x

Iklan

Ulin Kucrut

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 4 Desember 2021

Minggu, 5 Desember 2021 12:46 WIB

Elegi Pagi


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sang surya masih malu-malu menampakkan sinarnya dibalik kabut. Di sebuah rumah lantai dua, seorang ibu dengan penuh ketulusan menghidupkan suasana rumahnya, menyiapkan sarapan untuk suaminya yang seorang dosen dan dua anaknya yang semuanya berprestasi. Si sulung yang menjadi sarjana arsitektur dan si bungsu yang menjadi atlet basket di sekolahnya.

“Rizal, Andi! Sudah shalat subuh belum, Nak?” Teriak Halimah dari ruang dapur sembari mengaduk tumis kacang Panjang dan tempe diatas wajan. “Sudah, Bu.” Jawab Rizal dan Andi serempak dari atas kamar mereka. Seorang pria berkacamata, lengkap dengan kemeja rapi dan tas hitamnya turun dari tangga menyapa istrinya. “Masak apa, Bu?” Halimah tersenyum. “Tumis kacang sama tempe, Yah.” Laki-laki itu mengangguk lantas duduk di meja makan sembari membuka laptop. Tak berapa lama kedua anak mereka turun dari kamar menghampiri ayah dan ibunya. Halimah menaruh mangkok besar berisi makanannya ke meja makan. Menyiapkan piring untuk suaminya dengan penuh cinta. “Bu, nanti ayah mungkin pulang malam. Ada kelas tambahan buat mahasiswa skripsi.” Ujar Johan, suami Halimah. “Iya, Yah. Nggak papa. Yang penting jangan lupa makan dan shalat,” jawab Halimah Meja makan itu dipenuhi cinta dari tulusnya Halimah untuk keluarganya. Matahari yang tersembunyi, kini beranjak naik membuka pagi, memulai hari baru, dan lembaran kisah baru. Suami dan anak-anak Halimah pergi meninggalkan rumah menjemput kegiatan masing-masing. Hari ini, Halimah tidak masuk kerja. Ia seorang guru di sebuah SMP di kotanya yang memiliki satu hari cuti. Halimah memanfaatkan waktu liburnya untuk merawat bunga-bunga dan merapikan taman kecil di depan rumahnya. Bruk! Brak! Bruk! Brak! Tiba-tiba terdengar suara gerbang yang dipukul oleh seorang Wanita. Halimah keheranan ada apa yang membuat wanita itu tampak marah memukul gerbang rumahnya. Halimah menghampiri Wanita tersebut “Maaf Bu, ada apa ya?” Tanya Halimah keheranan. Wanita itu tetap memasang wajah murka. Lalu disebelahnya ada seorang gadis berambut Panjang tergerai menunduk lesu. “Lihat gadis ini, Bu! Dia hamil! Suamimu bejat sekali. Lihat bagaimana seorang dosen menghamili mahasiswanya! Saya kesini untuk meminta pertanggung jawaban Pak Johan atas anak saya! Mana suamimu?” Wanita itu tanpa ampun mengutarakan amarahnya pada Halimah. Pagi yang Halimah pikir akan indah seperti bunga-bunganya dan cerah secerah langit hari ini, tiba-tiba lenyap oleh pernyataan Wanita itu. Ia ditampar bukti bahwa suaminya telah menodai gadis yang tak lain adalah mahasiswanya. Derai tangis membasahi wajahnya. Kau pasti tahu bagaimana luka hati seorang istri yang tulus mencintai suaminya tapi justru dikhianati? Kau pasti membayangkan mungkin lebih baik mati dari pada dikhianati, bukan? Malam dengan kegelapannya datang, sang suami pulang bukan untuk mendapat pelukan istri dan anak anaknya, melainkan murka yang ia tak sangka. Rizal, si sulung emosi melontarkan caci dan serapahnya pada laki laki yang 24 tahun ini ia panggil ayah. Sementara Andi, tak mampu lagi berkata selain merangkul Halimah yang terduduk sedu menangis melihat suami dan anak sulungnya emosi. “Ayah tidak melakukan itu semua, itu semua bohong! Bu, ayah tidak mungkin melakukan dosa itu dan mengkhianati kalian!” bela Johan dengan emosi tinggi. “Lalu gadis yang tadi pagi menemui ibu siapa, Yah?” Halimah akhirnya berkata, masih dengan isak tangis. Ia ingin Johan berkata jujur, ini pertanyaan terakhirnya. Sayangnya Johan hanya membisu. Seolah membuktikan bahwa benar ia bersalah. Tak ada satu kata pun keluar dari mulutnya. Kali ini laki-laki yang selama bertahun-tahun dianggap sebagai pahlawan dan teladan, ia telah gagal dan kalah dalam bahteranya sendiri. Mau tidak mau, Johan tetap tersangkut hukum, mendekap dibalik jeruji besi karena ia tak bisa membuktikkan bahwa ia tak bersalah. Halimah pun tak bisa membantu karena setelah malam mengerikan kemarin, Halimah memutuskan untuk bercerai dengan suami yang sebenarnya sangat ia cintai. Hidup Halimah seperti sudah tak ada yang harus dipertahankan. Malam yang dingin dan siang siang yang terik, ia lalui dengan sayatan batin yang terus menggerogoti psikisnya. Hingga suatu hari Halimah hampir mengakhiri hidupnya dengan meminum racun. Namun, tuhan tidak mengizinkan hal itu terjadi. Si bungsu Andi yang saat itu mengetahui langsung mencegah dan memeluk ibunya. “Istighfar, Bu. Kita harus tetap bertahan apapun ujiannya. Ini memang berat, Bu. Tapi Ibu harus bangkit, Ibu harus kuat. Andi dan Mas Rizal tetap disini bersama Ibu.” Ucap Andi menguatkan ibunya meski ia sendiri masih berat menerima kenyataan keluarganya. Halimah bangkit mengikhlaskan cerita pahit tentang mantan suaminya. Ia Kembali membangun hari-hari baru yang lebih baik bersama anak-anaknya. Ia merasa lebih baik setelah ia tahu anak-anaknya tidak ikut terpuruk. Mereka justru menuai kesuksesan yang membuat Halimah bahagia. Rupanya Rizal dan Andi sekuat tenaga melakukan apa yang mereka bisa agar ibu mereka tidak larut dalam kesedihan. Rizal yang kemarin diterima di perusahaan menjadi kontraktor dan Andi yang mendapat beasiswa di bidang olahraga. Memang tidak butuh waktu yang sebentar untuk menata Kembali hati yang porak-poranda. Namun, tidak akan pernah memberi ujian melainkan ada balasan indah nantinya ketika hambanya mau menghadapi ujian itu dengan sabar ikhlas dan tawakal Di sepertiga malam yang dirundung sunyi, doa dan cerita yang pahit itu Halimah adukan pada Sang Mahakuasa. Permohonan ampun dan syukur jadi satu dalam tangis dan tangkupan tangan dibalik mukena Panjang. Halimah bersyukur karena rahmat tuhannya ia masih diberi hidup sampai saat ini. Dan kini ia telah ikhlas tentang apapun yang dulu terjadi. “Rizal, Andi, ini dikasihkan ke ayahmu, ya.” Ucap Halimah menyodorkan susunan rantang berisi masakannya. Rizal dan Andi terdiam sebentar. Sedetik kemudian mereka tersenyum. “Siap ibuku yang cantik” jawab mereka serempak. Kedua anak itu pergi meninggalkan rumah. Halimah sendiri pagi ini juga, akan berangkat bekerja. Ia menutup pintu rumah. Menghela napas, lalu tersenyum. “Hari ini pasti lebih baik dari kemarin” batinnya. Namun, saat ia membalikkan badan seseorang wanita sudah berdiri di depannya. Rupanya Halimah kedatangan tamu dari masa lalu. Gadis itu kembali ke rumahnya sambil menggendong bayi. Ia tiba-tiba bersimpuh di depan Halimah sambil menangis tersedu-sedu. Halimah yang tak tega mengulurkan tangannya membantunya berdiri. “Bu Halimah, maafkan saya,” ucap gadis itu. Halimah hanya mengangguk. “iya, Nak. Sudah lupakan saja. Eh kamu sudah makan belum? Yuk, masuk dulu sarapan” ujar Halimah berbaik hati. “Bu, “panggil gadis itu Halimah menatapnya iba. “Sebenarnya bayi ini bukan anak pak johan, beliau difitnah rekan sesama dosennya dan mengatasnamakan beliau yang telah memperkosa saya. Maafkan saya bu. Keluarga saya terlilit hutang dan terpaksa melakukan semua ini untuk menutupi hutang keluarga saya. Maafkan saya Bu” terang gadis itu sambal sesenggukan. Halimah menghela nafas berat sekali lagi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Ulin Kucrut lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler