x

Iklan

Acha Hallatu

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Sabtu, 4 Desember 2021 05:53 WIB

Torsi dan Skizo

Apa yang salah? Aku melihatnya. Aku merasakannya. Bahkan aku berbicara dengannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Maa… Adek kenapa? Kenapa adek dibawa kesini?

5 tahun yang lalu…

Tepat saat aku menjadi mahasiswa semester satu, sebenarnya aku tidak merasakan ada hal yang aneh terjadi pada diriku. Namun orang yang ada disekitarku yang kurasa sedikit aneh.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Aku mempunyai seorang teman dekat, dia adalah Torsi. Aku mengenal Torsi belum lama. Dan aku lupa bagaimana awal kami berjumpa. Yang jelas saat itu Torsi melambaikan tangan ke arahku. Rasanya seperti kami sudah kenal dan akrab.

Aku berusaha mengingat tempat pertama kali kami bertemu. Oh, aku tahu! Aku berhasil mengingatnya. Aku bertemu dengannya di toko buku. Saat aku memasuki lorong bagian buku-buku pengembangan diri, aku merasa ada yang mengikutiku dari belakang. Saat aku menoleh ke belakang, dia ada disana sambil melambaikan tangannya ke arahku.

Aku melemparkan senyumku ke arahnya dan kemudian aku berlalu saja. Dan tiba-tiba saat aku asyik membaca buku, dia menghampiriku. Dia mengulurkan tangannya sambil berucap, salam kenal aku Torsi.

Aku pikir tidak ada yang salah dengannya meskipun tiba-tiba mengajakku berkenalan dengan cara seperti itu. Aku juga tidak menaruh curiga dengannya. Entahlah, aku langsung menjabat tangannya sambil melempar senyumku ke arahnya.

“Kamu suka baca buku juga, ya?” tanyanya.

“Iya. Aku suka sekali. Bahkan aku bermimpi suatu saat nanti aku bisa memiliki buku sendiri. Tapi sayang aku belum kunjung menulis bukuku itu. Entah kapan aku bisa melihat buku karyaku sendiri terpajang di toko buku seperti buku-buku ini semua,” balasku sambil curhat padanya.

Dan saat itu juga Torsi menjadi teman baruku. Tidak bisa ku pungkiri bahwa Torsi adalah teman dekatku. Bagaimana bisa aku mengatakan bahwa dia teman dekatku? Ya, dia yang selalu mendengarkan keluh kesahku. Aku sering curhat soal apapun padanya. Meski terkadang aku merasa kesal dengannya karna dia sangat susah dihubungi. Dia selalu datang tiba-tiba. Nanti tiba-tiba saja dia sudah berada disampingku. Saat aku berada di kampus, dia pun ada. Kemana aku pergi, dia hampir selalu ada disekitarku. Dia bilang dia selalu melihatku dan mengawasiku. Apakah aku merasa takut? Tentu saja tidak. Malah aku merasa dia sangat peduli sekali. Baru dia seseorang yang benar-benar memperhatikanku dengan cara unik seperti ini.

Hingga suatu kali aku pernah bertemu dengan Torsi di sebuah restoran. Saat itu aku sedang mengantri memesan makananku, tiba-tiba dia lewat dan aku melihatnya.

“Makan disini juga?” tanya Torsi.

“Iya nih, sendirian aja. Kok bisa disini juga?”

“Iya, aku tadi merasa lapar. Aku melihat ada restoran dekat sini, makanya kesini.”

Apa yang salah? Aku berbicara dengan teman dekatku, Torsi. Tapi kenapa semua orang di restoran itu melihatku dengan raut wajah yang penuh dengan tanda tanya? Mereka seperti terheran-heran melihatku berbincang dengan teman dekatku, Torsi.

Ah, sudahlah! Aku memilih mengabaikan mereka saja.

Kejadian seperti itu tidak terjadi hanya satu atau dua kali namun berulang kali. Aku sering bertemu dengan Torsi. Berbincang dengannya seperti orang normal pada umumnya. Lagi-lagi aku melihat orang-orang disekitarku memandang ke arahku dengan wajah terheran-heran.

“Apa aku jelek, ya? Ada yang salah denganku?” tanyaku pada Torsi. Namun Torsi memilih diam dan hanya tersenyum ke arahku. Itu sering terjadi berulang kali padaku. Saat aku berada di kampus pun itu terus terjadi. Hingga akhirnya aku tidak memiliki teman, hanya Torsi seorang diri saja. Semua temanku yang lainnya menganggapku aneh. Mereka melihatku berbicara sendiri dengan bangku kosong. Padahal nyatanya aku melihat jelas Torsi duduk tepat disampingku.

Salah satu teman sekelasku di kampus berinisiatif memberitahu tingkah anehku ini ke dosen penasehat akademikku. Hingga akhirnya aku dipanggil ke ruangan dosen dan dicerca dengan berbagai pertanyaan yang menurutku aneh. Karna dosenku sama sekali tidak mempercayaiku. Aku mengatakan bahwa aku memiliki teman dekat, sangat dekat sekali. Sampai dia pun selalu ada buatku. Kemana aku pergi dan dimana aku berada, dia selalu muncul tiba-tiba dihadapanku.

Dosenku berniat menghubungi orangtuaku. Saat dosenku memiliki kesempatan untuk bertatap muka langsung dengan orangtuaku, dia menceritakan semua tingkah lakuku selama di kampus. Apa yang diceritakan oleh teman sekelasku tentang aku sering berbicara sendiri dengan bangku kosong di kelas, jalan menaiki dan menuruni tangga sambil berbicara sendiri, semuanya disampaikan dosenku pada orangtuaku.

Entahlah… Orangtuaku melihatku dengan pandangan aneh. Ah, mungkin perasaanku saja. Tapi tidak lama kemudian, orangtuaku mengajakku untuk bertemu seorang dokter. Awalnya aku pikir hanya dokter biasa saja. Ternyata dia seorang ahli kejiwaan.

Kenapa aku dibawa ke dokter? Aku kan tidak sakit, pikirku begitu. Anehnya, saat konsultasi dengan dokter hanya orangtuaku saja. Mamaku bilang jangan kemana-kemana, aku disuruh menunggu mereka saat itu. Entah apa yang mereka bicarakan di dalam ruangan itu bersama dokter.

Lima belas menit kemudian orangtuaku keluar dari ruangan itu. Mereka tersenyum ke arahku. Lalu sang dokter mengajakku untuk masuk ke ruangannya. Saat aku berada di ruangan itu berdua bersama dokter, dokter itu bertanya apakah aku punya teman dekat? Aku menceritakan padanya tentang Torsi, teman baikku. Dokter itu hanya tersenyum sambil mendengarkan ceritaku. Kami berbincang sekitar lima menit saja. Tidak banyak dan tidak terlalu panjang karna dokter itu hanya ingin mendengarkan ceritaku tentang teman baikku ini, Torsi.

Sesudah itu orangtuaku dipanggil untuk masuk ke dalam ruangan itu bersamaku di dalam sana. Dokter itu menuliskan resep obat untukku.

“Kamu minum ya obatnya…” ucap dokter itu sambil tersenyum.

Selama seminggu aku minum obat itu, obat yang diresepkan oleh dokter yang kemarin kami temui. Aku penasaran, mengapa aku harus mengonsumsi obat ini padahal aku tidak ada sakit apa-apa? Mamaku selalu mengingatkanku untuk meminum obat itu rutin.

Diam-diam aku mencari tahu perihal obat itu. Ternyata… Obat itu?

Ah! Obat itu dikonsumsi untuk orang yang mengidap gangguan jiwa. Skizofrenia? Apa itu? Aku baru dengar. Aku terus mencari tahu soal itu dari banyak sumber. Hingga akhirnya aku tidak tahan lagi dengan semua ini. Ini semua terasa aneh. Janggal sekali… Mengapa orangtuaku hanya diam saja dan tidak memberitahuku soal ini?

“Udah diminum obatnya tadi?” tanya Mamaku.

Mamaku masih diam dan berusaha menyimpan rahasia ini bahwa aku mengidap gangguan jiwa, skizofrenia.

Setiap bulan aku dibawa orangtuaku untuk kontrol dengan dokter yang sama. Dia bertanya, apakah teman dekatku yang bernama Torsi itu masih sering menemuiku?

Ku akui setelah berbulan-bulan aku mengkonsumsi obat yang diresepkan oleh dokter itu, aku mulai jarang melihat Torsi. Kadang aku merasa kesal saat tiba-tiba teringat Torsi kenapa dia tidak menemuiku?

Hingga suatu kali saat aku ingin bertemu Torsi, aku sengaja tidak meminum obatku. Dan aku berhasil menemuinya.

“Kemana saja kamu?” tanya Torsi. Aku tidak mengatakan pada Torsi perihal obat yang ku konsumsi. Karna obat itulah kami jarang bertemu.

Ikuti tulisan menarik Acha Hallatu lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler