x

Iklan

Herningtyas Nurwulansari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Kamis, 2 Desember 2021 17:09 WIB

Merdeka Belajar Berbasis Klinik Kasih

Merdeka Belajar masih menjadi istilah yang membingungkan bagi sebagaian pihak, terutama dari sisi pendidik dan peserta didik. Artikel ini berupaya memberikan contoh praktik baik dan bagaimana memahami dan menjalankan spirit Merdeka Belajar secara realistis, namun tetap berdampak. Program yang dibagikan oleh penulis bertajuk Klinik Kasih yang terinspirasi dari filosofi Ki Hajar Dewantara Pendidikan yang menghamba pada anak. Klinik Kasih mengambil peran dalam penggalian potensi siswa yang juga penting dalam realisasi pembelajaran berdiferensiasi, proses coaching, hingga pemberdayaan aset-aset komunitas secara kolaboratif.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

     Zaman terus berubah. Untuk berjalan seiring dengan kebutuhan zaman, mau tidak mau kita harus mengulik dunia pendidikan. Suka tidak suka, proses dan produk pendidikan dijadikan barometer kesiapan negeri ini melahirkan profil-profil generasi yang siap menerima tantangan zaman. Pergerakan cepat dinamika zaman yang salah satunya dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan kemasifan informasi secara signifikan berimbas pula pada dunia pendidikan.

     Pada awalnya, proses alih teknologi informasi berjalan begitu lambat, kalau tidak bisa dikatakan stagnan. Dunia Pendidikan pun terasa enggan melakukan perubahan dengan beragam dalih mulai dari keterbatasan sarana/prasarana, tak adanya budget memadai untuk teknologi, minimnya tenaga pendidik/kependidikan yang andal, belum lagi dalih personal yang pada intinya enggan beranjak dari zona nyaman. Terlalu banyak alasan permisif untuk menunda bahkan menghindari teknologi. Bahkan penulis merasakan sendiri bagaimana upaya menginisiasikan menggabungkan pembelajaran luring dengan daring menjadi hal yang dinilai merepotkan baik dari sisi murid, orangtua, bahkan kolega di satuan pendidikan. Demikian juga mengenalkan produk belajar kolaboratif melalui platform berbasis drive atau cloud dianggap merepotkan. Pun dalam hal mengembangkan kurikulum pembelajaran yang berbasis diferensiasi untuk menjembatani kebutuhan peserta didik ditabrakkan dengan budaya menyeragamkan segala sesuatu sebagai sebuah pilihan yang tak bisa diganggu gugat. Akibatnya, ketika kita berbeda dengan arus, kita harus siap bersikap persuasif dan mengusung beragam bukti. Tentu sebenarnya bukan masalah besar bagi pendidik berjiwa penggerak, karena hal terpenting dalam mendidik adalah menggerakkan pemelajar dan memberikan dampak positif secara luas. Konsisten berbagi praktik baik di tengah penolakan adalah sebuah pilihan.

     Pada titik tersebut, kehadiran Covid-19 yang dihujat sebagai penyengsara umat manusia secara global bak blessing in disguise. Pandemi ini secara tiba-tiba memaksa dunia Pendidikan melakukan revolusi besar-besaran bukan hanya secara fisik, namun juga dalam metode mengajar, sebagai salah satu unsur dalam Pendidikan. Banyak hal yang tadinya dianggap mengada-ada dan ditolak, kini harus dikuasai dengan cepat dan tak terelakkan. Pengajaran jarak jauh dan daring yang bagi sebagian masyarakat dianggap tidak efektif, justru memberikan warna baru dan menjadi pilihan bagi insan-insan pemelajar mandiri yang haus ilmu dari berbagai sumber. Tempat belajar tak lagi terbatas dinding kelas, dan guru tak lagi dibatasi badge lembaga. Belajar bisa di manapun, kapanpun, bersama siapapun. Sungguh ini menjadi oksigen yang melegakan. Penulis pun merasakan manfaat nyata. Saat menjalankan work from home, penulis menemukan lebih banyak waktu untuk bergabung dengan webinar atau pelatihan secara virtual. Bukan demi menumpuk sertifikat, tapi meneguk ilmu-ilmu yang di masa sebelumnya sulit dijangkau karena lokasi dan waktu. Sungguh suatu anugerah pintu ilmu dari beragam belahan dunia terbuka lebar dan bisa dijangkau dalam tujuh hari dua puluh empat jam. Sekali lagi, ini berlaku bagi insan yang selalu bergerak, berubah, dan berjiwa pemelajar sepanjang hayat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

     Adalah suatu hal yang menggembirakan, ketika peluang ini juga ditangkap oleh Kementerian Pendidikan (Kemendikbudristek) dengan Program Merdeka Belajarnya (Chaterine, 2021) untuk Transformasi Pendidikan. Ada beberapa hal dalam Program Merdeka Belajar yang mewadahi kebutuhan Merdeka bagi pembelajar dan pemelajar. Penghapusan Ujian Nasional dan Kurikulum Darurat masa pendemi memberikan ruang merdeka dalam mengelola ruang-ruang dan sumber belajar, baik secara daring maupun luring, bahkan kombinasi. Demikian juga program Guru Penggerak dan Sekolah Penggerak yang membuka pintu seluas-luasnya bagi pemberdayaan pembelajar, pemelajar, dan stake holder lain yang terlibat erat. Sungguh pembelajar dan pemelajar sejati akan merasakan ini sebagai ruang fotosintesis dengan limpahan oksigen yang menyegarkan. Kemerdekaan itu begitu nyata. Bukan hanya lebarnya pintu yang dibuka, namun juga dukungan secara legal formal, sehingga pendidik berjiwa penggerak tak lagi merasa sendirian. Tantangan tetap ada, karena tidak semua unsur siap dengan Gerakan Merdeka Belajar. Namun keberadaan komunitas yang menjamur dengan semangat merdekanya menyediakan lebih banyak dukungan dan praktik baik untuk saling menginspirasi.

     Penulis pun menginisiasi Gerakan Klinik Kasih dalam satuan Pendidikan untuk merealisasikan atmosfer Merdeka Belajar. Klinik Kasih ini mendapatkan inspirasi kuat dari refleksi filosofi Ki Hajar Dewantara (KHD) tentang Pendidikan yang menghamba pada anak   (Suparmin, 2021). Klinik Kasih menjadi garda pengingat tentang Pendidikan yang berpusat pada anak, di mana mendidik dan mengajar itu bukan berangkat dari apa yang menjadi keinginan pendidik namun dari apa yang dibutuhkan murid. Dalam beberapa sisi tampak perbedaan signifikan antara filosofi ini dengan fakta mendidik dan mengajar yang ada dalam kehidupan nyata.

     Mengapa Klinik Kasih ini menjadi salah satu pengingat dan penuntun dalam menjalankan Merdeka Belajar? Ada beberapa hal yang menjadi perhatian dalam tahapan program Klinik Kasih. Yang pertama, Klinik Kasih menyediakan lemari data terkait peserta didik secara holistik (Prasetyo, 2020). Yang kedua, Klinik Kasih mendorong budaya positif berkomitmen yang baik dalam menumbuhkan motivasi intrinsik peserta didik. Yang ketiga, Klinik Kasih melatih insting coaching untuk diterapkan dalam proses mengajar dan mendidik. Yang keempat, Klinik Kasih membuka peluang pemberdayaan beragam aset dalam komunitas, termasuk di dalamnya membangun jejaring dan praktik-praktik baik.

     Lemari data dalam Klinik Kasih mirip dengan data yang kita peroleh dari Analisis Tes Diagnostik. Bedanya, bila tes diagnostik ditujukan lebih untuk keperluan akademik, lemari data dalam Klinik Kasih melihat murid secara holistik. Maka, bisa dibayangkan manfaat besar yang bisa diperoleh dari Klinik Kasih dalam hal ini. Salah satu yang signifikan adalah data pendukung untuk melakukan eksekusi Pembelajaran Berdiferensiasi (Manimbage, 2021), terutama terkait kompetensi dan minat peserta didik. Penulis telah mempraktikan hal ini, dan terbukti bahwa mewadahi potensi peserta didik dalam KD-KD (Kompetensi Dasar) pembelajaran justru akan membuahkan hasil bahkan produk belajar yang kreatif dan membanggakan. Asesmen tak terbatas pada penyelesaian Lembar Kerja (LKS), penilaian tak berakhir dengan sebutan angka namun apresiasi bermakna dalam umpan balik yang menyejukkan.

     Klinik Kasih yang mewadahi minat dan potensi peserta didik menjadi salah satu pedoman pagi pendidik dalam mengarahkan peserta didik untuk membuat komitmen dalam proses belajar mereka, mulai dari membuat Kontrak Belajar, menjalankan Kontrak Belajar tersebut, hingga melakukan refleksi dan evaluasinya. Ada beberapa kesepakatan yang dapat dibangun dalam proses ini, seperti kesepakatan kelas hingga produk atau hasil belajar yang ingin dicapai peserta didik. Bahkan, penulis pun telah mempraktikkan bagaimana peserta didik dilatih sejak dini untuk memutuskan penilaian dirinya. Artinya, siswa diajak untuk mendesain nilainya sendiri dengan tuntunan rubrik atas tujuan belajarnya. Dalam mementukan hal ini, peserta didik tidak dihantui konsep salah dan benar. Apapun yang bisa mereka putuskan dan hasilkan, semua bermakna. Tinggal bagaimana nanti merefleksikannya, sehingga ada proses pembelajaran bagi peserta didik tentang seberapa bagus upaya dirinya, apakah dia sudah mempresentasikan sesuatu yang mewakili kualitas terbaik dirinya, dan seterusnya. Karena berangkat dari minat dan kompetensi terbaiknya, maka, pendidik akan lebih mudah memberikan stimulasi bagi peserta didik untuk membangun motivasi dirinya. Pada awalnya, motivasi tersebut harus distimulasi. Namun, pada peserta didik yang berjiwa pemelajar sejati, motivasi intrinsik itu menjadi suatu kebutuhan yang mereka ciptakan sendiri, karena mimpi dan harapan masa depan mereka telah terbangun dengan cukup baik. Sederhananya, mereka telah memiliki tujuan atau beragam alternatif rencana masa depan. Sesuatu yang nyatanya banyak peserta didik belum memilikinya karena beragam faktor.

     Klinik Kasih membangun budaya guru untuk melihat peserta didik secara holistik. Dalam hal ini, pendidik benar-benar melatih diri untuk menahan diri tidak tergoda menghakimi. Yang ada, justru berlatih menggali sisi positif yang mungkin justru terabaikan karena satu dan lain hal. Pendekatan yang dilakukan juga melatih keterampilan pendidik untuk melakukan coaching, baik secara klasikal, group kecil, maupun individu, tergantung desain tujuannya. Konsep Klinik Kasih dalam hal ini bukan semata konseling, agar tidak terjadi tumpang tindih dengan fungsi guru Bimbingan Konseling (BK), namun lebih fokus pada pemberdayaan peserta didik sesuai fungsi mendasar dari coaching. Kalau toh pada akhirnya ada kebutuhan konseling atau mentoring dalam prosesnya, itu semata-mata karena peran guru yang multi dimensi memang tak bisa dipisahkan satu sama lain, justru saling terintegrasi. Yang penting, batasan wilayah sasarannya adalah pemberdayaan potensi peserta didik, bukan berkutat pada masalah-masalah peserta didik. Ini semacam etika kerja agar tidak terjadi overlapping dengan fungsi guru BK dan wali kelas peserta didik. Pada tahap ini, pendidik akan mengalami transformasi dalam pendekatan terhadap peserta didik. Bukan hanya menahan diri tidak mudah  menghakimi, namun juga berlatih membudayakan umpan balik dengan kosa kata positif, menggali pemikiran peserta didik, membangun citra positif siswa terkait. Salah satu praktik baik proses coaching klasikal dan individu yang baru saja diselesaikan penulis adalah Parade Webinar siswa dalam dua bahasa, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Webinar ini melibatkan 17 presenter dan semua proses dilakukan sepenuhnya oleh peserta didik, mulai dari mendesain konten, promosi acara di media sosial, mengatur alur acara, membuat desain latar pertemuan virtual, dan sebagainya. Yang tak terbayangkan lagi, proses pendampingan yang panjang ini harus melalui mentoring dan konsultasi jarak jauh karena penulis harus menjalani perawatan di rumah sakit karena terpapar Covid-19. Pun di pekan akhir saat pelaksanaan gladhi kotor dan gladhi bersih, penulis memonitor peserta didik dari lain kota karena tugas dinas seminggu yang harus diemban. Hasilnya? Bukan cuma respon positif orangtua, namun para siswa yang bersangkutan satu persatu mengirimkan pesan tertulis ucapan terima kasih dan ungkapan kepuasan karena Parade Webinar ini membuat mereka menyadari kemampuan yang mereka tidak duga sebelumnya, dan betapa dahsyat kekuatan kolaborasi antar mereka untuk merealisasikan tujuan bersama. Suatu momen yang membahagiakan bagi seorang pendidik yang mengajar remaja di tingkat sekolah menengah pertama.

     Setelah dalam ketiga aspek tersebut di atas kita berfokus pada peserta didik, pada aspek keempat Klinik Kasih, kita melibatkan unsur-unsur terkait. Pelibatan tersebut dirupakan dalam berbagai aktivitas atau program yang terintegrasi dengan Program Tahunan atau bahkan Program Jangka Menengah dan Jangka Panjang Satuan Pendidikan. Sebagai contoh, pelibatan orangtua dalam program-program Parenting yang merupakan tindak lanjut dari Klinik Kasih yang dimiliki Satuan Pendidikan penulis adalah kegiatan “Sapa Sanak”. Dalam kegiatan Sapa Sanak terbaru di bulan Juni lalu, respon orangtua sebesar seratus persen mengapresiasi positif proses dan hasil Klinik Kasih yang dijalankan oleh Satuan Pendidikan. Suatu respon yang melegakan, sekaligus menjadi tantangan untuk tahap selanjutnya. Aset lain yang mengkombinasikan sumber daya Satuan Pendidikan dan lembaga lain atau aset politik, yaitu kolaborasi dalam mempublikasikan produk belajar dan hasil Klinik Kasih dalam bentuk buku ber-ISBN. Penulis telah menginisiasi penerbitan buku dalam bahasa Inggris yang melibatkan seratus persen siswa kelas IX dalam bentuk buku antologi. Yang terbaru, penulis bekerja sama dengan lembaga Pendidikan Virtual dengan sponsorship pihak Uni Eropa dalam pelatihan dan produksi buku digital multimodalitas. Peserta didik usia SMP yang berminat dalam bidang jurnalistik dan kearifan lokal ini mampu menyelesaikan buku mereka secara individu dalam waktu tigas bulan saja. Suatu pencapaian yang membanggakan dari tindak lanjut proses coaching Program Klinik Kasih Merdeka Belajar.

     Pada akhirnya, semua kembali kepada pilihan dalam menyikapi perubahan. Pun Merdeka Belajar adalah sebuah pilihan. Ada kata-kata bijak yang menyatakan bahwa kebahagiaan itu tergantung pada diri kita sendiri, maka tak sepatutnya kita menggantungkan bahagia kita kepada orang lain atau menghujat pihak lain manakala bahagia tak teraih. Demikian juga dalam kita menyikapi Merdeka Belajar. Kemerdekaan serta kebahagiaan belajar dan membelajarkan tak seharusnya semata karena pihak lain, namun harus dikondisikan oleh kita sendiri, baik dalam perubahan pola pikir (mindset) maupun dalam eksekusi kolaboratifnya. Merdeka Belajar hanya akan menjadi slogan tanpa makna ketika pendidik berhenti menginspirasi peserta didiknya untuk belajar merdeka. Semoga Klinik Kasih Merdeka Belajar dapat menjadi praktik baik yang dapat diadopsi dan diadaptasi bagi para pendidik dan Satuan Pendidikan yang masih berjuang memaknai Merdeka Belajar.

     Salam Merdeka Belajar, Bergerak dengan Hati Pulihkan Pendidikan. Salam dan Bahagia.

Ikuti tulisan menarik Herningtyas Nurwulansari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB