x

Iklan

Setyadi Setyadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 November 2021

Kamis, 2 Desember 2021 17:36 WIB

Generasi emas Calon Guru yang Hilang

Generasi emas calon guru merupakan calon guru lulusan perguruan tinggi negeri tahun 2014 sampai tahun 2019 yang merupakan mahasiswa dengan kemampuan tinggi bahkan di atas kemampuan mahasiswa kedokteran dan teknik. Ini terjadi setelah program sertifikasi guru yang mulai berjalan tahun 2008 dan mulai terealisasi pencairan sehingga pendapatan guru menjagi layak, hal ini menstimulus para lulusan SMA masuk perguruan tinggi negeri keguruan sehingga persaingan menjadi sangat ketat

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Semua orang sepakat bahwa bangsa yang maju karena kualitas warganya dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Warga yang menguasai ilmu pengetahuan baik dan teknologi yang maju dihasilkan oleh sistem pendidikan yang baik. Sistem pendidikan yang baik akan ditentukan oleh pelaku pendidikan yang baik. Pelaku pendidikan yang  baik dihasilkan dari pendidikan yang baik pula. Pendidikan yang baik akan menghasilkan   pendidik yang kualitas, dan pendidik yangberkualitas akan mampu menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Jadi seolah bisa dikatakan jika pendidik yang berkualitas menjadi penentu kemajuan bangsa. Walaupun ini tidak bersifat mutlak.

Namun data menyebutkan demikian, sebagai contoh bagaimana Ethiopia dulu yang merupakan negara miskin dan pernah dilanda bencana kelaparan dahsyat. Namun sekarang berubah menjadi negara yang beranjak maju setelah membenahi pertanian dengan menggandeng Israel sebagai mitra untuk berkolaborasi pengembangan teknologi pertanian. Sudah barang tentu pendidikan menjadi bagian penting dalam pengembangan teknologi pertanian. Sekarang Ethiopia siap menjadi negara maju bidang pertanian, bahkan akan menjadi negara pengekspor hasil  pertanian. Perkembangan ini akan menjadi momentum kebangkitan negara-negara Afrika lainnya.

Jauh sebelumnya ada negara Siera Lion yang lebih berani untuk menjadi dengan mengedepankan alokasi anggaran pendidikan yang besar untuk memungkinkan kemajuan bidang pendidikan sebagai penyokong kemajuan bangsa. Dengan spekulasi tersebut telah membuktikan bahwa dengan kualitas pendidikan yang meningkat akan memicu pertumbuhan ekonomi. Ditandai dengan pergeseran angka HDI (Human Development Index) yang cukup signifikan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jadi intinya, pelaku pendidikan yang baik akan mampu meningkatkan kualitas pendidikan, yang pada gilirannya akan mampu meningkatkan angka HDI atau IPM (Indeks Perkembangan Manusia). Dengan kriteria HDI yang mencakup 3 bidang yaitu kesehatan, pendidikan,dan ekonomi. Maka dapat dilihat bahwa dengan mengetahui data HDI negara-negara di dunia, akan terbaca bahwa negara dengan rangking HDI yang baik berarti kualitas kesehatannya baik, kualitas pendidikannya baik, dan pertumbuhan ekonominya baik.

Indonesia adalah negara dengan angka HDI yang stagnan dalam waktu satu dasa warsa ini. Ini menunjukkan bahwa kualitas kesehatan, kualitas pendidikan dan pertumbuhan juga stagnan. Khusus bidang pendidikan terlihat jelas dari nilai PISA, TIMSS dan PIRLS yang merupakan pengukuran peserta didik bidang sains, matematik, dan literasi yang juga stagnan. Ini berarti kualitas pelaku pendidikan juga stagnan artinya tidak ada terobosan baru untuk usaha meningkatkan angka-angka tersebut.

Diantara pelaku pendidikan yang paling dominan adalah pendidik atau guru. Dari data terbaca bahwa kualitas pendidik stagnan. Lebih jelas jika membuka big data pendidikan di Indonesia, akan terlihat bahwa dalam kurun waktu satu dasa warsa ini tidak ada penambahan guru baru yang signifikan sementara guru justru semakin menua. Sehingga kondisi guru yang semakin menua tidak cukup energi untuk membuat terobosan baru.

Pendidikan butuh darah muda yang segar, tapi apalah daya, semua sudah berlalu. Sebetulnya kita punya momentum munculnya darah muda pendidik yang segar yaitu saat tahun 2015-an, dimana waktu itu mahasiswa keguruan memiliki grade 80 bahkan melebihi grade pendidikan kedokteran. Terpicu oleh adanya sertifikasi guru yang mulai terealisasi pencairannya pada tahun 2008, dan ternyata berlanjut di tahun-tahun berikutnya.  Maka minat peserta didik masuk perguruan tinggi keguruan mengalami peningkatkan sehingga menimbulkan persaingan yang ketat. Dan dari tahu ke tahun semakin sengit, bahkan di tahun 2011 perguruan tinggi keguruan mendapatkan mahasiswa dengan grade tertinggi. Mahasiswa tersebut lulus kira-kira tahun 2015. Artinya di tahun itulah kita mempunyai calon guru yang terbaik yang bisa menjadi penggerak dan penerobos atas kestagnanan pendidikan. Dari hasil pengamatan selama beberapa tahun lulusan perguruan tinggi keguruan memiliki lulusan yang terbaik.

Dan di tahun itu pula minat masuk perguruan tinggi keguruan langsung anjlok setelah ada pergantian kepemimpinan nasional, dengan mencanangkan pertumbuhan nol untuk guru baru. Sehingga kita memiliki guru berkualitas terbaik dari tahun 2014 hingga tahun 2019, bagai bunga baru belum sempat mekar langsung layu, begitu lulus langung ada kebijakan tidak ada pengangkatan guru baru. Tragis. Tapi ada sisi yang diuntungkan yaitu dunia perbankan, sigap langsung karena setiap rekruitmen pegawai baru otomatis lulusan tersebut mendominasi hasil seleksi. Sehingga generasi emas calon guru terbaik itu telah hilang. Bukannya menjadi guru tapi menjadi pegawai perbankan.

Waktu telah berlalu, dan tidak bisa kembali. Jika bangsa ini ingin bermufakat untuk menjadi maju maka butuh langkah yang sangat progresif, yaitu breakthrough terobosan baru. Pertama jauhkan pendidikan dengan politik, pendidik dengan adanya undang-undang otonomi daerah menjadi semakin mandul untuk melakukan terobosan dalam pembelajaran. Setiap pemilihan pemimpin baru, pendidik menjadi terpecah dalam beberapa fraksi terpaksa mengikuti aliran politik praktis walaupun ada regulasi yang melarangnya. Setelah penetapan pemimpin baru akan terjadi puting beliung birokrasi, atau bahkan tsunami birokrasi. Alih-alih penataan malah menjadikan pendidik semakin bercerai berai, sehingga tanpa disadari pendidik akan mencari survival sendiri. Bagaimana mau memikirkan pembelajaran yang membuat peserta didik berkembang dan maju. Dan itu sudah menjadi rahasia umum, sehingga muncul himbauan agar setelah penetapan pemimpin baru daerah tidak melakukan penataan pegawai baru. Dan ini sulit dihindari sebagai sifat manusiawi yang punya rasa dendam politik tentu ini tidak mudah. Ya, mungkin tidak segera penataan, tapi begitu suasana mulai mereda langkah ini pasti dilakukan. Setiap pemimpin hampir pasti akan menata pegawainya dua kali dalam lima tahun kepemimpinannya, pertama saat menjelang pemilihan dan setelah pemilihan.

Kedua, pendidik guru dikelola pusat. Sesuai amanah undang-undang dasar bahwa pendidikan merupakan urusan negara. Dengan otonomi menimbulkan semakin banyak ketimpangan antar daerah maka akan menimbulkan disparitas kualitas pendidikan. Belum lagi urusan karier guru dan kesejahteraan antar daerah yang berbeda. Sehingga menimbulkan ketidakkenyamanan dalam kerja. Walaupun sekarang sudah ada yang menjembatani dengan adanya layanan online. Dengan pengelolaan guru terpusat maka akan mudah dalam pengorganisasiannya termasuk pembinaannya. Untuk  mampu membuat terobosan baru mau tidak mau harus mengupgrade pendidik yang masih ada. Pemerintah dapat langsung mengupgrade semua guru seluruh Indonesia dengan sarana IoT (Internet of Thing).

Ketiga, pendidik harus dibekali kemampuan berselancar di dunia maya. Banyak kasus bahwa salah cara untuk mengubah suatu keadaan masalah apapun sekarang adalah penguasaan internet. Maka pendidik dipaksan harus menguasai internet, dengan cara pelatihan secara terpusat oleh kementerian. Perkembangan pembelajaran abad secara global akan bisa diikuti secara virtual. Pendidik akan mampu menyesuaikan perkembangan zaman. Sementara di dunia saja perkembangan pembelajaran sudah sulit mengejar ketertinggalan dengan perkembangan teknologi yang melaju sangat pesat. Sebetulnya ada optimisme, bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa dengan daya suai tinggi. Sehingga tinggal kemampuan penyelenggara pendidikan dalam hal ini kementerian untuk mengelola dengan baik. Dengan berselancar di dunia maya, guru dapat melihat berkembangan pembelajaran yang berhasil membuat peserta didik memiliki kompetensi akademis, kepribadian dan sosial yang baik.

Keempat, menata ulang sistem pendidikan, selama ini pendidikan limbung dalam menentukan sandaran untuk ditiru. Suatu waktu akan meniru sistem pendidikan Finlandia negara yang terbaik dalam kualitas pendidikan. Baru disurvey, dipelajari dan sedikit dicontoh, belakang berubah arah lagi. Melihat Australia maju dengan MBS (Managemen Berbasis Sekolah) tergiur untuk meniru, lagi-lagi gagal di tingkat implementasinya. Kadang ada rasa gengsi saat dikatakan kualitas pendidikan dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, dengan mencari kompensasi mengatakan karena negara yang luas dan berbagai macam permasalahan pendidikan sehingga kualitas pendidikan menjadi rendah. Untuk itu perlu kesepakatan  visi pendidikan akan dibawa kemana dan misi pendidikan dengan cara apa visi dicapai. Sistem pendidikan yang akan ditiru apa yang ada di dalam negeri seperti sistemnya Ki hajar Dewantara atau luar negeri semacam negara-negara timur seperti Jepang, China, Korea Selatan dan Singapura yang bertengger di peringkat atas HDI. Atau meniru gaya Eropa semacam, Finlandia, Jerman, Prancis dan Swedia. Cari yang paling cocok dengan kondisi Indonesia. Setelah semua disepakati, guru tinggal menyesuaikan diri dengan sistem yang telah disepakati. Keyakinan bahwa guru Indonesia mempunyai daya suai yang tinggi high fidelity recording. Pencontek bukan pecundang, dunia tahu betul bagaimana Amerika tidak suka dengan Jepang, teknologi elektroniknya dicontek. Tapi pada akhirnya Jepang mampu bersaing dalam elektronika dan merambah ke otomotif. Demikian juga Korea Selatan yang terang-terangan mencontek Jepang, nyatanya sekarang semua produk Korea Selatan mampu bersaing dengan Jepang ditingkat global bahkan dalam beberapa tahun belakangan ini Jepang mulai kedodoran mengikuti perkembangan pencoteknya. Untuk itu jangan segan-segan untuk mencontek sistem pendidikan, tentu perlu pemikiran yang komprehensif.

Kelima, ubah paradigma pembangunan, semua pakar berteori bahwa yang harus dibangun pertama adalah ekonomi. Namun dunia telah membuktikan bahwa semua negara maju yang pertama dibangun adalah pendidikan. Bisa lihat data bahwa  negara Sierra Leone, sebuah negara Afrika yang miskin memberanikan diri dengan mengganggarkan besar untuk pembangunan pendidikan maka dalam beberapa terlihat angka HDI naik perlahan dan terlihat jelas ekonomi akan tercipta dengan sendirinya naik. Di Musim pandemi negara ini terbebas dari virus, setelah belajar dari virus ebola, jika sumber daya manusia (SDM) negara tidak bagus hal ini mustahil. Lihat bangsa Indonesia dalam menangani pandemi, pontang panting. Diminta menggunakan protokol kesehatan saja betapa sulitnya, ini sinyal rendahnya SDM. Semua negara maju tidak main-main dalam mengganggarkan pembangunan pendidikan, bahkan yang tekun terus menerus fokus pendidikan mampu mendatangkan devisa lewat pendidikan seperti negara-negara Eropa, Prancis misalnya menjadi tujuan orang dunia untuk belajar di universitas ternama di negara itu, itu semua mendatangkan devisa. Chef termashur hampir pernah mengenyam pendidikan di Prancis. Hampir semua universitas rangking 100 dunia berada di Amerika, Eropa, Jepang dan China, negara tempat universitas tersebut telah lama menikmati devisa dari pendidikan. Dengan melihat gambaran negara maju, jika kita mau fokus maka potensi itu sangat besar. Prancis boleh punya sekolah chef dan parfum, Indonesia berpotensi dengan kegunungapian, mineralogi, biofarmaka, energi terbarukan dan lain-lain.

Keenam, tingkatkan kesejahteraan pendidik. Sering terdengar gaji guru jauh di bawah UMR, padahal sumbangan untuk kemajuan pendidikan sangat besar. Lihat negara-negara tetangga, bagaimana pemerintah menggaji gurunya, dan lihat juga dampaknya. Dengan melihat gejala yang pernah terjadi dengan pencairan sertifikasi guru, telah menimbulkan antusiasme peserta didik menjadi guru, merupakan momen yang dapat diambil pelajaran. Tanpa disadari akan menghasilkan kualitas guru grade satu, seperti di Jepang guru dihasilkan dari lulusan terbaik universitas ternama. Nyatanya guru Jepang sangat antusias menyandang status guru karena kesejahteraannya sangat layak. Karena kesejahteraan yang rendah, maka jangan salahkan guru mencari tambahan penghasilan di luar pekerjaan sebagai guru. Kalau keadaan sudah seperti ini jangan bicara kualitas pendidikan.

Ketujuh, kualitas kepala sekolah. Walaupun sudah berjalan sistem perekrutan kepala sekolah dengan sistem seleksi, sangat jarang ( 10%) dihasilkan kepala sekolah yang bermutu. Bahkan pernah disurvey oleh kementerian didapatkan hasil tidak ada kepala sekolah yang mampu melewati passing grade 75. Akhir-akhir ini budaya kepala sekolah semakin tidak terkendali dengan mengikuti main stream pamer kekayaan. Memang ada gula ada semut, ada anggaran besar ya pendapatan besar. Perlunya pengawasan yang baik untuk masalah anggaran pendidikan.  Merangkum laman resmi kemendikbud, kepala sekolah akan dipilih dari guru-guru terbaik, kemendikbud juga akan mendorong munculnya kurang lebih 10.000 sekolah penggerak yang akan menjadi pusat pelatihan guru dan katalis bagi transformasi sekolah-sekolah lain, menyederhanakan kurikulum, AKM sebagai pengganti Ujian Nasional. Assesmen Kompetensi Minimum (AKM) akan digunakan untuk mengukur kinerja sekolah berdasarkan literasi dan numerasi siswa, dua kompetensi inti yang menjadi fokus tes internasional seperti PISA, Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), dan Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS). Dan langkah berikutnya, platform teknologi pendidikan berbasis mobile. Kemendikbud akan mendorong ratusan Organisasi Penggerak untuk mendampingi guru-guru di Sekolah Penggerak. Selain itu, juga menggunakan platform teknologi pendidikan berbasis mobile dan bermitra dengan perusahaan teknologi pendidikan (education technology) kelas dunia. Termasuk menggerakkan puluhan ribu mahasiswa dari kampus-kampus terbaik untuk mengajar anak-anak di seluruh Indonesia. "Dengan semua strategi ini diharapkan pelajar Indonesia menjadi pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yaitu berakhlak mulia, mandiri, kebinekaan global, gotong-royong, kreatif, dan bernalar kritis,” tutup Nadiem. Tentu bukan sekadar wacana saja, perlu merealisasikannya.

Walaupun generasi emas calon guru telah hilang bukan berarti tidak ada optimisme untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Atau akan mengulang momentum terjadinya generasi emas calon guru, dengan melihat data guru yang semakin menua. Tahun 2025 kemungkinan akan terjadi tsunami guru dengan datangnya gelombang guru pensiun. Maka waktu inilah saatnya membuat stimulus momentum itu terjadi lagi. Dengan meningkatkan kesejahteraan guru, perekrutan guru yang transparan dan berkualitas, akan memicu munculnya generasi emas calon guru secara alami di tahun 2025. Sehingga tahun 2045 menjadikan Indonesia sebagai negara maju dapat terwujud. Semoga.

Ikuti tulisan menarik Setyadi Setyadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu