x

Guru memberikan pelajaran kepada sejumlah siswa di kelas 4 yang kekurangan bangku dan meja di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Tegal 04, Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin 29 Juli 2019. Kekurangan meja dan bangku di SDN 04 Tegal sudah terjadi hampir dua tahun terakhir sehingga membuat murid belajar di lantai, dan pihak sekolah sudah mengusulkan ke Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor namun belum ada realisasinya. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Iklan

Dr. Asep Totoh,SE.,MM

Guru SMK Bakti Nusantara 666 Cileunyi Kab.Bandung
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Minggu, 5 Desember 2021 08:47 WIB

Guru (Kapan) Sejahtera?

Nasib guru honorer sejatinya pahlawan tanpa tanda jasa, keberadaannya masih belum menggembirakan. Selain kesejahteraan minim, penggajiannya kadang telat, masa depan keluarganya belum menentu, guru juga belum mendapat perlindungan hukum dan jaminan hidup yang sewajarnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

APRESIASI  setinggi-tingginya terhadap dedikasi tinggi dan jasa mulia guru sebagai jembatan emas menuju Indonesia maju. Tidak bisa dipungkiri pasti ada jasa dari para guru pada setiap posisi dan prestasi yang pernah diraih seseorang yang pernah dididiknya.

Kurang sejahteranya nasib guru honorer menjadi hal yang disoroti dalam peringatan Hari Guru Nasional, Kamis (25/11/2021) sebagaimana diwartakan diberbagai media. Kualitas pendidikan yang baik tidak akan terwujud apabila keadaan guru masih belum sejahtera.

Tidak dinampikkan jika kesejahteraan guru honorer selalu menjadi isu pada setiap peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei maupun Hari Guru Nasional. Para guru honorer mengajar dengan pendapatan jauh dari kata layak bahkan seperti sukarelawan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Nasib guru honorer sejatinya pahlawan tanpa tanda jasa, keberadaannya masih belum menggembirakan. Selain kesejahteraan minim, penggajiannya kadang telat, masa depan keluarganya belum menentu, guru juga belum mendapat perlindungan hukum dan jaminan hidup yang sewajarnya.

Jiak berdasarkan pendapatan yang diperoleh maka Guru non-PNS atau honorer sendiri terbagi menjadi dua golongan, yakni tersertifikasi dan belum tersertifikasi. Ketentuan ini sudah termasuk guru di negeri maupun di swasta. Lain lagi dengan guru non-PNS atau honorer yang direkrut oleh masing-masing sekolah, maka upah dan tunjangan diatur berdasarkan peraturan sekolah tersebut.

Sebuah survei yang menyebutkan bahwa separuh dari responden guru honorer bergaji di bawah Rp 500.000 sebulan. Keberadaan mereka bukan saja guru yang ada di pedalaman melainkan juga guru yang berdomisili di perkotaan ataupun sekitar pusat pemerintahan.

Ironis memang ketika ditemukan guru honorer atau guru yayasan yang hanya mendapat honor sekitar 300 ribu perbulan, tentunya penghasilan tersebut jauh dari kata layak. Nominal ini jauh berkali lipat dari gaji para guru ASN, jika dengan konversi Rp 10.000 per hari keniscayaannya para guru honorer dituntut untuk memenuhi segala kebutuhannya dari mulai ongkos ke sekolah hingga kebutuhan di rumah.

Sampai dengan saat ini pemerintah memang sudah serius memajukan kesejahteraan guru serta mendorong peningkatan mutu pembelajaran. Hal tersebut bisa terlihat dari kesejahteraan guru berstatus ASN, melalui pemberian tunjangan profesi guru (TPG) dan terbaru program  guru PPPK. Akan tetapi belum menyeluruh bagi guru honorer atau guru swasta yang bergantung pada yayasan. yang kesejahteraannya belum memiliki kepastian, lantaran bergantung pada sekolah tempat penugasan.

Menjadi sebuah pertanyaan, apakah tingkat kesejahteraan berbanding lurus dengan kinerja dan peran guru. Antitesis dan bisa dipastikan jika guru yang sejahtera dengan kompensasi (honor, tunjangan, insentif, dan lainnya) yang memadai akan memiliki kualitas dalam mengembangkan profesionalitas dan karier keguruannya.

Bisa jadi berlaku tentunya ketika dibandingkan dengan kondisi guru-guru di luar negeri. Misalnya saja, guru internasional di Canada digaji sebesar 9.789 dolar AS per bulan, sedangkan rerata guru biasa di sekolah Singapura memperoleh kompensasi 3,023 dolar AS per bulan atau sekitar Rp 30 juta.

Belajar dari hasil riset Hannele Niemi (2015), Teacher Professional Development in Finland: Towards a More Holistic Approach, menunjukkan sistem pendidikan di Finlandia itu sangat maju dengan model sekolah inovatifnya karena sistem dan model pengembangan profesionalitas guru bersifat holistik integratif dengan apresiasi tinggi dan kompensasi yang menyejahterakan dan membahagiakan guru. Rerata guru di Finlandia (2020) diapresiasi dan diberi kompensasi sebesar 3,570 Euro (sekitar Rp 60 juta per bulan).

Menjadi sebuah pembanding jika belajar dari sistem pendidikan di Finlandia maka peningkatan kapasitas, profesionalitas, dan kompetensi guru Indonesia dengan kompensasi yang mensejahterakan merupakan kata kunci pembenahan sistem pendidikan nasional. Guru akan memiliki loyalitas dan dedikasi tinggi dalam mengembangkan karier keguruan dan kinerja berkualitas, apabila hidupnya sebagai manusia disejahterakan. Dan upaya peningkatan kesejahteraan tidak hanya terkait dengan kompensasi finansial bulanan semata, tetapi juga kesejahteraan batinnya.

Alhasil, kesejahteraan dan kualitas guru menjadi indikator yang utama dalam mewujudkan pendidikan nasional yang paripurna. Semoga para guru di Indonesia memiliki kualitas dan kesejahteraan yang jauh lebih dari memadai..Aamiin

Ikuti tulisan menarik Dr. Asep Totoh,SE.,MM lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu