x

Ilustrasi kritik. Karya Gerd Altman dari Pixabay.com

Iklan

arnita dwi puspitaningrum

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 November 2021

Rabu, 24 November 2021 19:42 WIB

Tuan Berbaju Hitam

Tentang sosok asing yang seolah mengikuti seorang gadis. Si gadis tak bisa menghindar, dia terus menatap lekat-lekat si Gadis.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tuan Berbaju Hitam

 

Gadis muda itu tidak pernah tahu, apa yang tengah dilihatnya. Dia terus berjalan di keramaian menemukan sesuatu yang ganjil pada sesosok manusia. Dilihatnya dari ujung kaki hingga rambut, memastikan yang dilihat adalah benar-benar manusia biasa. Tapi manusia aneh yang dilihat si gadis tampak santai, dia sepertinya tak tahu sedang dipandang lekat-lekat oleh mata si gadis hingga sepersekian menit dia baru menyadari bahwa penampilannya telah membuat si gadis asing baginya itu tertarik padanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Manusia aneh yang dilihat si gadis adalah seorang pria yang tinggi, mungkin sekitar 186cm, memakai pakaian serba hitam dan juga sepatunya, kulitnya pucat, matanya kecokelatan. “Kau ini sebenarnya apa?” tanya si gadis dengan polosnya dan suara lirihnya, mata terus menyelidik pria yang dianggapnya aneh. “Ini masih siang, kenapa kau berpenampilan layaknya pesta Helloween,” kata si gadis melanjutkan. “Kau bisa melihatku?” tanya si pria aneh itu. Si gadis pun menangguk-anggukan kepala, “apa aku terlihat jelas oleh mu?” kata si pria sekali lagi. “Ya, kau terlihat berpenampilan sangat unik, tentu saja mengundang rasa penasaranku,” kembali si gadis menjelaskan.

Saat itu jalan-jalan sangat ramai, penuh sesak manusia yang hilir mudik memenuhi takdirnya. Ada yang berjalan sangat cepat seakan takut pintu pertunjukkan film di gedung bioskop akan ditutup, ada yang berjalan santai, seakan dia sedang menikmati libur panjang, ada yang tertawa-tawa, ada yang menyimpan muram sambil mengumpat-ngumpat. Ada yang berlari-lari, entah apa yang membuatnya sesibuk itu. Sekumpulan manusia dengan segala aktivitasnya, manusia yang tidak pernah tahu bahwa takdir sebenarnya menuju kehampaan.

***

“Di siang yang terik ini, mengapa kau memakai hitam?” tanya si gadis. Pria itu mau menjawab tapi si gadis langsung menyahut “oh, aku tahu pakainmu pasti belum kering di jemur, ehm kau tampak pucat, apa kau sakit atau belum sarapan? Atau kau tidak punya uang?” Kata  si gadis ceplas-ceplos, tentunya matanya masih menyelidik lekat-lakat pada si pria yang dianggapnya aneh.

“aku....”

“Sudahlah tidak usah jawab pertanyaanku, mari ku traktir makan es krim tuan, setelah itu mari makan siang bersamaku, aku traktir, jadi kau boleh makan sepuasnya.”

“Tapi nona, aku...”

“Tidak apa tuan yang memakai baju serba hitam, sepertinya anda tunawisma dan butuh bantuan”.

Si pria tampak berusaha menjelaskan latar belakangnya, tetapi si gadis mengoceh terus yang tidak terputus-putus, tentunya si pria memutuskan dia diam saja. Tanpa disadari gelagat si gadis membuat orang-orang disekelilingnya teheran-heran karena dia bicara terus tanpa henti, dia makan es krim sambil bicara, menyelesaikan makan siang sambil bicara pula.

“Oke tuan berbaju hitam, sampai disini perjumpaan kita, aku mau pulang, jika kita berjodoh untuk bertemu kembali maka jangan balas traktiranku, aku tau kau tidak punya uang banyak, cukup sapa aku saja”. Kata si gadis dengan percaya diri dan berjalan meninggalkan si pria di tengah keramaian kota di siang hari. Tentunya salam dan pembicaraan si gadis saat perpisahan tidak dibalas oleh si pria berbaju hitam karena si gadis cepat sekali berjalan menghilang di keramaian.

***

Sebuah peristiwa di surat kabar memberitakan tentang kejadian bus pariwisata yang melaju kencang dan menabrak pagar pembatas jalan, dikabarkan hanya sepuluh orang yang selamat, yang lainnya tewas dengan luka-luka dan jatuh di jurang. Keadaan bus dan sekelilingnya pun di foto dan dimuat di surat kabar. Si gadis membaca berita itu dengan hati penuh duka ikut berbela sungkawa.

“Apa ini? Apakah benar ini dia?” seru si gadis sambil menelisik foto tersebut di surat kabar. Berkali-kali dia memeriksa seolah tak percaya apa yang telah dilihatnya. “Tuan baju hitam, apakah ini dia?” si gadis bertanya pada diri sendiri dengan suara tinggi mengagetkan. “Ah mungkin dia adalah penumpang selamat dari bus itu?” pikir si gadis. “Syukurlah”.

Di hari itu si gadis berulang kali menilik berita tentang kecelakaan bus dan berkali-kali pula membaca beritanya. Tiba-tiba dia merasa ada yang janggal, “tunggu, bukankah di berita ini tertulis jika semua penumpang terkena luka-luka.” Dia melihat lagi gambar musibah itu, ditelisik kembali tuan berbaju hitam yang dikenalnya, dia melihat si tuan seolah tidak mengalami luka-luka sekalipun, di foto si tuan misterius itu tampak seperti orang yang sedang lewat dan melihat kejadian itu. “Oh, mungkin pria itu sedang berada di jalan itu dan menyaksikannya” pikir si gadis, “tapi apakah mungkin, kemarin kita baru bertemu dan aku menraktirnya, bukankah kota ini dan kota tempat kejadian butuh waktu dua hari perjalanan, berarti jika kemarin sempat aku traktir dan kalaupun dia melakukan perjalanan ke kota itu maka sekarang masih dalam perjalanan alias belum sampai, apa maksudnya ini?” si gadis semakin bingung dengan pertanyaan yang diajukannya sendiri.

“Ah sudahlah bisa jadi dia kembarannya, bukankah banyak sekali orang kembar di dunia ini.” Akhirnya si gadis menyerah untuk berpikir tentang tuan berbaju hitam. Dia melanjutkan aktivitasnya, segera bersiap-siap berdandan untuk menepati janji bersama teman-temannya melihat sebuah parade bunga yang merupakan festival tahunan, bersama temannya dia bermaksud juga melihat konser Band kesukaannya di festival itu.

***

Parade bunga di festival itu sangat ramai, meriah dan penuh pesona, banyak rangkaian bunga-bunga menghiasi jalan-jalan, badut-badut lucu juga bertebaran di jalan, menyapa pengunjung dengan antusia penuh keriangan, di sana-sini banyak gerai-gerai makanan yang mengundang selera. Di ujung jalan terdapat panggung musik yang nantinya ada pertunjukan beberapa Band.

Kala itu cuaca sangat mendukung, terik matahari tak begitu menyengat tetapi juga tidak mendung, angin semilir menyejukkan menambah suasana festival semakin bergairah. Si gadis tampak berjalan bersama ke enam teman-temannya mereka asyik bersenda gurau melihat hiasan bunga, berfoto, mampir makan di gerai-gerai dan tentunya mereka juga berdiri di tepi jalan sambil menunggu parade bunga.

Mata si gadis berbinar-binar tampak parade itu sangat memesonakkanya, tiba-tiba diantara kerumunan orang di seberang jalan tempat dia berdiri, dia melihat sesosok orang yang dia kenal. Dia terus memandangi penuh keanehan dan tanya. “Apa, apa benar dia? kenapa dia disini?” si gadis tertegun tak mengedipkan mata seperti melamun. “Ada apa? Kau tidak apa-apa kawan?” tanya teman si gadis yang berada di dekatnya. “Dia, aku pernah melihat dia, kemarin, tadi pagi dan sekarang,” kata si gadis sambil menunjuk ke seseorang yang tentunya membuat temannya bingung. “Hei kamu jangan bercanda, siap yang kau maksud, dia siapa? Disini ada banyak orang” kata temannya. “Dia yang berbaju hitam dengan kulit muka pucat” kata si gadis.

Si gadis terus menunjuk-nunjuk orang yang dia maksud dan memberi tahu temannya, temannya hanya menggelengkan kepala tampaknya dia tidak paham maksud si gadis. “Apa? Mana? Aku hanya melihat segerombolan muda-mudi yang tertawa,” Kata temannya. Si gadis tetap berusaha menunjuk-nunjuk yang dia maksud, akhirnya temannyapun mengabaikannya. Mata si gadis terus mengawasi tuan berbaju hitam, menurut si gadis pria itu tampak kelihatan pucat diantara orang-orang.

“Sungguh sulit di percaya, apakah banyak orang kembar akhir-akhir ini, tapi dia seperti tuan yang pertama ku kenal, seperti yang di surat kabar dan sekarang dihadapanku,” si gadis mengoceh sendirian. Entah cuaca berubah menjadi tak mengenakkan, tiba-tiba sekumpulan langit cumolonimbus ada ditengah-tengah fetival berwarna hitam pekat, sepertinya dia membawa banyak muatan air yang akan diturunkan dan membuyarkan parade, konser di festival ini. Cuaca akhir-akhir ini memang sulit diprediksi, tetapi orang-orang tetap berada di tepi jalan melihat parade dan mengabaikan cuaca.

Suara petir menggelegar, tiba-tiba ada teriakan. Ternyata tiang-tiang roboh terkena hebusan angin yang kuat, sepertinya hujan akan turun, bisa jadi ini badai. Orang-orang berusaha berlari ke tempat yang dikiranya teduh, tapi dengan begitu banyaknya orang berlarian, akhirnya mereka saling berebut dan berdesak-desakan, saling mendorong, terjepit, terlindas bahkan terinjak-injak, festival yang seharusnya menyenangkan berubah mengerikan.

Si gadis berusaha menyelamatkan diri bersama dengan teman-temannya di tengah-tengah desakan lautan manusia, jeritan ada disana-sini, ditambah badai yang luar biasa, angin terus menghembus, menghempaskan gerai-gerai dan merobohkan panggung, bunga-bunga yang terhias rapi awalnya menjadi berterbangan. Sekumpulan manusia yang bersuka cita berubah menjadi nestapa. Si gadis terus menjerit minta pertolongan, tubuhnya terjepit, hingga nafaspun berat, terengah-engah, tidak hanya dia yang bernasib seperti itu tapi juga orang-orang yang ada di sana.

Kini hamparan manusia tekulai lemah akibat terinjak-injak mereka yang tidak segera menepi dan keluar dari kerumunan akhirnya lemas berbaring, terlindas oleh kaki-kaki yang kuat. Bunga bertebaran diatas mereka, entah bunga ini menjadi tidak cantik dan menarik, tapi menjadi sangat mengerikan memberikan pesona misteri seolah taburan bunga yang mengubur mereka hidup-hidup.

***

“Aku melihat tuan berbaju hitam di dekat jendela, dia menatapku pilu, sepertinya pipinya basah karena air mata,” kata si gadis tapi sebenarnya membuka mulutpun dia tak mampu karena mulutnya tersumbat alat bantu pernapasan. “Dia menatapku, benar aku tidak bohong, dia orang yang aku traktir, orang yang ada di surat kabar dan tragedi festival waktu itu ataukah aku berhalusinasi,” si gadis berbicara dengan dirinya sambil menatap jauh diujung celah jendela dimana di berbaring.

Tubuh si gadis lemah tak berdaya, dia berusaha bangun tapi tak mampu, berkali-kali dia berusaha bangun dan ingin menemui tuan berbaju hitam dekat jendela yang juga tak kunjung pergi, tuan berbaju hitam tetap setia di celah jendela, terlihat semakin meratapi kepedihan atas sakitnya si gadis. Dia menangis, tetesan air matanya tampak jernih berkilauan di wajah pucatnya. Dia terus memandang si gadis dan tak kuasa mendekatinya, si gadis tampak beristirahat dan memejamkan mata.

“Nona, nona bangun,” suara parau seorang pria, si gadis membuka matanya. Dia melihat tuan berbaju hitam tepat di depan matanya, kali ini tidak terhalang jendela. Mata si gadis terbelalak, dia berusaha bangun tapi tak sanggup, si gadis ketakutan dan dia mulai menangis. “Jangan takut nona, aku tak akan menyakitimu, kau orang baik, aku berterimakasih padamu untuk traktiranmu,” kata tuan berbaju hitam. Si gadis tetap takut dan terus-terusan menangis tapi tuan berbaju hitam menenangkannya pelan-pelan.

Tuan berbaju hitam berbisik di telinga kiri si Gadis, dia memberi salam dan berkata “sekali lagi nona, kau orang baik dan aku tidak tahu caranya berterimakasih padamu, aku hanya bisa menemani mu di dekatmu dan mengantarmu ke sebuah gerbang, jangan takut nona gerbang itu banyak cahaya dan indah”. Lalu tuan berbaju hitam menunduk seolah memberi hormat dengan mata yang sayu dan bertambah pilu.

“Hormat terakhirku nona, maafkan aku melakukan ini, karena ini telah menjadi tugasku, takdir dari Sang Pencipta untukku, ikutlah aku dengan damai akan ku antar dengan penuh penghormatan,” kata tuan berbaju hitam dan mata si gadispun menerawang ke langit-langit ruangan dan tak berkedip.

 

Ikuti tulisan menarik arnita dwi puspitaningrum lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler