membeli sesuatu ketika aku sembuh nanti, membeli sesuatu untuk memperpanjang hidupku... atau bahkan hanya sekedar untuk membuatku bahagia dengan membeli sesuatu apa pun itu.

Dan karena sedari kecil uang itu selalu rutin diberikan sampai sekarang, namun uang tersebut tak pernah aku gunakan sama sekali, kini aku merasa uang yang ada direkeningku tersebut sudah sangat besar nominalnya, dan sampai sekarang diumur yang sudah menginjak 20 tahun, aku pun masih tak tau ingin aku apakan uang sebanyak itu.

Karna jujur saja sampai saat ini, aku masih bingung untuk apa tuhan menciptakanku sebetulnya, untuk apa aku hidup jika hanya bisa sakit-sakitan dan membebani orang tuaku saja. Bahkan sampai sekarang aku masih menginginkan kematian. Mungkin satu-satunya alasan kenapa aku masih tetap hidup sampai sekarang adalah Orang tuaku. Dukungan dan senyum merekalah yang mungkin membuatku masih bisa bertahan sampai sekarang.

Meski mereka jarang berada dirumah bersamaku karna pekerjaan mereka, tetapi aku tetap sangat menyaingi mereka, mereka seperti selalu ada 24 jam bersamaku.

Sampai pada akhirnya aku merasa muak dengan kehidupanku ini, bahkan aku tak pernah melihat dunia luar, aku hanya bisa melihatnya dari Tv atau pun Internet saja, dan membayangkan seakan-akan aku berada disana, lalu aku tersenyum sama saat seperti sewaktu aku kecil dulu. Dan sekarang aku muak akan hal itu.

Aku berfikir, aku tak tau aku akan hidup samapai kapan, atau berapa lama lagi aku akan hidup ? Kematian selalu ada didekatku, dan aku tak ingin saat aku mati nanti, aku mati dalam keadaan sendirian dikamar dan hanya menatap langit-langit di kamarku saja. Bagiku itu adalah cara mati yang paling mengerikan.

Mungkin ini akan menjadi sesuatu yang akan aku sesali nantinya, namun aku akan lebih menyesal jikalau sampai akhir hayatku nanti, aku tak melakukanya sama sekali.

Aku berniat untuk kabur! Aku berniat untuk melarikan diri dari penjara yang Ayah dan Ibuku buat untuk memperpanjang hidupku.

Ya, aku berniat untuk kabur dan memulai ceritaku, aku ingin menulis sendiri akhir kehidupanku, aku ingin setidaknya aku memiliki hal lain dalam hidupku, bukan hanya tv, internet dan fasilitas yang orang tuaku sediakan di rumah saja.

Aku tau ini akan membuat orang tuaku sedih bukan main, maka dari itu ini merupakan sebuah keputusan yang teramat berat yang pernah aku buat. Karna disisilain aku benar benar tak pernah menginginkan Ayah dan Ibuku meneteskan air matanya lagi hanya karna diriku yang penyakitan dan tidak berguna ini.

Dan aku juga tau, dengan melakukan ini artinya aku mempertaruhkan hidupku dalam bahaya, yang mana juga kesehatan yang aku idam-idamkan itu akan semakin menjauh dariku, bahkan tak akan pernah bisa kudapatkan jika aku benar benar pergi.

Namun bagiku yang namanya kematian akan selalu mengikuti kita, kemana pun dan kapan pun itu. Jadi buat apa aku takut akan suatu hal yang sudah pasti akan terjadi pada setiap mahkluk hidup yang ada di alam semesta ini, termasuk aku. Untuk itu aku membulatkan tekad ku untuk kabur dari rumahku.

Hari ini dengan mengenakan Sweater berwarna putih pemberian ibuku, di kado ulang tahunku yang ke- 18 yang selalu aku kenakan jika aku rindu dengannya, dan juga celana jeans pemberian ayahku yang ia belikan karna terlihat cocok denganku, aku pergi.

Aku pun pergi dengan meninggalkan sebuah pesan perpisahan untuk Ibu dan juga Ayahku. Dan sejak hari ini, aku mulai menulis, aku mulai menulis sebuah kisah perjalanan hidupku yang baru, yang mana ini bertujuan jika saja aku mati nanti disaat perjalananku, orang tuaku akan tau bahwa sepanjang perjalanan tersebut aku bahagia.

Ikuti tulisan menarik Rikadj Milas Esa Prasetio lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

10 jam lalu

Terpopuler