x

https://www.google.com/search?q\x3djalan+gambar\x26sxsrf\x3dAOaemvKhT7Aw9Oz6kTqE50J_gvq485GRCQ:1637368736932\x26source\x3dlnms\x26tbm\x3disch\x26sa\x3dX\x26ved\x3d2ahUKEwjBibnv2aX0AhXSwjgGHUJKBRwQ_AUoAnoECAEQBA\x26biw\x3d1366\x26bih\x3d657\x26dpr\x3d1#imgrc\x3dm0ypTZUoQIrmoM

Iklan

Fajar Dwi Yanti

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 November 2021

Minggu, 21 November 2021 18:24 WIB

In Berlin That Flower Blooms

Pelecehan seksual selalu meninggalkan trauma bagi korban, mulai dari trauma ringan hingga berat. Apakah akhirnya mereka mampu mengatasi trauma masa lalunya atau justru jatuh ke dalam jurang kehancuran?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

"Assalamu'alaina wa'alaa 'ibadilahissholihiin." Ucap gadis itu lirih saat memasuki rumahnya seusai pulang sekolah. Hari itu Rabu, siswa dipulangkan pukul 10.00 karena para guru mengikuti rapat di kabupaten.

Mirani, gadis cantik berkulit kuning kecoklatan yang sedang duduk di bangku kelas lima sekolah dasar itu sudah mafhum, rumahnya selalu kosong saat dirinya pulang sekolah. Kedua orang tua Mirani bekerja di meubel milik Paklik Suhaedi, paman Mirani dari jalur ibu. Ya, ibunya bekerja sebagai tukang masak untuk para tukang di meubel tersebut.

Setelah melepas sepatu, mencuci tangan dan berganti pakaian, gadis yang sehari-hari dipanggil Mira itu bergegas menuju ke dapur untuk menikmati masakan ibunya. Masakan khas daerahnya memenuhi meja makan kecilnya, ada bobor daun singkong, lele goreng, dan sambal andalan ibunya, sambal terasi. Sambal terasi ibunya tidak pernah gagal menambah nafsu makan putri semata wayangnya itu. Ia mulai mengambil piring dari rak piring kayu di sudut dapur tradisional yang berukuran 4x6 meter persegi yang berdindingkan anyaman bambu. Rumah lawas yang telah berusia lebih dari empat puluh tahun peninggalan sang nenek.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Baru saja hendak menyendokkan nasi ke piring, pintu depan Mirani terdengar ada yang membuka. Kreeek!!. Ia segera berjalan cepat menuju ruang tamu.

"Sudah pulang sekolah Mirani?" Tanya pria itu tanpa mengucap salam. Sudah biasa, adik kandung ibunya itu memang kurang santun orangnya. "Sudah Paklik, hari ini ada rapat guru, makanya pulang lebih pagi". Jawab bocah itu santun.

"Oh gitu, Paklik tadi habis dari kota ngurus perpanjangan KTP, nih Paklik beliin apel buat kamu."

"Wiih makasih, langsung pulang Paklik?" "Nanti dulu, mau istirahat dulu, capek banget, bikinin kopi ya."

"Baik Paklik."

Mirani meletakkan sekantong apel fuji di atas meja ruang tamunya, dan bergegas ke dapur. Dari belakang Mirani memang tidak tampak seperti gadis seusianya, di usianya yang baru menginjak 11 tahun, ia sudah memiliki lekuk tubuh yang hampir sempurna layaknya wanita dewasa. Bentuk tubuh seperti jam pasir, dengan pinggang ramping namun pinggul dan dan dadanya tampak berisi. Meskipun selalu memakai pakaian serba longgar dan panjang, namun lekuk indahnya tidak mudah tertutupi begitu saja.

Ia mengambil gelas lalu memasukkan satu sendok makan gula ke dalamnya, disusul kopi, kemudian menuangkan air panas dari termos pink dan mulai mengaduk kopinya. Ketika hendak membawa gelas kopinya keluar dapur, Paman Suhaedi tiba-tiba sudah ada di belakangnya.

"Mir," lirihnya sembari mengusap halus pipi gadis itu, Mirani terkesiap, spontan langsung menjatuhkan gelas berisi kopi panas yang sedang dibawanya. "Paklik, ih apaan sih, minggir!" Mirani menepis tangan pamannya itu, hendak melarikan diri dan kabur dari dapur secepatnya, namun ia tak sanggup menguasai dirinya, gemetar dan ketakutan yang ia rasakan membuatnya seperti mati membeku.

"Ndak usah takut, bentar aja ya... Kamu tahu 'kan Bulikmu baru selesai melahirkan, tolong paklik yaa, Nduk ayu..." ucapnya sambil mencengkeram erat tubuh gadis malang itu, lalu membaringkannya secara kasar di lantai dapur yang masih beralaskan tanah. Mirani yang sama sekali tidak bisa melawan lidahnya mendadak kelu, membisu. Ia menangis dan berteriak ketakutan dalam hati, namun tubuhnya tidak bereaksi sedikitpun. Dan adegan pemerkosaan itu terjadi, si paman seperti anjing gila yang sedang memuaskan nafsu bejatnya. Tidak ada siapapun yang datang, tidak ada orang yang menolong, gadis kecil yang tidak bersalah itu harus merasakan kesakitan seorang diri, setetes darah segar tampak keluar dari balik rok panjangnya setelah adegan mengerikan itu terjadi.

"Ndak apa-apa Nduk, ndak usah takut, memang pertamanya sakit, nanti kalo sudah dua kali pasti gak sakit lagi ... Ini paklik kasih duit 25 ribu buat beli kue bolu di tokonya Mbak Anis." Laki-laki itu memasukkan sejumlah uang di saku rok Mirani. Mirani masih terdiam selayaknya patung manusia. Pamannya terburu-buru keluar dari rumah itu dan segera melarikan diri bersama motor tuanya.

Di dapur, Mirani mulai bisa menggerakkan tubuhnya dengan pelan, ia berusaha duduk dan merapatkan kakinya, di dalam sana ia merasakan perih yang teramat sangat, perlahan matanya memerah, ia mulai terisak, teriak, dan menangis sejadi-jadinya.

******

"Ibuuu..." seorang gadis terdengar berteriak dari dalam kamarnya. Mimpi buruk itu terulang, lagi dan lagi ia bermimpi tentang peristiwa mengerikan yang terjadi lima belas tahun yang lalu. Ibunya yang terlihat sedang melayani pembeli langsung tergopoh-gopoh berlari menuju kamar putrinya. "Ibu di sini Nduk, kamu aman, ibu di sini, kamu tenang ya... " ucap lembut sang ibu sembari memeluk putri kesayangannya. Mirani pun pelan-pelan berhenti menangis.

Ia kini sudah dewasa. Namun peristiwa mengerikan itu menyisakan trauma mendalam pada sang gadis, ia sering mengalami mimpi buruk, jadi mudah terkejut dan ketakutan.

Setelah mandi dan mendirikan sholat subuh, gadis yang saat ini bekerja di salah satu perusahaan asuransi di bilangan Jakarta Selatan ini segera membantu ibunya melayani pembeli sayur di warung yang ada di depan rumahnya. Peristiwa tragis yang ia alami memaksa ia dan keluarganya bertransmigrasi ke kota lain.

"Bu, nanti Mira mau ke Gramed Central Park, ibu ikut ya?" tanyanya kepada sang ibu saat pembeli di warungnya mulai sepi. "Ibu di rumah aja, Nduk, ngantuk belanja dari pasar berangkat jam 1 belum tidur, bapakmu aja pulang dari pasar langsung ngorok tuh." jelas sang ibu. "Yaudah, Mira berangkat sendiri aja, kalau mau nitip sesuatu nanti wa ya bu." Pesan Mirani.

Gadis itu tetap cantik, seiring bertambahnya usia, kulitnya kini semakin bersih, hidungnya yang mancung, bibir tipis dan wajah khas sering disebut orang-orang sebagai blasteran belanda cina. Meski begitu ia tetap senang memakai pakaian panjang dan longgar. Ada alasan khusus mengapa ia tak mau berpakaian terbuka, meskipun belum sepenuhnya berhijab. Ia memiliki banyak bekas luka di lengan bagian dalam, saat mengingat masa lalu dan merasa hidupnya tidak berharga ia akan mulai melukai diri sendiri dengan silet. Ia akan merasa nyaman setelah melakukannya. Sekaligus merasa bersalah.

Hari minggu yang cerah, ia tidak akan bisa bersantai selain di hari libur seperti ini, gadis itu selalu memanfaatkan kesempatan berliburnya untuk pergi kemanapun sendiri. Seperti hari ini, Mirani berniat pergi ke toko buku untuk membeli beberapa buku pengembangan diri.

*****

"Pagi... " Ucapnya sembari menyodorkan segelas minuman ke arah Mirani. Gadis itu menengok, rupanya Vino, juniornya yang bekerja satu tim dengannya.

"Vino, apa ni? Makasih ya... "

"Biasalah, kopi espresso buat kamu, biar gak tegang ngadepin nasabah, hahaha... Nih sekalian tadi aku mampir minimarket, kayaknya aku perhatiin kamu suka banget Oreo. Sama onigiri buat kamu sarapan."

"Kok tahu... Makasih ya, aku udah sarapan sih, tapi nanti aku makan."

"You are welcome."

Mirani kembali sibuk menatap layar komputernya, sementara pria bernama Vino itu duduk bersebelahan dengannya. Mereka berada di ruangan kantor yang cukup luas 20x20 meter persegi yang dipenuhi dengan cubical-cubical karyawan.

Jam tujuh pagi sampai jam tujuh malam dari senin sampai sabtu selama tujuh tahun terakhir, waktu Mirani dan rekan-rekannya dihabiskan disini, di kantor perusahaan asuransi XMX Life Indonesia yang berada di Gedung Meteor Valley lantai 12.

Jam menunjukkan pukul 12.00, para karyawan bergegas meninggalkan ruangan kantor untuk segera makan siang dan ada beberapa karyawan yang memilih tetap di tempat karena membawa bekal dari rumah. Vino dan Mirani terlihat turun dari lift dan bergegas menuju ke belakang gedung untuk makan siang. Ada beberapa kedai makanan sederhana yang selalu menjadi langganan para karyawan karena harga yang ditawarkan relatif murah.

"Vin, kamu gak capek kerja disini? Berangkat subuh kadang jam setengah sembilan malam baru pulang, belum lagi sering dimaki-maki nasabah, padahal kalau kamu mau tinggal bilang ayahmu pasti langsung dikasih modal buat bisnis." Mirani bertanya sambil menyesap es teh manisnya dengani sedotan stainless yang dibawanya dari rumah.

"Enggak Mir, aku malah seneng, to be honest kerja disini benar-benar ngebentuk mental aku banget, tiap hari belajar gimana cara ngeyakinin nasabah, cara menawarkan produk secara elegan, menghandle nasabah yang kurang ramah, semuanya, aku belajar banyak, kerja disini aku anggap kayak latihan perang, jadi misal suatu saat aku punya bisnis sendiri aku udah gak kaget kalo ketemu nasabah yang karakternya macem-macem." Jawab Vino.

"Two thumbs up buat kamu Vin, anak orang super kaya tapi mau belajar dari basic."

"Kamu juga keren Mir, dari lulus SMK udah langsung kerja dan sampai tujuh tahun tetap bertahan di satu tempat, jadi karyawan paling berprestasi juga, baru beliin rumah buat orang tua, pasti bangga yang jadi cowokmu Mir, "

Bangga? Pria mana yang akan bangga ketika tahu perempuan yang dicintainya adalah korban predator seksual yang sudah hilang kesuciannya? Pria mana yang akan sanggup menerima masa lalu kelamnya?

"Aamiin... " sahut Mirani singkat. "Mir, aku bisa minta tolong sama kamu?" tanya pria itu dengan menatap lembut mata Mirani.

"Apa?"

"Aku ingin aku jadi orang pertama yang kamu hubungi ketika kamu sedang mengalami masa-masa sulit. Aku ingin jadi orang pertama yang bisa nenangin dan menghibur ketika kamu sedang bersedih, apa kamu bisa Mir?"

"Thank you so much atas perhatian kamu selama ini Vin, i wish i could..." jawab Mirani sembari tersenyum getir dan membalas genggaman tangan Vino.

Vino tak bisa lagi menyembunyikan raut wajah kecewanya di depan perempuan itu, ia segera meninggalkan tempat itu dengan alasan mendadak ada urusan. Pun Mirani tak tahu mengapa ia tak bisa menerima cinta dan memberi cinta kepadanya. Ia sudah berusaha menerima semua kebaikan Vino, tapi tak terbersit sedikitpun mencintai laki-laki yang sudah selama 3 tahun bersamanya itu.

******

Sembilan bulan kemudian.

"Aku harap saat kau menerima surat ini, kau sudah berhasil dengan bisnis pertamamu, dan sudah menemukan gadis yang baik untuk menemani perjalanan hidupmu. Maaf atas segala kekecewaan yang telah ku buat untukmu. Sama seperti senja dan fajar, matahari dan langit malam, pelangi dan semburan tinta sejuta gurita raksasa, seberapapun memaksa, kita tidak pernah ditakdirkan bersama dalam satu waktu. Jangan kau kira aku tak peka, bagaimana bisa aku selalu berpura-pura tak tahu dengan semua perhatian kecilmu setiap waktu, kau tahu apa yang aku suka dan tak suka, kau satu-satunya teman makan siangku saat tak ada yang mendekat karena mereka kira aku aneh dan pendiam. Terima kasih atas segalanya, dan tolong hiduplah dengan lebih bahagia daripada saat-saat kita bersama. Dari seseorang yang tak layak menerima cintamu, Mirani Mardya Putri." SEND. Ia mengirim email kepada Vino malam sebelum hari bahagianya.

"Sayang, apa kau sudah siap?" Seseorang yang tampak gagah mengenakan setelan jas berwarna hitam putih memeluk Mirani dari belakang. "Kau sungguh sangat cantik hari ini, tidak ada yang bisa mengalahkan pesona cantikmu saat ini." Tambahnya. "Sungguh? Jadi kemarin-kemarin apa kau lupa tidak memakai kontak lensamu? Setiap hari aku selalu cantik sayang." Jawab perempuan yang saat ini tampak sangat anggun mengenakan dress pengantin serba putih dengan sedikit sentuhan warna pink pastel samar-samar.

Mereka berdua segera siap-siap menuju altar disaksikan para sahabat, rekan kerja dan keluarga dari sosok manusia yang telah berhasil merobohkan tembok pertahanan cinta seorang Mirani. Seorang pengantin putri tampak anggun berjalan menuju ke altar, menghampiri kekasihnya yang sedang menunggu di depan pastor untuk mengucapkan janji suci pernikahan. Acara berlangsung khidmat dan sakral dipimpin oleh seorang Pastor bernama Martin Korditschke, diakhiri dengan kedua mempelai menuju ke hotel terdekat dari gereja tempat pernikahan berlangsung, Gereja St. Kanisius, Berlin, Jerman.

Pertemuan pertama mereka tiga bulan yang lalu dan pendekatan yang intens mengantarkan mereka kepada keyakinan untuk menuju ke jenjang yang lebih serius, pengusaha sawit asal Kalimantan itu yakin bahwa Mirani adalah sosok istri yang mampu menggenapi hidupnya. Tak diragukan lagi, Mirani sangat mencintai seseorang yang sedang ada di hadapannya saat itu, ia menemukan cinta, kehangatan dan kenyamanan yang tidak akan pernah ia temukan saat gadis itu bersama dengan lawan jenisnya. Mirani Putri dan Leony Anastasia akhirnya resmi menjadi sepasang istri-istri setelah mengikat janji suci di negeri impiannya. Mereka hidup bersama dengan harmonis dan penuh cinta seperti pasangan hidup lainnya, meskipun akhirnya Mirani harus rela meninggalkan pekerjaan dan kedua orang tuanya di Indonesia.

Trauma yang ia dapat akibat pemerkosaan itu berdampak pada orientasi seksualnya. Ia tidak bisa merasakan cinta dan rasa nyaman dan selalu merasa terancam saat dekat dengan lawan jenis, berbeda saat ia bersama dengan teman-teman wanitanya, ia merasa nyaman namun terpaksa ia harus menyembunyikan perasaan cintanya kepada teman wanitanya saat di sekolah dan tempat kerjanya.

Sementara di belahan bumi lain tepatnya di kampung halaman Mirani semasa kecil, tampak seorang pria tua pemilik usaha meubel itu berlari ke rerimbunan kebun tebu karena dikepung oleh warga setelah kedapatan memperkosa seorang bocah di bawah umur yang tak lain adalah anak tetangganya sendiri.

TAMAT.

Ikuti tulisan menarik Fajar Dwi Yanti lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu