Litersi Lingkungan Dengan Budaya Siskamling Wujud Merdeka Belajar
Peserta didik pada setiap jenjang pendidikan diberi penguatan literasi agar mampu menghadapi limpahan informasi di era teknologi abad 21 saat ini. Peserta didik dituntut menguasai berbagai ragam informasi dan materi pengetahuan. Tanpa menguasai keterampilan literasi pada tiap jenjang atau bahkan tiap pembelajarannya, peserta didik tidak akan mampu mengakses pengetahuan. Keterampilan literasi ini menjadi tolak ukur bagi PISA ( (Programme For International Student Assesment). Dari hasil PISA ini diketahui skor kemampuan literasi membaca peserta didik di Indonesia menurun nilainya dari 402 pada tahun 2009 ke 396 pada tahun 2012, dari peringkat 57 menjadi peringkat 64. Pada tahun 2018 skor kemampuan literasi membaca peserta didik semakin menurun menjadi 371 berada pada peringkat 74 dari 79 negara yang diuji dalam PISA. Oleh karena itu pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Tehknologi terus melakukan penguatan kurikulum di bidang literasi pada setiap jenjang Pendidikan.
Dalam proses pembelajaran guru pada umumnya masih banyak menguasai situasi dan kondisi belajar terbatas di dalam kelas. Artinya peserta didik belum dibimbing untuk mengeksplore diri secara leluasa berdasarkan kharakteristik yang mereka miliki baik berada pada kondisi di dalam maupun diluar kelas bahkan dimana saja sebagai wujud dari merdeka belajar yang sebenarnya . Pembelajaran masih terpaku dan berpusat pada guru, kemampuan literasi peserta didik belum maksimal dilakukan. Literasi yang diterapkan masih terpaku pada literasi membaca teks dalam buku saja. Padahal , literasi sudah mengalami perkembangan dari segi defenisi maupun penerapannya. Seperti saat ini literasi sudah merambah pada praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan kehidupan sosial dan politik. Literasi menunjukkan paradigma baru dalam upaya memaknai literasi dan pembelajarannya. Kini ungkapan literasi memiliki banyak variasi, seperti literasi media, literasi computer, literasi sains, literasi sekolah, literasi lingkungan dan sebagainya ( sevima.com,2020).
Berdasarkan fenomena di atas, penerapan literasi lingkungan mungkin bisa menjadi salah satu alternatif agar tidak terjadi lose learning. Dengan literasi lingkungan sebagai salah satu media dalam melaksanakan proses pembelajaran yang lebih bersifat humanistik. Dalam artian peserta didik akan lebih mudah mengeksplor dan mengaktualisasikan diri mereka lebih maksimal sebagai prinsip belajar atas inisiatif sendiri sebagai pribadi yang unik.. Selain itu, literasi lingkungan berfungsi untuk membangun pemahaman siswa terhadap konsep utama berdasarkan fenomena dan mengaplikasikan pengetahuan untuk memecahkan masalah lingkungan dengan sumber yang tidak dibatasi melalui pemanfaatan teknologi (Adisendjaja & Romlah, 2007; Haristy dkk., 2013; Wasis, 2013). Hal ini dilakukan sebagai penggalian informasi pengetahuan yang bersifat kontekstual dalam melaksanakan proses pembelajaran. Konteks situasi dunia nyata yang sangat lekat sebagai pengetahuan praktis dan realita terjadi dalam kehidupan sehari-hari di dilingkungan sebagai wadah peserta didik melakukan pengolahan informasi yang sudah mereka peroleh. Pemanfaatan lingkungan sebagai media dalam pembelajaran juga bisa diperkuat dengan penggunaan metode sebagai pendukung. Metode dapat diambil dari budaya atau kebiasaan yang diterapkan di lingkungan masyarakat, sembari memperkuat nilai-nilai kearifan lokal daerah. Penerapan literasi lingkungan ini dapat dikuatkan dengan metode Siskamling.
Metode Siskamling merupakan metode pembelajaran yang di kembangkan mengambil dari prinsip -prinsip penerapan Sistem Keamanan Lingkungan pada masyarakat. Sistem Keamanan Lingkungan ini biasa kita kenal dengan sebutan Siskamling. Siskamling merupakan salah satu budaya yang diterapkan di daerah seluruh Indonesia dalam menciptakan keamanan lingkungan di masyarakat. Salah satu kegiatan Siskamling ini dilakukan dengan cara ronda malam. Ronda malam adalah berjalan berkeliling (patroli) saat malam hari untuk menjaga keamanan lingkungan, kampung atau desa setempat baik dengan berjalan kaki ataupun menggunakan kendaraan bermotor. Siskamling juga memiliki akronim Siswa Merekam Keliling.
Dengan menggunakan prinsip kerja Ronda Malam yang telah dijelaskan sebelumnya ,maka pada metode pembelajaran Siswa Merekam Keliling (Siskamling) ini juga sama. Peserta didik atau siswa berkeliling dilingkungan sekolah atau tempat tinggal mereka dengan merekam aktivitas terkait dengan materi pembelajaran. Mereka merekam aktivitas terkait materi secara berkeliling, mulai dari ligkungan sekolah, lingkungan keluarga, lingkungan lembaga keagamaan, dan Lembaga ekonomi. Mereka melakukan aktivitas perekaman kegiatan dengan menggunakan telepon pintar. Bagi peserta didik yang memiliki telepon sederhana dengan tidak memiliki fitur perekaman serta tidak memiliki sarana telepon sama sekali tetap bisa mengikuti proses pembelajaran dengan strategi literasi lingkungan dengan metode siskamling ini dengan merekam secara manual. Yakni mencatat setiap hasil pengamatan yang mereka lakukan dilingkungan keluarga, sekolah, agama serta ekonomi. Hasil proses pembelajaran dengan menggunakan strategi literasi lingkungan dengan metode Siskamling ini adalah dalam bentuk pengkomunikasian hasil karya literasi berupa puisi, cerpen dan lagu.
Ikuti tulisan menarik Tetty Endriyani lainnya di sini.