x

Iklan

Fira

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 November 2021

Rabu, 8 Desember 2021 22:47 WIB

Titik Temu

Bercerita tentang suatu sore yang kemudian merubah kehidupan Yura.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Matahari tak lagi bersinar terang, semburat warna jingga memenuhi langit yang menandakan malam akan segera menggantikan siang yang telah lalu. Langit senja yang indah, seolah memiliki kemampuan magis yang mampu membuat banyak pasang mata tertuju padanya. Seakan ikut tersihir keindahan matahari senja Yura pun turut memandang keluar melalui jendela kamarnya yang sengaja ia buka.

Yura meregangkan tubuhnya, penat yang ia rasakan belum sepenuhnya hilang. Napasnya terdengar berat, nampaknya ia benar-benar lelah.Terhitung sudah lebih dari dua jam Yura berada di meja belajarnya, bukan tanpa alasan Yura belajar dengan giat selepas pulang sekolah, tugas-tugas yang menumpuk dan ujian yang sebentar lagi akan di laksanakan membuat Yura lebih giat untuk belajar.

Suara pintu yang di ketuk cukup untuk membuyarkan lamuan Yura. Yura terdiam sejenak, siapa yang mengetuk pintu rumahnya di saat ia sedang sendirian di rumah. Ketukan itu semakin keras dan cepat, cukup untuk membuat Yura bingung dan ketakutan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Rasa penasarannya memaksanya untuk membuka pintu kemudian melihat siapa yang mengetuk pintu rumah orang lain tanpa sopan santun, sedang insting melindungi dirinya memaksanya untuk tetap diam dan tidak membuka pintu. Yura tidak berlebihan, ia benar-benar takut sekarang.

Suara ketukan itu hilang, sunyi kembali menyerang. Rasa penasarannya pun semakin bertambah. Yura berjalan perlahan menuju ke arah jendela yang berada di dekat pintu, berniat mengintip apakah orang aneh itu sudah pergi atau ia hanya berdiam diri sembari menunggu Yura membuka pintu untuknya. Yura gugup, tangannya bergetar saat menyentuh tirai di balik jendela. Napasnya terdengar dua kali lebih cepat dari biasanya.

Yura mencoba menenangkan dirinya, menormalkan napasnya dan kembali mencoba membuka tirai yang menutupi jendela yang mengarah ke samping pintu. Kosong, Yura tak melihat siapapun yang mengetuk pintu rumahnya tadi. Mungkin orang itu sudah pergi, pikirnya. Napasnya kembali terdengar normal.

Yura tak sepenuhnya bisa tenang. Jujur saja ia masih merasa ketakutan karena tidak tahu siapa yang mengetuk pintunya seperti itu. Sekarang apa yang harus ia lakukan, ia tak bisa menelepon orang tuanya karena mereka sedang tidak berada di rumah dan tentu saja hal itu akan membuat orang tuanya cemas. Tubuhnya lelah dan sekarang ia harus menghadapi situasi yang tidak biasa ini sendirian.

Ketukan itu kembali terdengar, kali ini kebih keras dan lebih cepat dari sebelumnya. Rasa takut itu kembali menyerang, membuat Yura lebih ketakutan dari sebelumnya. Tubuhnya gemetar, buir-ulir air mata mulai mengalir dengan cukup deras, Yura menangis. Tak ada seorang pun yang menolongnya, ia hanya bisa merinkuk di balik sofa dengan memeluk lututnya erat dan berharap semua ini hanyalah sebuah mimpi buruk yang ia dapat.

Hari ini Yura melewatkan matahari sorenya dengan tenggelam dalam ketakutannya yang tak berujung.

Paginya Yura terbangun di tempat asing yang sepertinya belum pernah ia kunjungi. Yura bisa menebak jika ia sedang berada di rumah sakit, terlihat dari brankar rumah sakit yang kini menjadi alasnya tidur, dan bau rumah sakit yang khas.

Yura menatap langit-langit rumah sakit, pandangannya kosong. Pikirannya sedang kacau, banyak yang ia pikirkan saat ini. Semua kemungkinan terburuk terlintas dalam benaknya. Mungkinkah orang aneh itu memaksa masuk dan melukainya sehingga ia harus berakhir di rumah sakit? Atau mungkin ia terluka saat melarikan diri dari orang aneh yang mencoba menerobos masuk ke rumahnya?.

Yura menoleh ke arah pintu saat mendengar suara pintu terbuka. Yang ia temui hanyalah perawat yang sedang berpatroli untuk melihat kondisi pasien yang sedang di rawat. Perawat itu terkejut saat melihat Yura yang sudah sadar, dengan segera perawat itu memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Yura.

Saat ini hanya ada berbagai pertanyaan yang memenuhi isi kepalanya. Rasaya ingin sekali Yura bertanya pada dokter mengenai apa yang terjadi pada dirinya sehingga ia berakhir di rumah sakit, tapi ia tak bisa menanyakannya sekarang karena kondisinya yang masih terlalu lemah. Pemeriksaan itu selesai, sunyi kembali menyapa menghadirkan berbagai kalimat tanya yang terlalu banyak hingga Yura kebingungan di buatnya.

Yura kembali membuka matanya saat sinar matahari kembali menyapanya. Seorang wanita di sampingnya terkejut bukan main saat melihat Yura membuka matanya. Tak lama setelahnya para perawat dan dokter berdatangan untuk kembali melihat kondisi Yura. Rasanya hal seperti itu baru saja terjadi kemarin.

Apakah kondisinya separah itu sampai-sampai dokter harus kembali memeriksa keadaannya saat ia membuka mata?

Wanita itu menggenggam tangan Yura erat dan tersenyum hangat pada Yura.

Siapa wanita ini, apakah sebelumnya mereka pernah bertemu?

“Mama senang kamu sudah sadar” ucap wanita itu. Alis Yura bertaut, wanita ini ibunya? Sepertinya wanita ini salah, wanita ini dan ibunya memiliki wajah yang jelas sangat berbeda, dan juga Yura tak ingat ia pernah bertemu wanita ini sebelumnya.

Sepertinya perubahan raut wajah Yura terlihat begitu sangat jelas hingga membuat wanita yang mengaku sebagai ibunya ini kebingungan. Wanita itu menatap dokter yang memeriksa Yura, berharap mendapat penjelasan mengenai apa yang terjadi pada Yura.

“Hal ini bisa saja terjadi, mengingat pasien sudah lama tidak sadarkan diri” jelas sang dokter.

“Ini mama nak, kamu ngga ingat sama mama?” tanya wanita itu pada Yura, yang hanya mendapat gelengan kepala dari Yura, yang berarti Yura tidak mengingatnya sebagai ibunya.

“Jangan terlalu memaksakan ingatan pasien, biarkan pasien mengingat dengan sendirinya” jelas sang dokter sebelum meninggalkan ruangan dengan senyum yang tampak begitu ramah dan hangat.

Lagi dan lagi Yura kembali tenggelam dengan pikirannya. Yura masih belum mengerti apa yang sedang terjadi sekarang. Yura tak merasa memiliki ingatan tentang wanita yang mengaku sebagai ibunya.

Apakah mungkin wanita itu yang salah mengingat?

Mungkinkah wajah Yura mirip dengan anaknya, sehingga ia menganggap Yura sebagai anaknya?

Sudah berapa lama Yura tak sadarkan diri?

Pertanyaan-pertanyaan itu kembali muncul, membuat Yura kembali di landa pening. Wanita itu menyadarinya, menyadari Yura tengah memaksakan ingatannya untuk mengingatnya. “Jangan terlalu di paksa untuk mengingat. Alea sudah sadar dan itu sudah lebih dari cukup buat mama” ucap wanita itu.

Sekarang Yura yakin, wanita ini adalah ibu dari seorang pasien yang memiliki wajah yang mirip dengan Yura. Yura tidak tuli, ia mendengar dengan jelas wanita itu menyebutkan nama Alea, bukan Yura. “Maaf sepertinya anda salah orang, saya Yura bukan Alea” jelasnya.

“Kamu Alea, bukan Yura. Siapa Yura?”

“Nama saya Yura bukan Alea”

Wanita itu mengambil ponselnya kemudian menunjukan berbagai foto yang dimilikinya dengan seorang gadis muda yang tampak seperti putrinya. Wajah gadis itu jelas berbeda dengan Yura, tapi bagaimana bisa wanita ini menganggap Yura sebagai anaknya. “Wajah anak itu jelas berbeda dengan saya, karena saya memang Yura, bukan Alea” jelas Yura.

Wanita itu kembali mengambil ponselnya dan membukanya dalam mode kamera kemudian mengarahkannya pada Yura. Rasa terkejut itu datang bagai ombak besar yang menghantam Yura, bagaimana bisa wajahnya berbeda dari yang ia ingat, tidak mungkin seseorang bisa melupakan wajahnya sendiri. Wajah Yura benar-benar mirip dengan gadis muda yang berada dalam foto dengan wanita itu.

“Kamu juga lupa sama wajah kamu sendiri?” tanya wanita itu. Yura tak perlu menjawab pertanyaan itu, keterkejutannya sudah cukup untuk menjawab rasa penasaran wanita itu.

Tangannya menggenggam tangan Yura erat, menyalurkan rasa hangat yang terasa begitu nyata yang membuat Yura semakin yakin bahwa ini bukanlah sebuah mimpi, mimpi yang terasa begitu nyata dan membuatnya enggan untuk mempercayainya. “Kamu Alea, Alea Arkaputri Wijaya. Kamu koma hampir satu tahun karena kecelakaan sepulang sekolah. Jangan terlalu di paksa untuk mengingat, mama ngga apa-apa kalo kamu ngga inget sama mama, yang penting kamu sehat dulu” ucapnya lembut, dengan senyuman yang menampilkan kebahagiaan karena melihat Yura yang sudah sadarkan diri.

Ombak besar itu kembali datang, menghantamnya bertubi-tubi dengan kenyataan baru yang sulit untuk ia percayai.

Lalu bagaimana dengan kehidupan yang ia lalui sebagai Yura, apakah semua itu hanya sebuah bunga tidur yang ia dapatkan selama tidur panjangnya? Tapi itu terlalu nyata hanya untuk sebuah mimpi.

Jadi penyebab ia berakhir di rumah sakit adalah karena kecelakaan, bukan karena di serang orang asing di rumahnya?

Kenyataan yang baru saja ia dengar membuatnya sangat terkejut, bahkan sangat terkejut dan membuatnya enggan untuk percaya.

Tidak akan ada lagi Yura yang ceria. Tidak ada lagi Yura yang selalu menantikan matahari senjanya. Sekarang hanya ada Alea, Alea yang sama sekali tidak mengenal dirinya sendiri. Alea yang baru saja menjalani kehidupannya sebagai orang lain. Alea yang tidak terbiasa dengan dirinya sendiri, dan Alea yang tidak terbiasa dengan kehidupannya sendiri.

Ikuti tulisan menarik Fira lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler