"Iya, Bang. Udah bangun, nih."
"Nyenyak kak, tadi malam Kevan mimpi indah banget." Jawab Kevan dengan nada riangnya.
"Nanti aja ceritanya, cepet dimakan nanti telat."
"Bang Gio enggak asik, nih." Kevan menolak.
"Bawel banget, sih, Bang." Gio yang mendengar itu langsung menyentil dahi Ervin.
"Kevan." Gio mengerutkan dahi ketika sang adik sedang tertidur dengan balutan selimut.
"Dari mana?" Satu kata yang mewakili semuanya.
"Latihan buat tanding besok." Jawab Ervin santai saat memasuki kamar sang kakak.
"Kenapa pesannya enggak dibales?"
"Maaf, Bang. Tadi baterainya abis belum sempet dicharge karena latihan."
"Bang Gio udah makan?" Tanya Ervin dengan nada pelannya.
“Maaf.” Seperti biasa kakanya pasti langsung mengatakan itu jika kelepasan.
"Kalau ada sesuatu bilang. Keadaan lagi enggak baik."
"Jangan diulangi lagi." Nada bicara Gio sudah agak menurun.
"Oiya, Bang Gio udah makan?" Kakanya masih belum mau menjawab.
“Kevan sakit.” Seketika tubuh Ervin menegang.
“Jangan bohong Bang, lebih baik marah-marah aja kaya tadi.” Ujar Ervin tidak suka.
“Suhunya udah turun, Bang.” Gio yang mendengar itu hanya bisa tersenyum.
Tidak terasa hari sudah berganti, hari ini adalah hari minggu dan sama seperti hari-hari yang lain. Walaupun hari libur, ayah mereka tetap berkutat dengan urusan kantornya, menurut info dari ayahnya, keadaan kantor sedang dalam kondisi tidak prima, tidak sedikit proyek yang gagal, karena itu ayahnya sering lembur kerja. Perusahaan tempat ayah dan ibunya bekerja juga berbeda.
“Siapa tadi?” Gio kenal suara itu, tapi kenapa jam segini ayahnya sudah pulang.
“Siapa!” Takut terjadi sesuatu akhirnya Gio menghampiri mereka.
“Udah aku bilang dia cuma teman kantor.”
“Teman kantor atau teman hotel?” Waktunya tidak tepat untuk membahas hal ini, setidaknya harus ada Ervin yang sekarang sedang menemani Kevan dikamar. Sebenarnya Gio dan Ervin sudah tahu kalau ibunya pernah bermain di belakang dan itu benar adanya, karena mereka pernah mencari tahu soal itu.
“Pah udah, jangan berisik.” Gio berusaha mengambil perhatian ayahnya.
”Udah, Pah!” Bentak Gio ketika ayahnya main tangan terhadap ibunya.
“Kamu kasian sama dia, Gio?” Sebenarnya dirinya juga sudah muak dengan semua ini.
“Udah berani kamu melawan Papah, Gio!”
“Kamu berubah, Gio.” Kali ini ibunya mengambil suara.
“Ervin pulang.” Waktu yang tepat. Atensi mereka langsung menuju adiknya.
“Papah!” Piala itu baru saja membentur lantai keramik.
“Lomba tidak berguna, contoh kakak kamu, dia sering menang lomba olimpiade.”
“Bang.” Ternyata adik yang satu itu sudah pulang.
“Kevan nanti sama kita kan, Bang?” Mengucapkan kalimat itu saja membuat Ervin bergetar.
Ikuti tulisan menarik Septi Nk lainnya di sini.