x

Hanya untuk penambahan cover cerpen

Iklan

Asrar Bestari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Sabtu, 27 November 2021 06:03 WIB

Isyarat Bulan November

Hari-hari ini, kalimat Aku menyukaimu dalam diam terasa klise. Apakah seseorang bisa menyukai secara diam-diam? Bukankah itu adalah kata yang telah dikatakan oleh seseorang yang menceritakan seseorang kepada sahabatnya? Sebenarnya tidak juga. Karena aku sudah membuktikannya.  Menurutku, memendam perasaan itu tidak salah, selagi itu tidak berlebihan, dan sadar bahwa mencintaimu adalah suatu keikhlasan, keikhlasan untuk menerima bahwa kau berhak bahagia meski bukan denganku.  Cerpen ini bercerita mengenai seseorang 10 tahun yang lalu

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hari itu disiang bolong, entah hanya ada Dia saja dipinggir jalan, atau angin yang meniupku untuk hanya melihat kearahnya saja.

 

   Sesaat ku berjalan, sesaat ku melihat. Denyut jantungku berdetak lebih kencang, sorot mataku yang kian menajam, merasakan gejolak yang cukup dahsyat, untuk pertama kalinya aku melihatmu. Dengan mulut yang sedikit terbuka, hati yang sudah terbuka lebar, pada saat itu lah 'Bocah 10 tahun ini menyukai-Nya' .

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

    Ya, pada saat itu usia ku 10 tahun, untuk pertama kalinya aku menyukai seseorang sejak pandangan pertama. Umur 10 tahun sangat sekali cocok dengan sebutan anak-anak, dimana anak seusia itu menyukai seseorang yang disebut sebagai cinta monyet. Aku tidak peduli bahwa itu cinta monyet, aku juga tidak peduli bahwa menyukai seseorang di usia itu adalah cinta yang main-main. Yang kupedulikan adalah diriku untuk bisa berbicara dengannya. Aku sangat ingin sekali berbicara kepadanya, bertemu dengannya sampai aku puas, tetapi... takdir hanya mengizinkan aku untuk bertemu dengannya sekitar 2 Minggu kalau tidak salah. Padahal, aku pernah berdoa di sepertiga malam agar berjodoh dengannya.     

 

   Seiring dengan berjalannya waktu, tepat di Sekolah Menengah Pertama aku dipertemukan kembali oleh Dia setelah tiga tahun aku tidak pernah melihatnya. Aku masih menyimpan perasaan yang sama hingga saat ini. 

 

   ***

 

3 tahun kemudian. Tidak kusangka, di Sekolah Menengah Akhir aku satu angkatan dengannya, tepatnya satu kelas. Aku merasa malu, merasa takut, dan rendah diri. Namun aku merasa sangat senang karena keinginanku untuk berbincang dengannya terkabulkan walaupun hanya sekedar saling bertanya mengenai masalah tugas. 

 

    Hari demi hari berjalan dengan lancar walau hati ini masih tergencar saat berada didekatnya. Entah mengapa atau ini efek dari cinta setiap aku berada didekatnya jantung ku terasa tidak baik-baik saja. Ditambah lagi aku duduk dibelaknganya tepatnya tidak satu barisan. Aku bisa melihat tubuh bagian belakangnya dengan jelas, aku juga bisa melihat wajahnya dari samping hal itu membuatku merasa bahagia hingga sering sekali memperhatikannya.

 

    Menurutku, bisa satu kelas dengannya adalah hal yang luar biasa. Aku bisa mengetahui Dia berteman dengan siapa saja, dia menyukai siapa, dan aku ingin sekali mengetahui semua hal tentangnya meskipun ada hal yang nantinya membuatku terasa kecewa.

 

    Hingga pada suatu hari, guruku memberi pekerjaan kelompok untuk mendokumentasi mengenai peninggalan sejarah yang ada di sekitar tempat tinggal kami, dan tak ku sangka kelompokku di gabungkan dengan kelompoknya, sungguh luar binasa!

 

   Setelah berdiskusi memilih tempat untuk mengerjakan tugas kelompok, akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Museum pada hari Sabtu.

 

     Hari Sabtu pun tiba, setelah pulang sekolah kami langsung pergi ke Museum dengan kendaraan roda dua, aku membonceng teman sebangkuku, dan Dia membonceng teman sebangkunya. Kami terdiri dari 9 anggota kelompok, namun yang pergi hanya 8 orang saja. Diperjalanan teman sebangku ku cerita bahwa ia sangat menyukai orang yang ku suka, sangat menusuk ulu hati. Aku mencoba untuk bersikap biasa saja dan mengatakan "sungguh?" Beberapa kali. Aku tetap mengatakan hal itu sangatlah wajar karena Dia memang sangat tampan. 

 

   Setengah jam kemudian kami tiba di Museum. Kami bergegas untuk melakukan dokumentasi hingga mewawancarai juru pelihara Museum tersebut. Tugasku dalam kelompok adalah sebagai videografer  dan pengisi pembukaan serta membuat konsep dokumentasi tersebut. Saat aku mulai mensyuting dirinya, mata ini menatap mata yang begitu elok, untuk kedua kalinya perasaan 5 tahun lalu terasakan lagi disini. Ditambah lagi, bibir seksi nya yang tertarik tipis membuatku ikut tersenyum demikian. 

 

 

***

 

   Tak terasa pekerjaan kami telah selesai, kami pun memutuskan pergi ke taman peninggalan sejarah untuk berlibur sekaligus. Namun, yang ingin pergi pun hanya aku dan teman sebangku dan dia bersama teman sebangkunya. Aku merasa sangat senang, sungguh! Kami sangat cocok merasa seperti pasangan muda.

 

      Untuk pergi ke taman itu tidak membutuhkan waktu lama, 15 menit pun kami sampai di tempat tujuan. Kami berjejer untuk masuk ke gerbang taman itu. Seperti bukit yang tinggi dengan diselimuti oleh rumput-rumput hijau, kami berjalan diatasnya dengan suara angin yang membuat suasana menjadi sejuk. Kami memutuskan untuk pergi ke kolam pemandian yang ada di taman itu, namun jarak yang ditempuh cukup jauh apabila berjalan,  kendati demikian kami memutuskan untuk beristirahat dahulu dibawah pohon kelapa. Mereka bertiga duduk, dan aku berbaring dengan tangan yang kujadikan bantal. Aku terkejut saat ia menyusul untuk berbaring di sampingku. Seperti biasa, jantungku berdetak tidak karuan. Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan agar tidak ketahuan.

 

   "Langitnya cerah," kataku sembari menunjuk awan-awan yang membentuk indah. 

 

"Apakah kalian lelah?"

 

Lalu mereka menjawab bersamaan, "Iya."

 

   Ya! Jawabannya sangat mudah ditebak.

 

Lalu aku mencoba mengemukakan ideku bahwa kita bisa menceritakan keluh kesah kita selagi kita bersama.

 

"Aku lelah mencintai orang yang tidak mencintai ku balik," ucap teman sebangkunya.

 

 

   Ucapan itu sangat memancingku untuk mengemukakan apa yang aku rasakan, ini adalah kesempatan untuk memberikan isyarat kepada-Nya. 

 

"Memangnya kamu sudah mengatakan bahwa kamu mencintainya?" Tanyaku.

 

"Belum," jawabnya.

 

"Aneh," sahut kami bersamaan.

 

"Kalau belum diberi tahu mengapa kamu mengatakan bahwa dia tidak membalas cintamu?"

 

"Aku mengira-ngira saja."

 

"Coba beri tahu dirinya meski rasamu bukan rasanya," Ucap Dia.

 

   "Kalau sekiranya kamu bisa berhubungan sama dia ya ga usah diberi tahu, lebih baik lepaskan," kata teman sebangku ku.

 

"Jangan dong, kita sebagai laki-laki harus berjuang untuk seseorang yang kita cintai, seperti saya ini yang berjuang untuk kakak kelas yang seperti awan, sulit untuk digapai."    

 

    Ku pejamkan mata sejenak dan perlahan menoleh ke arahnya, tak kusangka ia menoleh ke arahku juga, kami saling memandang namun berbeda tujuan. Perasan, omongan, semuanya sudah ku tulisankan di mataku berharap ia bisa memambacanya. 

 

"Kalau kamu?"

 

Argh! Sialan. Temannya tidak mengizinkan ku untuk berlama-lama menatapnya.

 

"Aku?"

 

"Aku menyukai seseorang selama delapan tahun tapi, secara diam-diam?"

 

"Sungguh?"

 

"Hebat!" Seru Nya.

 

"Tapi dia menyukai seseorang, sangat disayangkan," ungkapku.

 

   " Tidak apa-apa, jodoh tidak ada yang tahu, bisa saja nanti setelah kamu berkeluh kesah tentangnya justru Tuhan akan mewujudkan nya,"

 

"Maksudmu?"

 

"Tidak jadi." 

 

Mengapa Dia mengatakan hal seperti itu? Apakah dia tidak sadar? Apakah aku harus memberitahunya? 

 

 

***

 

   Tak terasa sudah satu jam kami berkeluh kesah dan bercanda ria, akhirnya kami tidak jadi pergi ke kolam pemandian dan memutuskan untuk pulang kerumah karena hari sudah mulai petang. Saat bangkit, punggungku terasa sangat sakit karena sudah hampir 1 tahun aku mengalami masalah punggung. Aku tidak kuat membawa tas dan temanku juga tidak mau bergantian untuk membonceng. Akhirnya, aku berboncengan oleh seseorang yang aku suka. Awalnya, aku tidak enak dengan teman sebangku ku. Tapi bagaimana lagi? Aku tidak membawa motor dan teman yang satu lagi juga sama sepertiku.

 

      ***

 

   Jantungku sudah tidak aman lagi, bukan karena aku sangat dekat dengan tubuhnya, tapi karena ia sangat kencang membawa kendaraan roda dua ini. Aku memintanya untuk pelan-pelan saja tetapi, ia malah lebih mengencangkannya dan perlahan ia menurunkan kecepatan itu. Motor besarnya sangat nyaman, dan orang yang membawanya juga sangat rupawan hingga tanpa disadari aku memegang sweater nya erat-erat.

 

   Rintik-rintik hujan mulai berjatuhan, tidak ada tempat berteduh saat hujan mulai turun dengan lebat karena kami sedang berkendara di sekeliling hutan. Ia menaikkan kecepatan laju kendaraannya dan menyuruhku untuk berpegangan. Sebenarnya aku tidak mau apabila harus berpegangan, namun karena refleks dari tancapan gas nya aku langsung memeluk dirinya dan bersandar di punggung lebarnya. 

 

   Hutan telah kami lewati dan akhirnya terdapat pemukian yang cocok untuk kami teduhi. Aku merasa malu dan merasa kedinginan, aku juga merasa pusing karena lupa membawa helm saat berkendara.

 

Kau tahu apa yang di lakukannya? Dia melepas sweater yang telah basah kuyup dan langsung merangkulku. Dia berpindah tempat, tepat di depanku dan membuka baju sekolahnya. Aku reflek menutup mata, dan ia manarik kepalaku untuk bersandar di dadanya. Saat ku membuka mata, ternyata ia melapisi dadanya dengan kaos hitam. Sial! Otakku berimajinasi liar.

 

   "Kamu ga kedinginan?" Tanyaku.

 

"Enggak, kan ada kamu," jawabnya sembari tersenyum.

 

Jantungku seketika berhenti berdetak, aku mendongak dan menatapnya perlahan. Rasanya sangat hangat melihat matanya dan senyumnya membuatku merasa baik-baik saja. Aku hampir saja salah tingkah karena lama-lama menatapnya. Untung saja tidak ada orang, jadi terasa dunia ini milik berdua.

 

   Aku mendorongnya pelan dan menunduk malu, namun sebelah kakinya bergerak setapak ke depan. Langkah itu kecil dan bimbang dan ia mengangkat daguku perlahan dan berkata, "Kenapa? Takut di-"

 

"Eng-enggak," sahutku.

 

"Kalau udah sama aku, di jamin kamu ga akan kenapa-kenapa,"

 

"Kalau semisal aku buat kamu untuk jadi kenapa-kenapa aku bakalan tanggung jawab," ucapnya sembari mengedipkan sebelah mata.

 

"Apaansi," gerutuku yang langsung mencubit perutnya.

 

   Ia ingin membalas cubitanku, tapi naas, aku berhasil kabur dari tempat peneduhan itu dan ia langsung mengejarku. Kami tidak peduli dengan hujan deras yang nantinya akan membuat kami menjadi sakit, kami berdua terus berlarian sambil tertawa-tawa karena kelakuan kami. Aku merasa bahagia karena ini seperti mimpi yang tak akan terwujud.

 

   Wajahnya berada di atas wajahku bersama wajah teman-teman ku. Ya! Karena terlalu nyaman berbaring ditempat yang sejuk membuatku menjadi nyenyak untuk masuk ke alam mimpi. 

 

 

"Hahaha," 

 

 

"Mimpi apa? Sampai dibangunin susah banget," 

 

 

Aku mengelak temanku bahwa aku tidak bermimpi apa-apa, padahal aku bermimpi yang tak akan pernah kulupakan, sepertinya.

 

   Setelah aku beranjak, kami akhirnya memutuskan untuk pulang dan seperti yang ada di dalam mimpi, aku diboncengi oleh nya, sungguh nyata. Temanku sempat bilang bahwa Dia tidak apa-apa jika memboncengi ku karena takut seseorang yang disukainya melihat dirinya lalu merasa cemburu. Namun, ia tidak masalah karena tidak akan mungkin seseorang yang disukainya melihat kami berboncengan.

 

   Sungguh, aku merasa sangat kecewa. Aku sudah menolaknya tapi teman-teman ku memaksa agar tidak terjadi apa-apa di jalan.

 

Saat kami mulai berjalan, aku merasa sesak tapi terasa nyaman saat berada didekatnya. Tiba-tiba ia mengerem mendadak dan membuatku refleks memeluknya, aku langsung minta maaf dan ia pun hanya menganggukkan kepala.

 

Aku bertanya mengenai seseorang yang ia sukai, lalu ia berkata bahwa dia adalah kakak kelas yang sangat sulit digapai. Aku menyesal bahwa bertanya mengenai hal yang membuatku sakit hati, tapi setelah aku berpikir ternyata itu adalah hal baik untuk membuatku agar bisa melepaskannya. 

 

 

***

 

    Aku sudah menahannya untuk tidak keluar begitu saja, tapi mengapa aku langsung menanyakan tentang masa kecil? Dan ia pun tertawa lalu mengiyakan pertahankan ku tentang seorang gadis kecil berusia 10 tahun yang melihatnya tanpa berkedip. Lalu, ia pun menganggukan kepala seraya tersenyum tipis. Lagi-lagi, denyut jantungku tak terkendalikan dan detik itu juga kami menjadi canggung.

 

   Setelah hujan reda kami melaju pergi, aku merasa menyesal bukan karena menanyakannya, tapi karena jawaban atas pertanyaanku tidak seperti apa yang aku harapkan. Apakah dia tahu bahwa aku ingin memberi tahu perasaanku? Dan jika ia sudah tahu, apakah diamnya adalah isyarat agar aku berhenti menyukainya?

 

   Sebenarnya, aku tidak menginginkan perasaanku terbatasnya olehnya. Aku hanya ingin memberitahunya, tapi seakan ia sudah tahu. Dan dari kejadian itu aku sadar bahwa mencintai dalam diam memang seperti ini, menyakitkan karena itu risikonya. 

 

   Menurutku, memendam perasaan itu tidak salah, selagi itu tidak berlebihan, dan sadar bahwa mencintaimu adalah suatu keikhlasan, keikhlasan untuk menerima bahwa kau berhak bahagia meski bukan denganku. 

Diam-diam

   Aku juga sudah mencoba  segala cara agar bisa terus dibelakangmu untuk bisa melihat bayangan yang membuatku untuk terus mencintaimu dalam diam dan keikhlasan.

Bayangan kacau

  Untukmu, jika aku sudah mengucapkan bahwa aku mencintaimu dan kamu tidak bisa membalas rasa cintaku, tolong buatlah aku agar tidak mencintaimu.

 

ku harap, tulisan ini bercerita tentangku

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Asrar Bestari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler