x

Rasa ingin tahu yang tak bisa dibendung.

Iklan

Fatchur Rozi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 Desember 2021

Rabu, 8 Desember 2021 23:14 WIB

Yuan

Remaja usia 12 tahun 7 bulan (Yuan) dengan rasa ingin tahunya memahami keberadaan jiwa serta perjalanannya sampai di masa peradilan Tuhan yang seadil-adilnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Yuan

Yuan (12 tahun 7 bulan) melihat dengan mata kepalanya sendiri tetangga di sebelah rumahnya meninggal karena covid-19. Hari demi hari selama satu minggu pada pertengahan bulan Juli di jalanan depan rumahnya terdengar suara mobil ambulance lalu lalang. Tak terkecuali di sebelah rumah Yuan, satu mobil ambulance membawa jenazah yang terbujur kaku lalu dibungkus dengan protokol kesehatan penjemputan yang siap dimakamkan.

Ketika Yuan melihat tubuh tetangganya tak berdaya, ia langsung merenung tentang kehidupan manusia di muka bumi ini. Sangat jelas yang dapat dilihat Yuan hanya raga manusia yang tidak bisa berbicara, tak mampu bergerak sedikit pun, bahkan muka terlihat pucat. Sedangkan ketika ia melihat dirinya sendiri yang juga hanya terdapat raga, lantas apa yang membedakan dirinya yang masih hidup dengan tetangganya yang sudah meninggal dunia?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sejak kecil Yuan sangat suka mendengar lagu karena hampir setiap hari orangtuanya pada waktu pagi menyetel kaset yang berisi banyak lagu. Selama satu bulan pertanyaan tentang perbedaan dirinya dengan tetangga atau orang lain yang sudah meninggal belum juga terjawab. Mendengarkan lagu menjadi salah satu cara yang bisa membuat Yuan tetap semangat hidup. Tepat 17 Agustus ia menonton upacara bendera yang terdapat lagu Indonesia Raya. Yuan mendengarkan dengan sangat serius saat lirik lagu kebangsaan berkumandang. Pada bagian “bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia raya,” ia langsung segera mengetik kalimat itu di note gawainya.

Seusai menonton upacara bendera, Yuan pada titik kesadaran penuhnya mulai searching kalimat itu karena kata badan yang memiliki arti sama dengan tubuh atau raga dinyanyikan setelah dua kata, “bangunlah jiwanya.” Masuk pencarian google dengan kata kunci, “jiwa” lalu ketemu beberapa arti.

Dalam kamus sejuta umat pada laman wikipedia menjelaskan bahwa jiwa atau jiva berasal dari bahasa sansekerta yang artinya benih kehidupan. Dalam pandangan agama dan filsafat, jiwa adalah bagian yang bukan jasmaniah (immaterial) dari seseorang. Biasanya jiwa dipercaya mencakup pikiran dan kepribadian dan memiliki sinonim dengan roh, akal, atau awak diri. Di dalam teologi, jiwa dipercaya hidup terus setelah seseorang meninggal, dan sebagian agama mengajarkan bahwa Tuhan adalah pencipta jiwa.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia Yuan menemukan arti jiwa yang menguatkan arti sebelumnya, 1. Roh manusia (yang ada dalam tubuh dan menyebabkan seseorang hidup); nyawa. 2. Seluruh kehidupan batin manusia (yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan dan sebagainya). Sampai titik ini Yuan menghentikan pencariannya akan arti jiwa karena ia sudah mulai mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepada dirinya sendiri setelah peristiwa tetangga sebelah rumahnya meninggal dunia.

Ohh berarti raga manusia yang terlihat oleh mata tidak bisa hidup jika tanpa adanya jiwa. Pantas saja Yuan bisa merasakan takut bahkan sedih saat kematian menjemput tetangganya. Ia mulai memikirkan hidup di dunia ini lebih dalam supaya selama masa hidupnya tidak melakukan perbuatan sia-sia. Setelah Yuan memahami perbedaan antara dirinya yang masih hidup di dunia ini dengan tetangganya yang sudah meninggal, lantas pertanyaan selainnya menghujam diri Yuan. Bagaimana Tuhan menciptakan jiwa dan raga manusia? Bukannya manusia lahir dari manusia juga yang punya panggilan ibu.

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak pernah ia tanyakan ke orangtuanya karena kedua orangtuanya sibuk bekerja. Jadi hari-hari Yuan dihabiskan dengan gawai dan sepeda anginnya. Pergaulannya juga hanya saat sekolah, berhubung sedang pandemi jadi tidak bisa ketemu teman-teman sekolah. Kabar baiknya tahun depan di awal tahun 2021 sudah bisa masuk sekolah dengan catatan penerapan protokol kesehatan. Yuan senang karena masa sekolah menengah pertama itu bisa dilakukan tatap muka bertemu teman-teman baru meskipun masih belum dengan waktu penuh.

Saat mata pelajaran agama ia memberanikan diri untuk bertanya pada gurunya terkait pertanyaan yang belum terjawab seperti di atas.

“Bu Otin, saya mau bertanya, ‘bagaimana Tuhan menciptakan jiwa dan raga manusia?’ Bukannya manusia lahir dari ibu.”

“Sebelum saya jawab, saya mau bertanya dulu ke kamu Yuan. Bagaimana cara kamu bisa bertanya dengan pertanyaan seperti itu?” Tanya Bu Otin dengan sangat serius karena pertanyaan tersebut tidak pernah diterimanya selama ia mengajar.

“Waktu pertengahan bulan juli saya melihat tetangga saya meninggal dunia, tubuhnya kaku tidak bisa bicara dan bergerak lagi dikarenakan covid-19. Dari sana saya mulai membandingkan diri saya dengannya, apa yang membedakan saya dengan tetangga saya yang meninggal karena sama-sama masih terlihat punya raga atau badan. Singkat cerita dari kecil saya suka lagu dan waktu saya nonton upacara bendera 17 agustus lalu saat Indonesia raya dinyanyikan ada bagian lirik, ‘bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia raya.’ Saya akhirnya searching di internet kata jiwa dan ketemu artinya yang menjelaskan salah satunya kalau jiwa diciptakan oleh Tuhan. Begitu Bu saya bisa tahu jiwa dan mau bertanya bagaimana Tuhan menciptakan jiwa, saya menemukan jawaban itu saja cukup lama bu sekitar satu bulan.” Tidak kalah seriusnya Yuan menjelaskan kronologis bagaimana caranya menemukan pertanyaan seperti itu.

Lantas Bu Otin dengan senang hati memuji Yuan, “Luar biasa remaja sepertimu sudah mau memikirkan kehidupanmu sebagai manusia.”

Lanjut Bu Otin menjawab pertanyaan Yuan, “Betul Yuan manusia lahir dari seorang ibu, ibu Otin juga pernah melahirkan anak yang sekarang anak ibu seusia kalian. Maksud Tuhan menciptakan manusia berupa jiwa dan raga adalah menciptakan aturan atau hukum atau sunnatullah bahwa manusia hidup berasal dari pertemuan antara ayah yang mempunyai sel sperma dengan ibu yang mempunyai sel telur. Setelah sperma bertemu dengan sel telur jadilah zigot, dari zigot menjadi embrio, kemudian janin terus berkembang selama 9 bulan 10 hari di rahim para ibu sampai lahir ke dunia jiwa dan raga baru. Ohh iya Allah juga menjelaskannya dalam Al-Qur’an bagaimana Allah menetapkan proses terwujudnya manusia. QS. Al-Mu’minun ayat 12-14, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami jadikan bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”

Yuan sangat senang sekali karena pertanyannya terjawab dengan baik, terus juga mudah dipahami, kemudian dengan semangat mengatakan kepada Bu Otin, “Terimakasih banyak Bu Otin telah menjawab pertanyaan saya, saya senang sekali mendapatkan jawabannya.”

Bu Otin pun menjawab dengan penuh suka cita juga karena baru kali ini muridnya yang masih remaja mampu memikirkan hidupnya, “Terimakasih kembali Yuan, kalau masih ada yang ingin ditanyakan silahkan bertanya. Ibu Otin akan jawab semampu Ibu, jika Bu Otin tidak bisa menjawabnya Ibu akan bilang ke Yuan kalau Ibu tidak bisa menjawabnya.

Yuan kembali bertanya karena rasa ingin tahunya sulit dibendung, “Terus kalau setelah mati di kuburan kita di apakan bu?”

Bu Otin masih bisa menjawabnya, “Dalam Q.S Al-Mu’minun ayat 15-16 lanjutan dari ayat sebelumnya menjalaskan bahwa: ‘Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.’ Begitu Yuan yang disampaikan oleh Allah. Sepengetahuan Ibu, manusia dikuburkan itu berada di alam barzakh atau alam kubur. Lalu hari kiamat adalah hari akhir di dunia, manusia dibangkitkan kembali dari alam kuburnya. Terus semua manusia dikumpulkan di padang mahsyar, diberikan buku perhitungan perbuatan masing-masing dan didatangi para nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, dan mereka tidak dirugikan. Perhitungan Allah pada saat itu sangat adil yang akan menentukan akhir hidup manusia yang abadi akan ditempatkan ke neraka atau ke surga. Kalau kamu beneran suka sama lagu, setelah sekolah coba kamu dengarkan lagu Efek Rumah Kaca yang berjudul Putih, Kuning, dan Debu-debu berterbangan. Di sana banyak pesan tersurat dan tersirat yang disampaikan lagunya. Mulai dari membicarakan tentang kematian, misi manusia hidup di dunia, padang mahsyar, kemudian harus berbuat baik dan benar serta saling menasihati dalam kebaikan yang membuat manusia terhindar dari kerugian. Ibu Otin juga sering merenungi hidup sampai setiap hari di depan cermin Bu Otin bertanya ke diri Ibu sendiri, ‘Bagaimana kalau hari ini adalah hari terakhir dalam hidup saya?’ Kalau jawabannya tidak maka Ibu harus melakukan perbaikan demi perbaikan mulai dari perilaku Ibu sendiri, punya niat yang baik, kemudian berbuat baik ke orang lain lewat pekerjaan Ibu sebagai guru, dan juga ibadah spiritual melalui sholat, baca makna al-qur’an serta sedekah ke tempat yang amanah. Jadi tetap menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, alam dan juga Allah satu-satunya sesembahan yang berhak kita sembah. Seperti halnya sekarang Ibu menjawab pertanyaan Yuan yang begitu mengejutkan, Ibu harus dengan baik menyampaikannya ke Yuan supaya bisa dipahami. Semangat terus belajarnya Yuan, rasa ingin tahu yang sudah kamu usahakan mencari jawabannya itu harus terus menerus dilatih supaya kamu puas lahir dan batin.”

Yuan sambil senyum karena sangat puas mendapatkan jawaban dari apa yang ia pertanyakan. Kemudian membalas jawaban Bu Otin dengan penuh semangat, “Terimakasih banyak Bu Otin atas jawabannya, nanti saya juga akan dengarkan Efek Rumah Kaca dengan judul yang sudah ibu sebut tadi sebagai langkah awal saya belajar lebih banyak lagi. Pasti saya tidak akan pernah berhenti mempertanyakan tentang apa yang ingin saya ketahui Bu. Mulai dari sini saya lebih memahami bahwa dunia hanya sementara dan setiap yang punya jiwa pasti merasakan mati. Jika manusia mati begitu saja pasti sangat aneh, pantas Allah memberikan buku catatan amal perbuatan selama hidup di dunia sebagai balasan tentang apa saja yang telah diperbuat manusia. Saya yakin kalau saya berbuat baik pasti balasannya baik, begitu pula sebaliknya. Saya juga berusaha untuk memperbaiki ibadah spiritual saya dan juga perilaku saya ke diri sendiri dan orang lain. Sekali lagi terimakasih banyak Bu Otin.”

Bu Otin pun tersenyum lega dan menjawab, “Terimakasih kembali nak, semoga kamu menjadi anak yang sholihah, bermanfaat untuk agama, dan bangsa Indonesia.”

“Aamiin, ya rabbal aalaamiin semoga bu Otin dan anak Ibu juga sama seperti do’a yang Ibu ucapkan,”

Aamiin paling serius jawaban dari Yuan, begitu pula dengan Bu Otin.  

Ikuti tulisan menarik Fatchur Rozi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu