x

Iklan

Lavie

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 15 Januari 2021

Senin, 27 Desember 2021 06:33 WIB

Digitalisasi Pasar Desa, Solusi Atasi Dampak Ekonomi yang Lebih Masuk Akal Ketimbang Program Padat Karya Tunai

Artikel ini disusun oleh: Lailatul Chulaifiah 1405618048 Pendidikan Sosiologi A 2018 UNJ Disusun untuk memenuhi tugas akhir UAS mata kuliah TJSO

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dampak pandemi Covid-19 yang telah menyerang Indonesia sejak awal tahun 2020 telah memaksa sejumlah perusahaan yang ada di Indonesia untuk memberhentikan sebagian besar tenaga kerjanya. Dilansir merdeka.com, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah mencatat terdapat 17,8 persen perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selama pandemi covid-19. Selain itu, 25,6 persen perusahaan merumahkan pekerjanya, dan 10 persen perusahaan melakukan keduanya. Hal tersebut tentu akan menyebabkan banyak orang yang kehilangan pekerjaannya dan meningkatkan jumlah penggangguran di Indonesia sehingga memicu terjadinya peningkatan angka kemiskinan nasional (Diah Retnowati, 2014). 


Dampak ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi covid-19 sendiri tidak hanya dirasakan bagi masyarakat urban atau para pekerja diperkotaan saja, tetapi juga dirasakan langsung oleh masyarakat desa. Menurut data Kemendes PDTT menyebutkan, per September 2021, dari 57 ribu Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), 15 ribu diantaranya atau 30 persennya terpaksa harus tutup. Imbasnya, sebanyak 170 ribu pegawai BUMDes harus dirumahkan (Detik, 2021). Tentunnya hal tersebut menjadi tanggung jawab sosial pemerintah dan masyarakat bersama. Maka dari itu diperlukannya berbagai upaya dan kerjasama dari berbagai pihak untuk dapat mengetaskan permasalahan tersebut dan mencegah terjadinya dampak ekonomi yang lebih besar kedepannya, khususnya pada masyarakat desa.


Pemerintah sendiri sedari awal telah melakukan berbagai upaya guna meminimalisir dampak ekonomi sekaligus menstimulus perekonomian desa agar kembali bangkit. Salah satunya adalah dengan menekankan kembali kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Padat Karya Tunai (PKT) selama masa pandemi. Kebijakan Padat Karya Tunai (PKT) sendiri bukanlah sebuah kebijakan atau program baru dari pemerintah, kebijakan tersebut sudah lahir sejak tahun 2017 sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia, serta penanggulangan kemiskinan. Lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri yaitu : Menteri Dalam Negeri (Nomor 140-8698 Tahun 2017), Menteri Keuangan (Nomor 954/KMK.07/2017), Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Nomor 116 Tahun 2017), dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Nomor 01/SKB/M.PPN/12/2017) tentang Penyelarasan dan Penguatan Kebijakan Percepatan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dengan penekannnya tentang Padat Karya Tunai (Budiasa, 2019).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan


Pelaksanaan Padat Karya Tunai (PKT) sendiri merupakan kegiatan pemberdayaan keluarga miskin, pengangguran, dan keluarga dengan gizi buruk yang bersifat produktif berdasarkan pemanfaatan sumber daya alam, tenaga kerja, dan teknologi lokal guna mengurangi kemiskinan, meningkatkan pendapatan, dan menurunkan angka stunting. PKT dilaksanakan melalui mekanisme swakelola, mengutamakan tenaga kerja dan material lokal, dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat desa, khususnya ditengah situasi pandemi. Upah tenaga kerja dapat dibayar langsung secara harian dan bila tidak dimungkinkan, upah dibayar secara mingguan. 


Secara garis besar tujuan utama dari PKT adalah penciptaan lapangan kerja melalui kegiatan pembangunan swakelola, memupuk rasa kebersamaan, gotong royong, dan partisipasi masyarakat desa, meningkatkan kualitas dan kuantitas pemberdayaan masyarakat desa, mewujudkan peningkatan akses masyarakat miskin, perempuan, anak, dan kelompok marginal kepada pelayanan dasar dengan berbasis pendekatan pemberdayaan masyarakat, menekan jumlah penganggur, setengah penganggur dan masyarakat miskin; serta membangkitkan kegiatan sosial ekonomi di desa. Selain itu, Ada 2 hal yang menjadi sasaran program padat karya tunai, yaitu pembangunan infrastruktur dan peningkatan ekonomi masyarakat. Pokok pelaksanaan program padat karya tunai di desa adalah penganggaran kegiatan-kegiatan yang bersifat padat karya, yang diwajibkan untuk didanai dengan Dana Desa dalam APBDes.


Padat Karya Tunai (PKT) sendiri dapat dilakukan melalui beberapa jenis kegiatan, dianataranya seperti : 
1.    Pembangunan dan/atau rehabilitasi sarana prasarana perdesaan sesuai dengan daftar kewenangan Desa, antara lain: perbaikan alur sungai dan irigasi, pembangunan dan/atau perbaikan jalan dan jembatan skala Desa, tambatan perahu;
2.    pemanfaatan lahan tidur untuk meningkatkan produksi pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan; atau
3.    kegiatan produktif lainnya yg memberikan nilai tambah kepada masyarakat dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber daya lokal yang ada dan sifatnya berkelanjutan.
4.    Pemberdayaan Masyarakat, antara lain: Pengelolaan sampah; Pengelolaan limbah; Pengelolaan lingkungan pemukiman; Pengembangan energi terbarukan; Penyediaan dan pendistribusian makanan tambahan bagi anak (bayi dan balita).

Berdasarkan uraian yang telah penulis buat diatas, tampak terasa tiada yang salah dari program Padat Karya Tunai (PKT) yang orientasinya menyasar masyarakat desa ini. Tentu kita harus mengapresiasi segala langkah baik yang dihadirkan pemerintah lewat kebijakannya dalam membangun desa. Namun, penulis menyadari bahwa kebijakan Padat Karya Tunai ini rasanya kurang cocok ditekankan dalam situasi pandemi, terlebih dalam situasi pemulihan perekonomian nasional seperti sekarang. Untuk mendasari argumen penulis terkait ketidakcocokan penekanan program PKT ini, penulis akan mengajak pembaca sekalian untuk menjawab beberapa pertanyaan yang mungkin akan membuat pembaca berfikir dan tidak menutup kemungkinan akan memiliki pandangan yang sama dengan penulis setelah ini. 


Pertama, kebijakan PKT mungkin merupakan sebuah langkah yang baik dalam upaya pembangunan perekonomian desa, namun apakah kebijakan ini cocok dalam situasi pandemi dan pemulihan ekonomi nasional seperti saat ini, mengingat berdasarkan data yang disajikan sebelumnya telah terjadi fenomena perumahan masal atau phk bagi sebagian besar karyawan dan penutupan 15 ribu BUMDes? 


Kedua, berdasarkan APBN tahun 2022, pemerintah telah menurunkan anggaran dana desa yang semula berkisar 72 triliun kini menjadi 68 triliun dan harus dibagi kepada 74.000 desa, yang mana jika kita rata-ratakan akan mendapatkan hasil 918 juta per desa (perhitungan kasar diluar penghitungan formula pengalokasian dana desa terbaru). Berdasarkan data hitungan kasar tersebut, pertanyaan yang muncul adalah apakah nominal Rp.918 juta yang dibagikan perdesa disituasi pandemi seperti saat ini akan optimal dalam mendorong kebijakan PKT? Jika iya, berapa porsi yang akan didapatkan untuk program ini, mengingat pengalokasian dana desa tidak hanya untuk program Padat Karya Tunai saja, masih ada BLT (bantuan Langsung Tunai), program ketahanan pangan dan hewani, program pengembangan desa sesuai dengan potensi dan karakteristik desa, dan lain-lain. Selain itu, berapa banyak masyarakat dari total populasi keseluruhan suatu desa akan diikut sertakan dalam program ini? 


Ketiga, mengingat tujuan utama pemerintah dalam menerapkan kebijakan PKT ini adalah sebagai stimulus perekonomian desa sekaligus menjadi agenda pemulihan perekonomian nasional. Pertanyaan yang selanjutnya adalah, apakah masyarakat yang terlibat dan berkontribusi aktif dalam program Padat Karya Tunai ini akan mampu menjadi pribadi yang mandiri dalam segi ekonomi dan penghidupan kebutuhan dasar selepas program ini berakhir atau terjadi kemacetan, melihat kebanyakan program Padat Karya Tunai ini digunakan dalam jenis kegiatan seperti Pembangunan dan/atau rehabilitasi sarana prasarana perdesaan dan kurang digunakan pada jenis kegiatan-kegiatan produktif desa yang mampu membantu pemulihan ekonomi nasional? 


Lewat 3 pertanyaan yang beranak pinak diatas, penulis ingin mengajak pembaca sekalian khusunya pada pihak pemerintah untuk menjawab dan meninjau ulang kebijakan yang telah ditempuhnya dalam melihat keadaan yang sedang terjadi saat ini. Penulis pribadi tidak memandang buruk kebijakan PKT ini, namun jika PKT ini ditekankan pada situasi saat ini, rasa-rasanya bukanlah sebuah hal yang tepat. 


Lantas adakah saran atau solusi yang bisa penulis tawarkan dalam penanggulangan dampak ekonomi terhadap masyarakat desa sekaligus menjadi bantuan kekuatan dari desa untuk memulihkan keadaan ekonomi nasional? Jawabannya ada, yakni dengan mendigitalisasi kewirausahaan desa dan membuat pasar online desa. 


Loh emangnya desa yang kecil-kecil itu mampu bantu menopang perekonomian nasional disaat sulit seperti saat ini? hei, jangan salah ferguso, menurut Direktur Bisnis Mikro Supari yang dilansir dari detik.com mengatakan bahwa desa memiliki potensi yang besar dalam menggerakkan roda perekonomian. Hal tersebut terlihat dari data Bank BRI setiap bulan selama pandemi, pencarian kredit mikro itu ada di desa. Hampir Rp 17 triliun dari 22 triliun itu cair di desa, setiap bulan. dan mereka menjangkau hampir 600 ribu masyarakat desa tiap bulan. maka jangan heran kalau pertumbuhan ekonomi masa depan berangkatnya dari desa," tutup Supari.


Menanggapi hal demikian, penulis memiliki beberapa ide yang dirasa dapat dipertimbangkan sebagai sebuah solusi. Kewirausahaan dianggap dapat mengurangi jumlah pengangguran yang ada sekaligus menjadi solusi untuk masalah kemiskinan selama masa pandemi. Dampak positif yang diberikan oleh kewirauhsaan dapat meningkatkan aktifitas ekonomi sehingga membuka kesempatan kerja lebih banyak kepada masyarakat (Kindangen, 2015). Maka dari itu, diperlukannya perhatian khusus untuk megembangkan kewirausahaan masyarakat dalam upaya meningkatkan kegiatan ekonomi di masa pandemi Covid-19, khusunya pada masyarakat desa.


Pada era ini perkembangan teknologi merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan aktifitas kewirausahaan masyarakat seperti pemanfaatan teknologi untuk kegiatan digital marketing. Digital marketing sendiri merupakan kegiatan pemasaran secara online untuk mencapai konsumen melalui mesin pencari, iklan online, dan afiliasi pemasaran. Kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama pandemi Covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah membuat para masyarakat tidak dapat pergi bebas untuk berbelanja sehingga membuka peluang yang lebar bagi para pelaku digital marketing untuk meningkatkan hasil penjualan. Optimalisasi kegiatan digital marketing yang baik dapat meningkatkan hasil penjualan produk. 


Berdasarkan hasil pengamatan penulis selama masa pandemi Covid-19 ini, kegiatan ekonomi di desa tetap berjalan sebagaimana mestinya, karena pasar dengan segala transaksinya merupakan sebuah kebutuhan masyarakat paling vital di desa. Oleh karena mata pencaharian dan pemasukan utama mereka berasal dari pasar dan toko sembako sejenisnya. Hal ini dapat menjadi peluang bagi para masyarakat desa sebagai penyedia produk untuk masyarakat yang berada pada daerah terdampak Covid-19 sehingga industri di daerahnya tidak berjalan. 


Selama pandemi Covid-19 ini juga, e-commerce sebagai media dalam melakukan digital marketing mengalami peningkatan jumlah pelanggan yang cukup signifikan. Platform-platform pemasaran lainnya seperti Instagram, Facebook dan Twitter juga mulai dipenuhi promosi-promosi oleh produk-produk yang dijual secara online. Platform TikTok pun sekarang juga mulai menjadi sasaran pemasaran dalam digital marketing karena menurut Menurut Datareportal, TikTok memiliki sekitar 500 juta pengguna aktif di seluruh dunia pada tahun 2019, angka tersebut tentunya menjadi sasaran empuk dalam meraup customers sebanyak-banyaknya. Namun sejauh ini, pemasaran melalui digital marketing masih didominasi oleh kaum urban, padahal desa memiliki potensi dan peluang sebagai penyedia barang pada masa pandemi Covid-19. Meskipun demikian, fakta bahwa masyarakat desa memiliki peluang sebagai penyedia produk untuk masyarakat yang berada pada daerah terdampak Covid-19 membuktikan bahwa perlunya ada optimalisasi digital marketing oleh wirausaha masyarakat desa.


Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perlunya ada pengembangan kewirausahaan di desa dengan optimalisasi digital marketing produk masyarakat desa. Penulis mengusulkan solusi berupa strategi yang disebut pasar online desa untuk mengembangkan kewirausahaan di desa dalam meningkatkan ekonomi pada masa pandemi Covid-19. Strategi ini bisa dimulai dari sosialisasi pemanfaaatan digital marketing pada masyarakat desa serta pemanfaatan e-commerce dan social media dalam memaksimalkan digital marketing dalam masa pandemi Covid-19.


Selama masa transisi new normal, sosialiasasi pemanfaatan digital marketing yang dilakukan di desa memang belum bisa dilakukan secara massive dan on the spot. Namun, sosialiasi ini dapat dimulai dengan menyerukan masyarakat desa untuk mendengar siaran di televisi maupun radio mengenai cara-cara baru memasarkan produk-produk mereka dengan memanfaatkan teknologi. Selain itu, pemerintah daerah dapat mengadakan sosialisasi berkala sesuai protokol kesehatan covid-19 sekaligus melihat potensi produksi yang ada didesanya. Tujuannya adalah agar masyarakat desa mengenal digital marketing dan dapat mulai mencoba mengaplikasikannya pada produk-produk lokal yang berpotensi dipasarkan secara global.


Pemanfaatan digital marketing dalam memasarkan produk lokal di desa selain dapat meningkatkan pendapatan dalam memperbaiki ekonomi desa, juga dapat menekankan efisiensi waktu untuk pendistribusian, memperluas pasar, memudahkan melakukan transaksi tanpa kontak fisik namun dapat memperoleh barang berkualitas produksi dari sumber utamanya, menciptakan lapangan kerja baru didesa, mengembangkan industri dan eknonomi kreatif, serta memeratakan pemanfaatan teknologi di sebuah negara. Sehingga digital marketing tidak hanya didominasi oleh kaum urban saja.


Beberapa hal yang perlu dikembangkan sebagai dasar pemanfaatan digital marketing pada desa-desa dapat dimulai dengan memaksimalkan penggunaan e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee dan lainnya, lalu membranding produk mereka melalui sosial media seperti Instagram, TikTok, Facebook dan lainnya, serta penulisan redaksi kata dalam caption pemasaran dan estetika foto produk yang akan dipasarkan.


Salah satu faktor yang banyak menjadi daya tarik pembeli dalam digital marketing adalah bagaimana seorang penjual menyajikan produk mereka secara menarik, unik dan informatif. Hal-hal tersebut menjadi salah satu kelemahan masyarakat desa dalam melakukan promosi melalui digital marketing, karena cenderung tidak memperhatikan estetika, redaksi kata dalam caption serta cara pemasaran dengan sosial media secara infromatif.


Disinilah seharusnya peran pemerintah bermain dalam megoptimalisasi sumber daya yang dimiliki desa. Pemerintah lewat kementerian terkait seperti Kominfo, kementrian ekonomi kreatif, kementerian desa, dan kementerian perdagangan seharusnya mampu saling bersinergi dalam menambal kelemahan yang dimiliki masyarakat desa, dalam hal ini melakukan edukasi dan memberikan pelatihan-pelatihan terkait tata cara promisi dan membranding sebuah produk agar bisa diterima dipasar yang lebih luas.


Tentunya dengan solusi semacam ini diharapkan akan mampu menjawab 3 pertanyaan besar sebelumnya terkait implementasi dari cita-cita pemerintah untuk memulihkan ekonomi nasional yang berangkat dari desa.


Daftar Pustaka
1. Asmanto, P. M. (2020). Pengutamaan Penggunaan Dana Desa: Padat Karya Tunai Pencegahan Covid-19. TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penangulangan Kemiskinan). Australian Goverment.

2. Aulia, D. D. (2021, Desember 14). Ekonomi di Desa-desa Ini Malah Bisa Tumbuh Kala Pandemi, Kok Bisa? Baca artikel detiknews, "Ekonomi di Desa-desa Ini Malah Bisa Tumbuh Kala Pandemi, Kok Bisa?" selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-5855230/ekonomi-di-desa-desa-ini-malah-bisa-tumbu. Dipetik Desember 2021, dari DetikNews: https://news.detik.com/berita/d-5855230/ekonomi-di-desa-desa-ini-malah-bisa-tumbuh-kala-pandemi-kok-bisa

3. Budiasa, A. A. (2019). Implementasi Kebijakan Padat Karya Tunai (PKT) pada Masyarakat Miskin di Desa Lebih, Gianyar. Public Inspiration: Jurnal Administrasi Publik, Vol. 4 No. 2(ISSN 2581-2378, E-ISSN 2580-5975), 71-82.

4. Diah Retnowati. (2014). Pengaruh Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Jawa Tengah. Pengaruh Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Jawa Tengah, 608–618.

5. Evandio, A. (2021, September 7). Kemendes PDTT Luncurkan Program untuk Antisipasi Dampak Covid-19 di Desa Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul "Kemendes PDTT Luncurkan Program untuk Antisipasi Dampak Covid-19 di Desa", Klik selengkapnya di sini: https://kabar24.bisnis.com. Dipetik Desember 2021, dari Bisnis.com: https://kabar24.bisnis.com/read/20210907/15/1439084/kemendes-pdtt-luncurkan-program-untuk-antisipasi-dampak-covid-19-di-desa

6. Firman. (2020, April 22). Ini Tiga Kebijakan Penggunaan Dana Desa Sebelum Covid-19. Dipetik Desember 2021, dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Republik Indonesia: https://www.kemendesa.go.id/berita/view/detil/3244/ini-tiga-kebijakan-penggunaan-dana-desa-selama-covid-19

7. Firman. (2021, Agustus 21). Ini Peran KEMENDES Di Trisula Penanganan Covid-19. Dipetik Desember 2021, dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Republik Indonesia: https://kemendesa.go.id/berita/view/detil/3845/ini-peran-kemendes-di-trisula-penanganan-covid-19

8. Kemenkeu.go.id. (2018, Febuari). Transformasi Informasi Kebijakan FIskal: Padat Karya Sejahtera Desa. Media Keuangan, Vol. 12 No. 125(ISSN 1907-6320), 20-23.

9. Kindangen, P. (2015). KEWIRAUSAHAAN DAN KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN MINAHASA TENGGARA. 2, 85–101.Sofi, I. (2020). Implementasi Padat Karya Tunai Dana Desa untuk Masyarakat Miskin di Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Probolinggo. Matra Pembaruan: Jurnal Inovasi Kebijakan, 4(1), 25-35. https://doi.org/10.21787/mp.4.1.2020.25-35

10. Kominfo. (2017, Oktober 4). Empat Program Prioritas Desa Dorong Pertumbuhan Ekonomi Pandeglang. Dipetik Desember 2021, dari Kemenetrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia: https://kominfo.go.id/content/detail/10824/empat-program-prioritas-desa-dorong-pertumbuhan-ekonomi-pandeglang/0/artikel_gpr

11. Kominfo. (2021, Desember 20). Presiden: Libatkan BUM Desa dalam Transformasi Ekonomi. Diambil kembali dari Kementerian Komunikasi dan Informatika : https://kominfo.go.id/content/detail/38866/presiden-libatkan-bum-desa-dalam-transformasi-ekonomi/0/berita

12. Novrizaldi. (2020, April 7). Padat Karya Tunai Untuk Tangkal Dampak Covid-19 di Desa. Dipetik Desember 2021, dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan: https://www.kemenkopmk.go.id/padat-karya-tunai-untuk-tangkal-dampak-covid-19-di-desa

13. Sulaeman. (2021, Febuari 18). Menaker: 17,8 Persen Perusahaan PHK Karyawan Selama Pandemi Covid-19. Dipetik Desember 2021, dari Merdeka.com: https://www.merdeka.com/uang/menaker-178-perusahaan-phk-karyawan-selama-pandemi-covid-19

Ikuti tulisan menarik Lavie lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB