x

Iklan

Debi Satria

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Desember 2021

Selasa, 21 Desember 2021 16:48 WIB

Konflik dalam Adat Minangkabau

Artikel ini akan membahas mengenai "konflik" dalam adat Minangkabau yang memiliki makna bagi orang Minangkabau

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Konflik merupakan suatu hal yang negatif dan merugikan bagi banyak orang. Maka dari itu setiap orang pasti akan menghindari yang namanya konflik tersebut. Namun, hal ini berbeda dengan budaya dan adat di Minangkabau, bagi orang Minangkabau konflik merupakan hal yang sangat lumrah dan bahkan menjadi suatu hal yang niscaya bagi orang Minangkabau. Hal tersebut berangkat dari adanya harga diri untuk mempertahankan eksistensi individu serta adanya kemandirian yang harus diperkuat dalam masyarakat Minangkabau.

Selain itu, atas dasar kesetaraan dan kesederajatan yang dipegang kuat oleh orang Minangkabau mendorong kuat adanya konflik sebagai suatu hal yang bersifat pluralitas. Pluraritas sendiri yang berarti fitratullah bisa diartikan sebagai bahwa pada dasarnya manusia itu diciptakan berbeda dan adanya perbedaan tersebut mendorong adanya konflik sebagai hal yang wajar bagi manusia.

Maka bagi masyarakat Minangkabau sendiri adanya kecerdasan yang diberikan oleh Allah, dapat digunakan oleh manusia untuk dapat mengolah perbedaan dan konflik yang terjadi dalam kehidupan manusia. Bagi masyarkat Minangkabau adanya konflik diperlukan untuk menciptakan suatu hal yang positif, namun hal tersebut perlu syarat yakni pengaluran dan pengaliran secara alamiah serta terarah agar konlik tersebut menjadi hal yang positif. Hal ini tertuang dalam pepatah Minang yaitu Basilang kayu dalam tungku, baitu api mako ka ka iduik, baitu nasi mako ka masak, memiliki makna bahwa adanya persilangan kayu berarti perselisihan seperti adanya perbedaan pendapat atau lainya, diperlukan agar dapat menumbuhkan api diartikan sebagai semangat, harga diri, motivasi yang kuat untuk sukses, dan nasi diartikan sebagai hasil atau buah dari konflik tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jadi dapat dilihat bahwa adanya konflik akan menimbulkan semangat dan motivasi yang kuat untuk dapat bersaing atau mencapai sebuah keberhasilan dalam hidup, hal ini kembali lagi kepada dasar orang Minangkabau yang harus menjaga harga diri mereka dan identitas individu bagi orang Minangkabau.

Konflik tersebut merupakan “bahan bakar” bagi setiap orang untuk dapat berubah dan terus maju dari suatu keadaan menuju suatu keadaan yang dapat merubah orang tersebut menjadi lebih baik. Apabila tidak adanya konflik setiap orang akan mengalami perubahan yang lambat dan perlu waktu agar orang tersebut mau berubah atau maju. Jadi, adanya konflik ini dapat dikatan sebagai energi untuk setiap orang agar mau berubah kearah yang lebih baik dengan cepat dengan adanya persaingan dan perbedaan. Maka adanya persaingan, setiap orang akan terus berpikir hingga membuat mereka akan menjadi pribadi yang kerja keras dan kreatif agar dapat mengelola konflik yang terjadi pada diri mereka.

Setiap manusia tentu tidak dapat berubah begitu saja pada diri mereka, sehingga perlu adanya pemicu dalam diri mereka agar mereka dapat berubah. Hal inilah yang tertuang dalam konsep adat  Minangkabau yaitu bakarano-bakajadian yang memiliki makna sebab-akibat, maka adanya konflik ini merupakan “sebab” atau pemicu bagi orang yang mau berusaha untuk berubah adanya perubahan tersebut merupakan “akibat” dari adanya konflik.

Jadi, dapat dikatan bahwa konflik bukan suatu hal yang dipandang negatif bagi orang Minangkabau namun dianggap sebagai hal yang lumrah bahkan konflik sangat diperlukan bagi setiap orang untuk dapat terus berkembang dan berubah kearah yang lebih baik.

Ikuti tulisan menarik Debi Satria lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB