x

Cuplikan saat mengajar

Iklan

Roswita Rusdi

Guru Biologi SMAN 5 Makale
Bergabung Sejak: 3 Desember 2021

Minggu, 5 Desember 2021 12:10 WIB

Kisah dari Tana Toraja: Tetap Merdeka Dalam Keterbatasan

Sebuah kisah suka dan duka dalam proses pembelajaran online di era pandemi Covid-19

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menjadi guru di tengah pandemi sangatlah tidak mudah. Banyak hal baru yang ditemui bahkan hal yang menurut kami itu sulit, namun harus dilakukan. Dinamika proses pembelajaran mengharuskan guru dan peserta didik agar bisa menguasai teknologi untuk mendukungnya komunikasi dua arah. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kerumunan dan memutus rantai penularan covid-19 dilingkungan sekolah.

 

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa ada saja hambatan dalam mencapai suasana belajar yang baik dan juga proses pembelajaran yang efektif. Seperti contoh, masih banyak tenaga pendidik yang kurang menguasai beberapa teknologi dan aplikasi canggih untuk dijadikan alat penunjang belajar termasuk saya. Terkadang terlintas di benak bahwa, jika sebagai seorang guru belum paham dengan aplikasi tersebut, lantas bagaimana dengan peserta didik? Berusaha mempelajari hal baru itu sulit, namun mengajar harus tetap berlanjut. Mempelajari aplikasi meeting, mulai membuat grup whatsapp, membaca tugas dari layar handphone, hingga melakukan absesnsi via online sudah menjadi makanan sehari-hari bagi kami guru “online”. Akses untuk mempelajari aplikasi-aplikasi pembelajaran pun sulit bagi kami yang didaerah dikarenakan minimnya pengetahuan dan kurangnya sumber daya manusia untuk mengajarkan cara menjalankan aplikasi pembelajaran tersebut. Namun semua itu tidak menghalangi kami untuk terus mengajar. Mulai meminta bantuan dari anak, keponakan, hingga tetangga hingga menonton tayangan youtube yang mengajarkan cara menjalankan aplikasi pembelajaran.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Tak terbatas duka dari tenaga pendidik, banyaknya masalah dalam proses pembelajaran juga dialami peserta didik bahkan orangtua murid. Mulai dari masalah kecil seperti koneksi jaringan hingga tidak memiliki gadget sebagai media pembelajaran tak sedikit dirasakan oleh peserta didik terutama bagi mereka yang pekerjaan orangtuanya terdampak pandemi. Didaerah pedesaan yang mayoritas bekerja sebagai pekerja kebun, tentu saja memiliki dampak terhadap pandemi. Penghasilan yang menurun membuat orang tua murid harus menabung untuk menyisihkan penghasilannya karena harus membelikan gadget anaknya.

 

Sejak penerapan merdeka belajar oleh menteri pendidikan dan kebudayaan, peserta didik memiliki kebebasan, kemandirian dan kemerdekaan untuk menentukan sendiri cara terbaik dalam proses pembelajaran dilingkungan pembelajaran. Seorang murid kami, yang tinggal jauh dari pusat kota di Makale, Toraja diketahui tidak memiliki gadget namun tetap mengikuti kelas dengan cara menumpang ke temannya yang memiliki gadget dan harus berbagi bersama. Merasa tidak enak menumpang dengan temannya, cara lain dilakukan untuk tetap mengikuti proses pembelajaran dengan mendatangi rumah kami para guru. Setiap hari murid tersebut membawa tugas yang kami berikan ke rumah kami dengan tetap mengikuti protokol kesehatan. Keterbatasan tidak membuatnya lelah namun memberi semangat dalam belajar. Masyarakat di kampung ini, memiliki semangat yang luar biasa untuk bisa bersekolah dan mendapatkan ilmu terlihat dari banyaknya masyarakat Tana Toraja yang merantau di Kota kota besar Indonesia. 

Melihat masalah yang dihadapi murid tersebut, kami guru berinisiatif untuk memberikan gadget melalui donasi bersama antara guru dan murid untuk siswa yang memiliki orang tua terdampak pandemi. Namun sebelum itu, dilakukan pendataan mengenai kondisi ekonomi keluarga murid tersebut. Dari donasi yang terkumpul, akhirnya dikonversi menjadi gadget untuk membantu murid dalam proses pembelajaran. Selain membantu, kegiatan seperti ini menumbuhkan rasa empati murid terhadap murid lainnya. Memudarkan kesenjangan sosial antar murid, dan mempererat silaturahmi antara murid dan guru. Mungkin terdengar biasa, namun bagi kami didaerah hal ini sangat berarti.

Cerita pendek seperti ini tidak terbatas karena masalah sebuah gadget saja namun beberapa murid juga rela menumpang di rumah keluarga untuk mendapatkan akses internet yang lebih cepat. Slogan jaga jarak tidak menyebabkan terhentinya silaturahim antara guru dan murid. Daring pembelajaran, namun luring kemanusian.  Dari teknologi digital untuk kemerdekaan dalam belajar.  

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Roswita Rusdi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler