x

Peta Kosmis Tetangga Dekat Tata Surya. newscientist.com

Iklan

Ulida Anggraini

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 4 Desember 2021

Rabu, 8 Desember 2021 13:05 WIB

Semesta dan Perubahan

Cerpen berikut berisikan tentang semesta dan segala perubahan yang selalu berkaitan. Tentang alam yang berubah seiring berkembangnya waktu bersama manusia yang mempengaruhinya. Juga mengajak manusia untuk menjaga alam semesta kita ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mobil putih dengan merek yang cukup ternama melenggang bebas di jalanan kota yang tampaknya tak pernah sepi. Terlebih lagi ketika pada saat awal jam produktif seperti saat itu. Dengan banyak mobil pribadi dan kendaraan umum yang lalu lalang, bahkan tampak beberapa mobil terbang disisi jalan lain.

Gadis cantik yang sudah tampak dewasa dengan kaca mata yang selalu dia kenakan mengamati jam tangan yang seakan tertancap di lengannya, tentu saja karena kemajuan teknologi saat itu. Kemudian bergantian menatap ke arah temannya yang sedang berfokus mengendarai mobil dengan jari yang dia hentakkan di sebuah tablet.

"Rein, kalau kita terlambat itu berarti salahmu" Gadis berkacamata itu mulai membuka bicara setelah sekian lama hanya diam. Tanpa mengalihkan pandangannya masih menatap ke arah temannya dengan menampilkan ekspresi yang khawatir dan kesal yang tampak menyatu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Reina, nama wanita yang sedang fokus mengendarai atau lebih tepatnya mengendalikan mobilnya, yang tampaknya seperkian detik lalu fokus itu hampir buyar karena pernyataan temannya itu.

"Heii, apa-apaan bukan aku yang salah " Reina menyangkal, tatapannya masih terus berfokus pada jalanan, tapi siapa pun yang akan menatapnya pasti tahu, Reina menampilkan ekspresi yang tak suka, tentu saja karena pernyataan temannya itu.

"Lalu salah siapa? tentu saja bukan salahku"

Gadis itu tidak marah, dia hanya kesal. Walaupun dia tahu hal itu akan terus terulang. Tapi Biar saja, tetap saja ini tentang hari ini. Walaupun nyatanya akan terulang lagi minggu depan.

"Tentu saja bukan si perfeksionis sahara, lagi pula aku juga tidak menyalahkanmu"

"Lalu?"

"Aku menyalahkan semesta, dan segala manusia yang mempermainkannya"

Sahara, nama gadis cantik berkacamata itu. menatap nanar ke arah Reina, temannya yang selalu tidak tahu kesalahannya dan tidak mau disalahkan. Dan satu lagi selalu menyalahkan apa pun yang dikehendakinya, seperti sekarang menyalahkan semesta, gagasan apa itu?

"Rein, ilmu mengada-ngadamu tampak bertambah sekarang" kata sahara sembari menghempaskan punggungnya ke jok mobil. lalu mendengus lelah dan mulai menatap keluar jendela. "

Aku tidak mengada-ngada sahara, kita selalu bergelut tentang teori apa pun tentang alam ketika di kampus, dan mencoba tidak membahasnya ketika keluar dari pintu kelas, tapi apakah kau mau kita membahas hal serius sekarang?" Reina berkata santai, namun tampak bersungguh Sungguh.

"Aku tidak ingin membahas apa pun Reina, aku hanya ingin kau menyadari kita sudah dewasa. Sudah tidak seharusnya karena hal kecil menjadi alasan tidak masuk kelas" sahara masih dalam kekhawatirannya.

Lagi pula umur mereka sudah dua puluh tahun, telah lama beranjak menjadi gadis dewasa. Seharusnya mereka memang sudah serius dalam mengajar cita-cita mereka.

Andai saja dirinya mempunyai mobil terbang, mungkin sekarang dia sudah duduk di bangku kelasnya, bukannya masih duduk di Jok mobil milik temannya yang teramat sulit dinasihati.

"Itu bukan alasan kecil Sahara!" Ucap Reina tak mau kalah.

"Tentu saja alasan kecil, hanya karena petir..."

"Heyy, aku takut petir" Reina dengan cepat menimpali. Dia memang takut dengan kilatan petir, baginya dia itu fenomena semesta yang menakutkan. seakan melupakan petir adalah sebagian kecil dari yang bisa dikatakan mengerikan. Karena pada kenyataanya masih banyak fenomena besar Semesta yang lebih mengerikan.

"lagi pula siapa yang tahu, setelah mendung dan beberapa kilatan petir kemudian alam menjadi cerah seperti ini" Ujar Reina menambahi.

Sahara mendongak, menatap ke arah langit yang cerah, walaupun tidak secerah dulu.

Reina benar, tidak ada yang tahu tentang perubahan suasana semesta itu. Tapi bukankah itu memang cara bekerja alam, berubah. Entah itu perubahan baik atau buruk, entah itu menyakitkan atau menyenangkan, dan di sadari atau tidak, alam memang berubah seiring berjalanya waktu.

Pagi itu adalah contoh kecil dari yang dinamakan perubahan yang disajikan alam. Karena pada kenyataannya semesta sudah banyak melakukan perubahan.

Reina dan Sahara adalah dua gadis yang cukup tahu tentang alam. Sudah banyak materi yang mereka dapat dari program studi klimatologi, tentang alam dan segala yang berkaitan tentangnya. Serta sudah membaca berbagai buku yang terdapat unsur alam didalamnya.

"Itu hanya alasanmu Reina, siapa pun juga tahu akan ada kemungkinan untuk perubahan itu" ucap Sahara menanggapi perkataan temannya Reina tersenyum tak berdosa, itu memang hanya Sebuah alasan.

"kau mengira aku malas Sahara?"

"Aku tidak mengira, kau memang malas" Ucap Sahara yang sekarang menatap ke arah temannya yang menampilkan ekspresi terkejut. Sahara yang melihat keterkejutan temannya itu hanya tertawa.

Sahara hanya bercanda, temannya tidak semalas itu. Reina adalah gadis yang mempunyai mimpi besar walaupun terkadang Khilaf, dan melupakan impiannya. Dan sahara seakan menjadi pengingat, mengingatkan Reina tentang segala impiannya ketika Reina melupakan itu. Mereka dua gadis yang sama-sama berambisi, Selalu tidak ingin menjadi mahasiswa yang biasa saja Segala biasa Dan bagi mereka kehidupan memang tentang harapan walaupun akan selalu ada dua sisi kemungkinan, terwujud atau terbengkalai. tapi dua gadis dewasa itu selalu memilih opsi pertama, serta mengupayakannya, sampai impian itu disebut dengan impian yang terwujud.

Mobil putih itu terus melaju di jalanan kota yang cukup padat di penuhi kendaraan yang lalu lalang di pagi itu. Mereka berdua tinggal di flat yang Jaraknya hampir 5 km dari kampusnya. Entahlah 2 gadis dewasa itu memang sering memiliki selera yang sama.

Setelah bermenit-menit berada di jalanan akhirnya Reina dan Sahara sampai di kampus kebanggaan Mereka. Tidak . menunggu waktu lama, segera Reina mencari tempat dimana dia bisa memarkirkan mobil kesayangannya, tentu mobil itu dari kedua orang tuanya.

"Lihat sahara belum sepi" Sahara mendengus mendengar pernyataan Reina,

"tentu saja, ini bukan sekolahan ini perkuliahan". Reina menanggapi temannya dengan tawa hambar kemudian Reina mendongak menatap langit ketika di masih berada di dalam mobilnya, langit masih cerah tapi turun gerimis yang cukup deras.

"langit maunya apa?" Gumam Reina.

"langit mau Rain na" Sahara menanggapi dengan sedikit tertawa kemudian membuka pintu mobil dan sedikit berlari menuju gedung tempat tujuan mereka.

Reina yang ditinggal kan sendirian di dalam mobil pun mulai mengikuti sahara tepat dibelakangnya. Setelah 5 menit berlari di tengah gerimis, mereka sampai di gedung yang bertuliskan Klimatologi.

Perasaan sahara tampak lebih cemas sekarang, mereka sudah jelas-jelas terlambat hart ini. Seakan tidak siap jika mendapat hukuman.

Sampai sahara sudah berada dikelasnya, berdiri diambang pintu menatap nanar ke penjuru kelas, perasaannya bercampur antara terkejut dan bahagia.

"Aku kira ini tidak nyata" Gumam sahara masih berdiri diambang pintu.

"nyatanya ini nyata" seseorang menimpali tepat di samping sahara berdiri, siapa lagi kalau bukan temannya Reina.

Gadis itu tampak berbinar-binar ketika menyadari dosennya belum dikelas. Sahara segera berjalan mengabaikan Reina, menuju kasalah satu temannya.

"Dosennya ke mana Ary?" Tanya sahara pada salah satu temannya.

Ary, pria itu adalah ketua kelas dikelasnya. "Dosennya tidak masuk hari ini" jawab Ary yang masih sibuk mengetikkan sesuatu di tablet berukuran sangat tipis hampir sama seperti kerja sama HVS, yang dapat dilipat dengan mudah.

Itu hal lumrah tugas tidak lagi dikerjakan diselembaran kertas dengan tulisan berbahan tinta, hal itu sudah lama ditinggalkan. Mereka kini hidup di tahun 2051.

"Benarkah?!" Suara lengkingan itu menimpali lagi, tentu saja si Reina.

"kau serius, kenapa tidak masuk?" Tanya Reina lagi.

"Beliau harus menyambut saudaranya yang terkena dampak pemanasan yang paling parah dan sekarang akan tinggal di rumah beliau" Ary mencoba menjelaskan pada intinya.

Sahara mengangguk, dirinya juga tahu di belahan kota lain, pemanasan global yang parah itu nyata adanya.

"hanya itu alasannya ?" Tanya Reina kepada Ary, lagi.

Ary yang mendengar itu menatap Reina dan mengerutkan dahinya, mengisyaratkan keheranan dengan pertanyaan Reina.

"Tentu saja Reina, Beliau tetap berada dirumahnya menyambut keluarganya adalah bentuk simpati, Sebagian kecil dari ilmu memanusiakan manusia"

"lagi pula kau senang kan?" Bisik sahara lirih kepada Reina.

"Ya, tentu saja aku senang" Jawab Reina cukup keras.

Membuat Ary refleks menoleh lagi menatap ke arah Reina kemudian ke arah Sahara bergantian. "Ya, tentu saja kau serang, kalian berdua terlambat dan ini adalah keberuntungan untuk kalian berdua"

Reina tersenyum miring menanggapi Ary, "Tentu saja, kita memang Selalu beruntung" Ucap Reina sembari merangkul baku sahara yang masih ada disampingnya.

Kemudian hampir melangkah pergi dari hadapan Ary. Tapi perkataan Ary selanjutnya seakan berhasil menghentikan langkah mereka berdua.

"Tentu saja dosen itu masih bisa mengawasi kita, tugas-tugas masih menyertai dua orang beruntung seperti kalian Ucap Ary.

Reina Segera melanjutkan langkah menuju bangku mereka masing-masing. Tentu saja dengan ekspresi yang tampak tidak bersahabat. "Tidak apa-apa aku menyukai tugas" Ucap Reina dengan tersenyum kecut tepat saat mereka sudah duduk.

Sahara menahan tawa, dia tahu Reina tidak menyukai apa pun yang berkaitan dengan tugas.

Tempat duduk Sahara dan Reina berdekatan, Reina tepat berada di depan sahara, sangat mudah bagi mereka untuk berinteraksi.

"Sahara, bagaimana kalau tugas ini kita kerjakan di flat" Ujar Reina memberi ide yang tampaknya ide tidak baik.

"Reina!!, aku mendengarmu! tugas itu harus selesai hari ini" Teriak Ary yang jaraknya tidak terlalu jauh dan Reina, otomatis pria itu bisa mendengar lengkingan suara khas Reina yang amat merdu sekali.

Reina memutar bola matanya mendengar seruan Ary, kemudian gadis itu membalik bangkunya menatap be arah Sahara yang sedang menahan tawa.

"Ary sudah mewakilkan jawabanku " Ucap Sahara lirih dengan tersenyum manis ke arah temanya yang tampak kesal.

"Ya, pria itu sulit" Ary menoleh tapi diabaikan.

"Sudah jangan mengeluh, kerjakan" Segera mereka berdua melanjutkan mengerjakan dengan menghentakkan jari mereka di tablet masing-masing. Reina masih dengan wajah murungnya sedangkan Sahara mengerjakan dengan suka rela.

"Aku mulai mengkhawatirkan sesuatu sekarang" Ucap Reina tiba-tiba setelah beberapa menit mereka berdua fokus pada soal masing-masing.

Sahara mengerutkan dahinya mendengar pernyataan itu, tapi tangannya masih terus sibuk. "Apa yang kau khawatirkan Rein" Sahara menoleh sebentar sebelum dia mengetik lagi.

"Tentang pemanasan global yang berada di belahan kota lain" Sahara diam, belum niat menimpali hanya menyimak.

"Sepertinya aku benar tentang yang kubicarakan tadi pagi, tentang manusia yang mempermainkan semesta, sebagian besar dari hal itu nyatanya karena ulah manusia, aku tahu disisi lain juga ada dampak baiknya, bukankah lebih baik lagi menghindari sesuatu yang mempunyai dampak buruk yang besar. Aku juga tahu ini semua sudah terlanjur, tapi bukankah bisa, Manusia membuat masalah maka harusnya bisa membuat solusi"

Penjelasan Reina panjang lebar mampu membuat Sahara berhenti mengetik dan fokus pada penjelasan temannya itu. "Tapi bukankah memang sudah banyak yang mencari solusi tentang masalah itu, Rein" Ucap sahara mulai menanggapi.

"Ya, benar, tapi bisakah lebih tepat, atau memutar otak supaya tercipta ide baru yang mungkin menghasilkan solusi yang lebih cepat" Reina mencoba menimpali lagi.

Sahara mengangguk, "Ya, kita tidak pernah tahu seberapa besar seseorang mengupayakan solusi untuk pemanasan global yang sudah terjadi berpuluh-puluh tahun lalu, doakan saja"

"Tapi sahara, ini hanya tentang satu pembahasan, belum yang lainnya, kita belum membahas tentang perubahan iklim, yang mulai kita rasakan dampaknya sekarang, dan siapa yang tahu akan ada dampak besar dikemudian hari dimasa depan"

Gagasan itu mampu membuat Sahara berpikir "Ya, aku tahu pemanasan global memang sesuatu yang nyata jika berbicara dampak ke bencana maka jumlah bencana meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 1970-an hingga dekade terakhir. Ini menambahkan tanda-tanda bahwa peristiwa menjadi sering karena pemanasan global"

"Sepertinya kita akan membahas hal berat sekarang" imbuh sahara sembari menaikkan satu alisnya. Tentu saja, apa pun yang berkaitan dengan alam, sepertinya kita akan nyambung" Sahara menanggapi dengan anggukan.

Mengingat Reina dan Sahara adalah Mahasiswa klimatologi, Otomatis mereka berdua saling mengerti jika membicarakan tentang alam.

"kalau pemikiranmu sudah sejauh mana Sahara? kalau pemikiranku sudah tentang kepunahan alam dan manusia"

"Kepunahan alam dan manusia?? Uhhh.. pemikiran yang jauh" Ucap Sahara menanggapi. Tapi dirinya masih belum terlalu serius karena dia mengira Reina tidak seserius itu sekarang. Ditambah lagi Reina memang jenis manusia yang suka bercanda.

"Ya tentu saja, Sahara, Apa salahnya tentang pemikiran sejauh itu. Aku tahu ini bukan tentang hidup kita masih sampai pada saat itu atau tidak. Tapi ini tentang kehidupan generasi manusia dan alam semesta selanjutnya, kalau bukan generasi manusia sekarang yang menjaga alam semesta, siapa lagi yang akan menjaga alam semesta kita ini" Ujar Reina masih serius dan Sahara mulai mengikuti alur keseriusan itu.

Kemudian Sahara mengangguk "kau benar, benar sekali Reina, tapi yang menjadi sebuah masalah adalah tidak semua manusia berpikiran seperti dirimu, bahkan kau tahu lebih banyak yang abai tentang menjaga alam. Entah tidak peduli atau kurang pengetahuan, tapi intinya masih banyak yang tidak menyadari cara menjaga semesta" Ujar Sahara mengikuti alur pembahasan dari Reina

"Tentu saja kalau manusia tidak pandai-pandai menjaga, maka krisis iklim dan pemanasan global akan semakin kita rasakan, karena pada kenyataannya sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan Abad ke-20 dan kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca, dan aktivitas manusia adalah salah satu yang menyebabkan itu semua" Reina dan sahara sama-sama asyik dalam pembahasan mereka.

Memang pilihan yang tepat adalah membahas hal apa pun dengan seseorang yang juga mengerti, maka pembahasan berat pun akan menjadi menyenangkan.

"lya, Reina kita tahu salah satu efek paling cepat dan paling nyata dari pemanasan global adalah peningkatan suhu yang kita alami, bahkan terjadi di seluruh dunia. Suhu Global tata-rata telah meningkat sekitar 4 derajat Celcius selama seratus tahun terakhir bahkan beberapa ahli ada yang menyatakan meningkatnya suhu bisa lebih besar dari yang kusebutkan tadi. Itu perkirakan rentan waktu 100 tahun terakhir, dan mungkin akan terus naik sampai 100 tahun ke depan dan seterusnya"

Reina mengangguk menyetujui itu. "Tentu saja kau benar Sahara, ekosistem tereksternal di seluruh belahan dunia sudah terjadi transformasi besar, tentu saja itu karena emisi gas rumah kaca yang meningkat otomatis & suhu global juga meningkat. kita tidak perlu mencari contoh apa pun, kita sudah memiliki contoh sendiri, suhu panas sudah selalu kita rasakan. Walaupun ada beberapa jenis yang diuntungkan akibat pemanasan global, tapi itu hanya sebagian kecil" Itu bukan tanggapan dari Reina, itu gagasan Ary yang tiba-tiba menanggapi.

Pria itu berdiri tepat di samping Reina "Apa-apaan kau! kami tidak ingin membahas apa pun denganmu!" Teriak Reina melengking dan keras di hadapan pria itu.

Ary yang diteriaki pun menatap ke arah Reina dengan tatapan heran, mungkin heran dengan wanita yang hobi sekali teriak itu. Ary kemudian beranjak, bukan pergi, dia hanya meraih bangku didekatnya, dirapatkan disisi tempat duduk milik Sahara. "Kenapa? Aku mendengar pembahasan kalian yang tampaknya sangat seru. bukankah kita semua berteman?" Pertanyaan Ary seakan mengarah kepada Reina, Selaras dengan tatapannya yang menatap Reina berharap wanita bersuara melengking itu menyetujui.

Reina masih tak selaras, dirinya menggeleng cepat.

"Tidak, kita semua memang berteman, kecuali untuk Reina dengan Ary".

Ary mengerutkan dahinya mendengar pernyataan itu, Seakan berpikir Kenapa Reina sulit sekali diajak berkomunikasi? Sedangkan Sahara menyimak dan menahan tawa inilah makanan dia sehari-hari ketika berada di kampus. Selain disajikan dengan berbagai teori tentang segala yang berkaitan dengan alam, Sahara juga disajikan dengan pertengkaran dua orang yang selalu riuh. Pertengkaran antara Reina dan Ary.

"Sahara apa aku boleh bergabung dengan kalian?" Tanya Ary menatap Sahara. Sahara mengangguk samar.

"Tentu saja Ary"

"Tidak!!!" Seru Reina ikut menanggapi.

"Kenapa Reina? bukankah menyenangkan berdiskusi tentang banyak hal bersama sama?" Bujuk Sahara, dirinya lelah dengan setiap pertengkaran yang terjadi. mungkin dengan banyak mengobrol bersama, Reina dan Ary bisa berteman baik.

"Ya, yaa.. tidak apa, bukankah ketika kita ingin membahas tentang hal rumit, kita juga harus berbicara dengan yang sama rumitnya" Ucap Reina mulai mengalah.

Ary menanggapi Reina dengan tersenyum Terpaksa, mengabaikan tentang ketidakinginan wanita itu.

"Setidaknya kau terkadang benar, bagaimanapun aku setuju dengan pendapatmu. Pemanasan global memang sudah mempengaruhi hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagi jenis Hewan, Hewan yang mungkin masih ada ditahun 2000an kini sudah tidak bisa kita lihat. Beruntungnya mereka yang hidup di kurun waktu tahun tersebut. Setidaknya pernah melihat atau hidup bersama dengan berbagai hewan. Tidak seperti kita hanya sekedar tahu dan ini semua terjadi karena kurang pandainya manusia saat itu menjaga alam" Ucap Reina murung dengan tangan yang masih sibuk mengetikan jawaban tugas di tabletnya.

"kau bilang karena manusia, Reina?" Tanya Ary spontan. Reina segera menjawab dengan anggukan.

"Reina, kita semua tahu, kerja alam semesta memang berubah, gagasan apa yang membuatmu menyertakan manusia menjadi penyebabnya?"

"Tentu saja, Alam semesta memang berubah. Tapi manusia mengubah alam lebih cepat ketimbang proses alaminya. Termasuk hilangnya keanekaragaman hayati. Titik pertama adalah perubahan mikroba 3,5 miliar tahun lalu dan ledakan Cambrian 650 Juta tahun lalu termasuk dampak perubahan biosfer akibat manusia adalah polusi tanah dan air" Reina mengatakan dengan lantang dan tegas.

Wanita keras kepala itu selalu berpikir manusia tetap memiliki andil, aktivitas manusia menjadi pemicu dasar perubahan iklim ini. Kerusakan lingkungan seperti hutan gundul, kekeringan, banjir, air laut naik dan gunung es mencair memicu pemanasan global merupakan akibat ulah manusia. Aktivitas lainnya yang juga mempengaruhi seperti pembakaran bahan fosil dan deforestasi serta kegiatan industri, ditambah aktivitas manusia lain sehari-hari yang menjadi efek rumah kaca.

Otomatis hal itu memicu pemanasan global yang menjadi titik inti banyak perubahan alam yang telah mereka rasakan saat itu.

"Reina tapi kau tahu astronomi, geofisika, dan kekuatan biosfer mengubah sistem bumi Selama 4 miliar keberadaannya" Ucap Ary tak Mau kalah.

"Tentu saja...."

"Sudah Reina, Ary, Kalian sama-rama benar, gagasanmu tentang alam yang berubah secara alami benar, dan gagasanmu Rein, tentang manusia yang mempengaruhi juga benar. Nyatanya tingkat pengetahuan manusia tentang perubahan iklim masih rendah, mungkin manusia tidak sengaja merusak atau mengabaikan bumi, hambatan mereka mungkin tidak ada cukup informasi tentang hal-hal yang dapat mereka lakukan terhadap perubahan iklim dan bahwa mereka memiliki hal lain yang lebih menyita perhatian mereka" Sahara mencoba menengahi, tidak ingin Melihat pertengkaran lagi.

Dari gagasannya itu, terkadang dia juga berpikir Andaikan manusia berpuluh-puluh tahun lalu atau bahkan beratus-ratus tahun lalu, ketika merusak atau sekedar abai kepada alam kemudian mereka langsung mendapat dampaknya, mungkin alam tidak akan berubah lebih cepat. Sedangkan kedua temannya yang berada didepannya mengangguk sepakat.

Reina mulai memperhatikan tabletnya secara seksama. "Maksudmu manusia memiliki hal lain yang lebih menyita perhatian seperti teknologi?"

Sahara mengangguk "itu salah satu contohnya"

"kita tahu teknologi berkembang pesat, sampai yang bisa kita lihat dan kita alami sekarang, seakan dunia tidak lagi membutuhkan para pekerja, semua dikerjakan dengan bantuan robot, mobil terbang seakan tak membutuhkan pesawat, mobil mengambang di air seakan tak membutuhkan kapal. Siapa yang tidak bangga dengan pencapaian dunia saat ini, benar-benar luar biasa. tapi sesuai konsepnya yang berubah akan tetap berubah, Secanggih apa pun Teknologi menguasai dunia, yang rusak akan tetap rusak, yang punah akan tetap punah".

Mereka bertiga diam sejenak menyelami pikiran masing-masing. Kemudia Sahara mulai menatap ke arah temannya.

"Rein, berarti gagasanmu tadi pagi salah" Reina mengerutkan dahinya, sedang mengingat-ingat. Dirinya banyak memberikan gagasan tadi pagi, jadi gagasan yang mana yang salah

"Gagasan mana yang salah Sahara?"

"Katamu tadi pagi Manusia mempermainkan semesta, dan pada kenyatannya manusia bermain bersama semesta"

Reina diam masih dengan ekspresi yang berpikir.

"Maksudku, kalau Manusia mempermainkan semesta maka hanya semesta yg rusak dan manusia akan baik-baik saja. tapi, kalau manusia bermain bersama semesta ketika Semesta rusak, manusia tidak baik-baik saja Contohnya adalah suhu dibelahan kota lain yang terus meningkat, yang mengakibatkan mereka sulit bertahan dikotanya karena mereka sulit mendapatkan bahan pangan yang menjadi sumber kehidupan" Reina mengangguk.

"iya, kau benar Sahara, kau benar"

Alam itu tunduk dan patuh, Selalu berjalan pada keseimbangan.

Para ilmuwan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Suhu terus bervariasi, dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.

Perubahan iklim sebagai gejala yang disebabkan baik secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia. Perubahan tersebut turut mengubah komposisi atmosfer global dan variabilitas iklim alami pada periode yang dapat diperbandingkan.

Ary menghela nafas dalam "kita siapa? kita tidak bisa mempengaruhi perubahan dan segala yang terjadi sekarang"

"Oleh karena itu, aku selalu ingin menjadi apa pun yang berpengaruh untuk dunia, suatu Saat nanti, pasti" Ucap Reina mantap.

Kemudian Mereka bertiga sepakat, tentang perdebatan yang terjadi, tentang perbedaan pendapat yang mudah terjadi, tapi akan selalu ada kemungkinan baik di setiap situasi, tidak terkecuali tentang apa pun yang terjadi di kehidupan mendatang.

Ikuti tulisan menarik Ulida Anggraini lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu