x

Sawah di Kampung Halaman. Foto oleh Heri Wiranata (Pixabay.com)

Iklan

Kian Jaya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 November 2021

Rabu, 24 November 2021 06:38 WIB

Warna

Kekosongan hanya akan hadir bila kita tidak berusaha mengisi makna dalam hidup

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Seorang guru memasuki kelas, lalu dengan segera memulai pelajaran. “Anak-anak, apa kalian tau apa itu cita-cita ? Kira-kira besar nanti kalian ingin menjadi apa ? “ Tanya guru tersebut, anak-anak menjawabnya dengan berbagai macam jawaban, ada yang mengatakan ingin menjadi pilot, atau guru atau juga dokter dan lain-lain. Diantara mereka semua, barangkali hanya aku yang sebenarnya tidak tahu ingin menjawab apa, sesaat terdengar suara ketukan dari pintu kamarku,

 “nak, bangun kamu harus pergi” kata ayah,

“malas ah... aku tidak ingin pergi ke sekolah” jawabku,

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“nak, bukan pergi sekolah, tapi pergi kerja umurmu sekarang sudah lebih dari 20 tahun”

 segera aku terbangun, Ternyata semua itu hanya mimpi, alarm kehidupan sudah berbunyi, tanda aku harus segera pergi bekerja ke kantor. Segera bersiap pergi kerja dan sarapan. Tiba-tiba aku teringat tentang mimpi tadi, sejak sepeninggal ibu, ayah pergi ke kampung, sekarang aku tinggal sendiri, entah jawaban apa yang aku berikan pada saat ditanya apa cita-citaku yang jelas aku menyesal menjadi dewasa, Entah penyesalan ini datang karena aku tidak bisa menggapai tujuan yang aku atau orang lain buat, atau memang aku sedari awal tak punya tujuan. Entahlah, aku tidak tahu, Saat menjadi anak kecil hidup terasa lebih berwarna, sambil membayangkan bagaimana sekiranya jika nanti kamu sudah dewasa, tetapi kini aku merasa sendirian... Kosong.. mungkin hal yang aku sesali adalah menjadi dewasa tidak seperti yang kita bayangkan saat kecil.

Setelah menghabiskan sarapan aku segera pergi ke halte bus, dan segera menaiki bus tujuan. Namaku adalah Randy, sekarang aku hanya pekerja kantoran biasa, tak ada yang spesial dari hidupku, hidup sebagai anak biasa, mendapat nilai yang biasa sambil berusaha mendapat nilai terbaik agar bisa masuk sekolah yang terbaik menurut pandangan orang, lalu mencoba mendapat nilai yang lebih bagus lagi agar bisa masuk perguruan yang terbaik dan jurusan yang bagus menurut orang-orang. Seharusnya, tidak dengan yang salahkan dengan “rencana” hidupku. Aku lalu sampai di pemberhentianku, aku lalu turun lalu berjalan kaki ke kantor tempat aku bekerja karena jaraknya yang tidak terlalu juah dari halte bus.

     Sisa hari-hariku tidak berbeda dengan hari-hariku yang lain, bekerja lalu istirahat makan siang, bekerja lagi, pulang, makan malam, tidur, sebelum tidur aku membuka media sosial, melihat kehidupan orang lain yang mungkin lebih bahagia dari diriku, aku juga tidak tahu, setidaknya seperti itulah yang mereka terlihat. Terkadang aku berpikir, apa mereka juga merasa kekosongan yang aku rasakan, apa mereka hanya tersenyum untuk menghibur diri dari kekosongan, memakai topeng itu disetiap foto, disetiap postingan, ataukah mereka memang bahagia karena mereka memiliki segalanya. Tanpa sadar jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, aku segera menyudahi kegiatanku, lalu pergi tidur.

Fajar sudah terbit, tanda hari sudah pagi kembali, aku sangat bersemangat karena hari ini hari minggu, hari dimana aku bisa bersantai dan pergi kemana saja terkecuali ke kantor, namun segera setelah aku membuka pintu kamarku semangat yang menggebu-gebu itu hilang, kesunyian rumahku mengingatkan betapa sendirinya diriku, aku lalu bersiap mandi dan sarapan sebelum pergi untuk berolah raga, mencoba mengisi kesunyian di dalam hati. Aku lalu memakai sepatu lariku, lalu pergi keluar untuk berlari di sekitar lingkungan rumahku. Saat berlari aku sibuk melamun sehingga aku tidak menyadari ada mobil yang lewat saat ingin menyeberang jalan. Aku tertabrak mobil dan tak sadarkan diri, saat bangun aku sudah berada di rumah sakit, lalu pak dokter datang menghampiriku.

“bagaimana keadaan saya pak ? “ tanyaku

“menurut hasil pemeriksaan bapak mengidap tumor otak,” ujarnya

Mendengar hal itu aku terkejut, panik, membayangkan penyakit yang bisa saja merenggut nyawaku, namun sebuah pemikiran gila terlintas dipikiranku, aku memilih pergi dan tidak menjalani pengobatan seperti yang seharusnya. Jika memang akan mati, mungkin lebih baik mati daripada sendiri. Entah bagaimana caranya, yang jelas aku berhasil keluar dari rumah sakit itu. Aku terduduk di bangku halte, pikiranku kacau, sangat kacau, aku sekarang kebingungan bagaimana nantinya, sekarang aku ingin kemana ?, Aku akhirnya akan memutuskan akan menikmati saat terakhirku, aku akan pergi meninggalkan kota, kembali ke pada ayah mereka ulang momen-momen yang terkubur di memoriku. Segera setelah sampai di rumah kurapikan bajuku. Aku segera bersiap untuk pergi ke kampung.

Akhirnya setelah menempuh perjalanan aku sampai di rumah bapak,

“tumben kamu pulang, kenapa ? Tumben sekali” tanya bapak

“ah, pengen aja, kan saya kangen”

Aku lalu menghabiskan waktu di kampung, mencoba mengingat ulang saat-saat duniaku masih berwarna, aku pergi ke tempat biasanya aku bermain bersama teman-teman, mengingat saat-saat bersama mereka, bersuka riang mungkin, bisa dikatakan bahwa aku sedikit menyesal menjadi dewasa. Terakhir, aku pergi ke makam ibu, menikmati mentari terbenam sambil mengingat kehangatan kasih sayangnya sekaligus tentu saja mendoakannya untuk terakhir kali. Sesaat kemudian teleponku berdering, dengan cepat aku angkat. Seorang dokter lalu berbicara, suaranya terdengar familier

“apa ini dengan bapak Randy, eh begini pak maaf, tapi sepertinya ada kesalahan teknis sebenarnya bapak hanya mengalami cedera ringan” katanya

Mendengar ini aku tentu saja terkejut, apa-apaan!! Sesaat aku kira aku akan melihat dunia untuk terakhir kalinya, aku lalu mencoba mendapat penjelasan dari dokter, bagaimana bisa begini ? Sang dokter menjelaskan bahwa ada kesalahan teknis, server sedang mengalami eror waktu itu. Singkat cerita aku ternyata masih hidup, jadi besoknya aku pulang ke rumahku di kota. Walaupun aku merasa lega, aku ternyata baik-baik saja dan ternyata tidak mengalami masalah serius dibidang kesehatan, tapi entah mengapa ada suatu rasa sesal di hati, untuk sesaat aku merasa hidup saat berwisata memori di kampung. Untuk sesaat warna kembali hadir, nyata dikehidupanku.

Pagi datang lagi, bersama fajar yang tertutup awan kelabu yang memenuhi langit dari ufuk timur hingga barat. Aku bersiap pergi bekerja seperti biasa, tak ada yang spesial atau berbeda dari hari yang lain. Menunggu bus di halte lalu menaikinya, tapi ada satu hal yang berbeda. Ada seorang perempuan duduk disebelah-Ku, bus lalu berjalan.

“Kau kelihatan pudar, kosong, apa yang kau risaukan ?, karena matamu bagai tak berjiwa” ujarnya

Aku hanya bisa diam kebingungan sambil menelan ludah

“ baiklah, aku mengerti, kau merasa Terperangkap dalam hidupmu sendiri benar ?, Hidupmu terasa kosong, hal ini memang terjadi, sering terjadi pada orang-orang diusia kamu, hidupmu perlahan mulai terasa monoton, tapi kamu tahu, saat kecil segalanya terasa indah, terasa lebih berwarna, terasa sengat hidup saat kita mengulang memori masa lalu, tetapi mungkin kamu harus mulai mewarnai masa depan , stop hidup dalam mimpi dan mulai hadapi kehidupan.”

Ia lalu berhenti berbicara, sedangkan aku masih diam kebingungan. Lalu ia menunjuk ke arah pintu yang bus yang sudah terbuka, tanpa terasa aku sudah sampai di halte tempat tujuan, Aku spontan bergegas keluar halte, meninggalkan wanita itu tanpa sempat meminta keterangan darinya. Pikiranku kebingungan, tetapi jauh didalam aku mengerti betul apa yang ia coba sampaikan, kita harus "mewarnai" kehidupan bukan hanya mimpi atau ekspektasi, seperti anak kecil menganggap dewasa itu menyenangkan, mungkin seperti itulah kita harusnya menjalani hidup, tak peduli berapa sendirinya kita, berapa kosongnya kita, selalu coba untuk bahagia, karena kekosongan yang sejati akan datang bila kita tak berupaya mengisinya

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Kian Jaya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu