x

Iklan

Ananda Brian

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 November 2021

Rabu, 8 Desember 2021 16:45 WIB

Melukis Asa Sang Pengembala Fajar

Artikel Melukis Asa Sang Pengembala Fajar menceritakan tentang kisah seseorang bernama Asa, yang menjadi sebuah penentu antara Surga dan Neraka bagi seorang Wanita Tua. Bagaimanakah kelanjutan kisahnya? Mari kita baca artikel Melukis Asa Sang Pengembala Fajar dengan seksama!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Melukis Asa Sang Pengembala Fajar

Oleh Ananda Brian Vicky

Kelas XI MIPA-6, NIS 209457

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

SMA Taruna Nusantara

 

Suatu ketika sang rembulan menyelimuti Asa di sebuah istana bilik miliknya, Hal itu mengingatkan jejak 3.285 hari yang lalu. Hari dimana terlukisnya Asa ketika sang fajar tengah bersiap untuk meraung di ufuk timur. Tepat di tengah 1/3 malam wanita tua selalu terjaga. Ditemani silir angin yang membuat bulu kuduknya berdiri.

Uh.... Kok dingin sekali malam ini, ya?” gumam wanita tua sembari mengenakan jaket yang nampak usang. Kemudian, wanita tua itu pun berjalan ke sebuah sungai. Tempat dimana ia bisa mendapatkan air. Lalu, diisilah satu demi satu jerigen yang ia bawa. Tak lupa ia pun turut mengambil wudhu sebelum akhirnya ia kembali ke istananya.

Setibanya di sana, ia menampaki Asa yang masih terlelap. “Asa, ayo bangun, nak, sebelum domba-domba itu berhamburan. Ibu sudah bawakan air wudhu buat kamu” ucap wanita tua itu. “Ah… buk, untuk apa sih harus selalu bangun di jam segini?” tanya Asa sembari merengek. “Demi keselamatan, nak” jawab sang ibu. “Ah, nanti saja deh, bu!” sahut Asa sembari menarik kembali sarungnya.

 

Hari demi hari dimana matahari dan bulan bertransformasi untuk kesekian kalinya. Mereka menyaksikan Asa yang tak pernah menjawab dengan kata lain.

 

Lalu, suatu ketika di tengah 1/3 malam Asa terjaga dari tidurnya ditemani tetesan air yang menembaki sekujur tubuh Asa melalui celah di para-para istana. Kemudian, ia mencium aroma yang sangat busuk. Dan di saat itu pula, mendekatlah siluet dengan perawakan yang tinggi nan besar. Sosok itu sangatlah menyeramkan. Lalu, sosok itu pun berkata, “ikutlah bersama ku!”. “TIDAK!” teriak Asa di tengah keringat yang mulai menjulur ke sekujur tubuhnya. Akan tetapi, sosok itu tak menghiraukan penolakan Asa, dan segeralah menariknya ke sebuah tempat.

“Dimana aku?” tanya Asa yang sedang ketakutan. “Kau akan menemukan jawabannya sendiri” sahut sosok itu sembari menunjuk ke sebelah kirinya. Tempat dimana seorang wanita tua berteriak keras di tengah kobaran api yang menyala. Di sana pula terdapat dua sosok yang perawakannya serupa dan menggenggam cambuk yang sekali-kali mereka sematkan ke tubuh si wanita tua.

“IBU…!!!” teriak Asa. Ternyata sosok wanita tua itu adalah Ibunya. Betapa remuknya hati Asa ketika menyaksikan orang yang sangat dia sayangi dan dicintainya harus merasakan kekejaman yang teramat pedih. Asa mencoba berlari untuk menyelamatkan sang ibu. Namun sayangnya, ia tak mampu menggerakan sehelai jemari pun. Ia hanya dapat menangis dengan menyaksikan sang ibu yang berteriak kesakitan meminta pertolongannya. Asa tak kuasa menyaksikan kejadian itu dan mencoba kembali untuk menyelamatkan sang ibu. Kali ini ia dapat bergerak. Tanpa berpikir panjang Asa pun langsung berlari mendekati ibunya. Namun, ia harus terjatuh ke dalam sebuah lubang yang gelap yang membuatnya terbangun dari mimpi buruknya itu.

Tubuh Asa terasa remuk. Tanpa berpikir lagi ia segera berlari untuk mencari ibunya. Dan tibalah Asa di tiang pintu kamar sang ibu. Betapa bahagianya ketika Asa melihat sang ibu tengah bersujud melaksanakan shalat tahajudnya. Asa pun segera mendekat dan memeluk ibunya dengan air mata yang tak dapat ia bendung. Ia sangat takut kehilangan ibunya, karena hanya ialah satu-satunya sosok yang menjadi bahu untuk bersandar. Sang ibu pun terheran-heran apa yang tengah terjadi kepada Asa. Lalu, Asa pun menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.

 

Hingga Purnama pun bercerita pengalaman sabitnya di kuartal 1 bulan 9. Di atas sajadah yang berlumur darah ia mencengkram. Tarikan nafas yang perlahan menipis bahkan tak sanggup menjulur ke segala ruang pembuluh. Apa yang menjadi penyebab ia nekad untuk melukai dirinya? Bukan tanpa sebab ia melakukannya. Karena atas nama Asa, ia berjanji bahwa hidup matinya ia persembahkan untuk sang pemilik fajar.

 

Ya, sudah. Apa yang telah terjadi biarlah menjadi sebuah pembelajaran bagi kita agar lebih banyak melakukan hal-hal yang baik”, “sekarang Asa ambil wudhu, sholat tahajud, dan kembali tidur ya, nak”. “Baik, bu” jawab Asa sembari memeluk sang Ibu untuk yang terakhir kalinya. Kemudian, Asa pun segera bergegas mengambil wudhu dan melaksanakan sholat tahajud.

Selepas Asa mengucapkan salam ketika sholat, wanita tua itu menghampiri Asa lalu berkata, “terima kasih anakku” ucap wanita tua dengan mata yang berbinar-binar yang kemudian mengecup kening Asa. Asa tak kuasa menahan air mata layaknya butiran air yang begitu saja ditumpahkan dari atas langit.

“Sudah, sekarang Asa tidur lagi ya, nak”

“Baik, bu. Ibu juga selamat istirahat ya, bu”

Iya, sayang. Selamat tidur ya, nak”.

 

            Di tengah lelapnya Asa tertidur, kemudian ia terbangun karena cahaya menyilaukan yang mengetuk kedua kelopak matanya. Terkaget bukan kepalang ketika ia menyaksikan sesosok yang serba putih berdiri di tengah palang pintu kamarnya. Sosok tersebut membawa wangi yang sangat wangi yang belum pernah Asa rasakan sebelumnya. Bau tersebut membuat Asa terlena dan membawanya ke suatu tempat yang sangat indah.

“Dimana aku?” tanya Asa dengan begitu takjubnya melihat apa yang ada di sekelilingnya.

Kemudian, sosok putih itu pun menjawab, “di sini, tempat dimana orang yang kamu selamatkan berada” jawab sosok itu sembari menunjuk kearah kanannya. Lalu, Asa melihat sosok ibunya dengan senyum bahagia menggenakan pakaian yang sangat bagus dan ditemani oleh perempuan-perempuan yang sangat cantik. Begitu tersentuh hati Asa ketika menyaksikan sang ibu yang merasakan kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya di istana bilik mereka. Kemudian, wanita tua yang bersama dengan perempuan-perempuan itu memberikan senyum terakhirnya dan mereka pun pergi. “Bu, Asa ikut, bu!” teriak Asa sembari menahan tangisnya. Dan tetesan air matanya pun mengembalikannya ke kehidupan yang nyata.

 

Di tengah sang fajar mulai meraung di ufuk timur, Asa terbangun dengan perasaan bahagia dan takut. Ia sangat takut akan kehilangan ibunya. Sehingga, Asa pun segera berlari menuju ke kamar ibunya. Setibanya di sana, Asa melihat wanita tua itu sedang bersujud melaksanakan sholat subuhnya. Asa tak sabar untuk segera menceritakan mimpi apa yang dialaminya tadi. Namun, setelah lama menunggu membuat Asa terheran mengapa ibunya melakukan sujud begitu lama? Kemudian, Asa pun mencoba menyapa dan menghampiri ibunya. Betapa terkejutnya Asa ketika melihat sang ibu tersenyum di tengah jasad yang sudah tak bernyawa. Perasaan Asa sudah tidak dapat berkata-kata lagi, batinnya menjerit, matanya berkaca-kaca membungkam teriakan tanpa suara.

 

Kini, ia mengerti bahwa ia adalah seorang penyelamat yang telah dilukis menjadi asa oleh seorang wanita tua dengan menjadi seorang pengembala fajar.

Ikuti tulisan menarik Ananda Brian lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler