x

Ilustrasi anak terluka. contraplano.cl

Iklan

Ajeng Puspitasari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Desember 2019

Rabu, 24 November 2021 20:04 WIB

Hadapi “Daddy issues” dengan Bersikap Mindfulness


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

            Pentingnya kehadiran penuh kedua orang tua dalam pengasuhan anak, jika salah satu dari kedua orangtuanya tidak hadir maka akan terdapat ketimpangan dalam perkembangan psikologisnya hal tersebut bisa mempengaruhi kepribadian, kesehatan mental dan pertahanan diri dan jika mengalami stress akan terasa sulit ditangani oleh anak yang tidak genap mendapati pengasuhan dari kedua orangtuanya.

Dewasa ini seringkali kita mendengar istilah “Daddy Issues” namun apa sebenarnya arti dari “Daddy Issues” menurut psikologis ialah hubungan kurang harmonis, tidak merasakan kehadiran sosok ayah dalam hidupnya, ataupun diperlakukan secara kasar. Tampaknya istilah ini bermula dari istilah “Father Complex” yang diciptakan Sigmud Freud, istilah tersebut ia ciptakan untuk menggambarkan seseorang yang memiliki impuls dan asosiasi bawah sadar sebagai dampak hubungan buruk dengan ayah mereka.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Terdapat penyebab dari Daddy Issues dari beberapa kasus misalnya hilangnya sosok ayah dalam keluarga, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ataupun melihat sosok ibu yang mendapat KDRT dan pasrah sehingga kemungkinan besar anak menjadi trauma. Menurut Amy Rollo psikoterapis dari texas menyebutkan beberapa ciri ketika seseorang memiliki “Daddy Issues” yang pertama adalah sering merasa cemas saat tidak bersama pasangan, kedua butuh banyak kepastian bahwa hubungannya baik-baik saja,  ketiga segala hal negative dalam hubungan dianggap sebagai tanda hubungan tersebut hancur, lalu yang keempat adalah over protective dan over  thinking.

Pihak perempuan yang mengalami Daddy Issues akan terganggu dimana akan ada krisis kepercayaan terhadap pihak laki laki kemudian akan membandingkan sosok ideal seorang ayah yang ada di lingkungan luar seperti idealism ayah yang di temukan di luar lingkungan bertentangan dengan fakta ayah yang di lihat di rumah, dengan seperti itu kemungkinan besar mereka memulai membuat jarak dan beranggapan bahwa ayah yang benar tidak seperti ayahnya. Tak jarang individu merasakan daddy issues mengalami emosi atau kesedihan, dan hal tersebut menjadi sesuatu yang sangat jarang ditemukan solusinya atau pertolongan pertamanya, hal yang sering ditemui atau dilakukan oleh diri adalah memberi respon yang tidak sehat adapun beberapa respon yaitu, meluapkan, tekan pendam atau pura-pura bahagia, mengalihkan emosi, dan bermain-main dengan pemikiran.

Lantas bagaimana dalam upaya pencegahan dan mengurangi dampak dari Daddy Issues, latihan bersikap mindfulness merupakan salah satu cara dari sekian banyak untuk menangani ataupun mengurangi dampak dari Daddy Issues jika belum terlalu parah. Sebelum lebih lanjut mari mengetahui apa yang di maksud dengan bersikap mindfulness menurut Wood (2013) menyatakan bahwa kesadaran (mindfulness) adalah kondisi dimana seseorang benar-benar hadir dalam situasi tertentu. Ketika penuh kesadaran, individu tidak membiarkan pikiran melayang pada kejadian di hari kemarin atau rencana pada esok hari Individu hanya fokus pada kegiatan yang di kerjakan pada hari ini . Maka bisa di simpulkan bahwa Mindfulness merupakan keadaan sadar terjaga (awareness) pada diri seseorang serta memfokuskan perhatian pada tujuan yang terjadi berdasarkan pengalaman individu dari semua realita peristiwa, mindfulness yang merupakan ilmu kesadaran diri, yang di dalamnya belajar dengan sadar akan kenyataan hidup, sadar tentang sebab akibat.

Dalam kasus seorang yang memiliki daddy issues yang memiliki relasi interpersonal kurang baik ataupun terjadi konflik antar dirinya dan ayahnya, terjadinya konflik biasanya berasal dari relasi yang tidak baik. Lalu apa yang harus dilakukan jika belum bisa menerima perlakuan seorang ayah dan ada emosi yang dirasakan dalam diri,latihan mindfulness bisa menjadi salah satu cara untuk menghadapi Daddy Issues.

Mindfulness sendiri mengurangi untuk mengontrol emosi, namun belum tentu juga jika kita tidak mengontrol emosi kita meluapkan emosi secara berlebihan, bersikap mindfulness hanya memilih untuk ada di middle part (titik tengah) dimana tidak mengontrol namun juga tidak meluapkan dengan cara sadari amati arus emosi yang sedang kita alami. Namun perlu diketahui bukan melenyapkan atau memusuhi emosi tersebut namun hanya mengakui bahwa emosi itu ada.

Perlu diketahui juga bahwa dalam mindfulness tidak menilai emosi atau amarah tidak sepenuhnya buruk atau bersifat negatif, karena mindfulness menyadari kedua sisi positif ataupun negatif itu diperlukan, karena mindfulness sesuatu yang kontradiksi sebenarnya adalah complimentary. karena di mindfulness tidak menuntut atau memihak membuat seseorang harus sabar dan bijak. Mindfulness relasi interpersonal juga mampu diberikan kesempatan bagaimana cara untuk mengenal diri sendiri. Namun jika dirasa Daddy Issues yang dirasakan sudah berada di level tinggi karena sudah mulai melenceng dan perlu ditangani professional seperti psikolog, psikiater, konselor, untuk mengidentifikasi dan mengubah pola keterkaitan.

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Ajeng Puspitasari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB